Penurunan Titik Beku Larutan

Tujuan Percobaan

Menentukan berat molekul (Mr) naftalena berdasarkan penurunan titik beku larutannya dalam pelarut benzen murni.

Landasan Teori

Sifat koligatif larutan adalah sifat larutan yang tidak bergantung pada macamnya zat terlarut tetapi semata-mata hanya ditentukan oleh banyaknya zat terlarut (konsentrasi zat terlarut), (Anonim, 2010).
Menurut Anonim (2010), apabila suatu belarut ditambah dengan sedikit zat terlarut, maka akan didapatkan suatu larutan yang mengalami:
Penurunan tekanan uap jenuh
Kenaikan titik didih
Penurunan titik beku
Tekanan osmosis
Titik leleh (atau titik beku), suatu zat adalah temperature pada mana fase padat dan cair ad dal;am kesetimbangan. Jika kesetimbangan semacam itu diganggu dengan menembahkan atau menarik energy panas, system akan berubah dengan membentuk lebih banyak zat cair atau lebih banyak zat padat. Namun temperature akan tetap pada titik leleh selama kudua fase itu masih ada (Handayana, 1989 : 304).
Titik didih suatu cairan berubah secara nyata dengan berubahnya tekanan luar. Tetapi, selisih tekanan yang kecil, seperti berubahnya tekanan udara, mempunyai pengaruh yang dapat diabaikan pada titik beku suatu cairan. Penambahan tekanan yang besar memang menyebabkan fase yang volumenya lebih kecil, lebih disukai. Untuk kebanyakan zat, keadaan zat padat lebih rapat volume lebih kecil untuk bobot tertentu) daripada keadaan cair (Handayana, 1989 : 304).
Peralihan wujud zat ditentukan oleh suhu dan tekanan. Contohnya air pada tekanan 1 atm mempunyai titik didih 1000C dan titik beku 0 0C. Jika air mengandung zat terlarut yang sukar menguap (misalnya gula), maka titk didihnya akan lebih besar dri 100 0C. dantitik bekunya lebih kecil dari 0 0C. perbedaan itu disebut kenaikan titik didh dan penurunan titik beku (∆Tf) (Sukri, 1999).
Penyimpangan itu diterangkan dengan bantuan bantuaan diagram fase cair yang tealh dibahas. Suatu caitan akan mendidih bila tekanan uapnya sama dengan tekanan luar, yaitu 1 atm. Akan tetapi jika ada zat terlarut, maka tekanan uapnya turun sebesar P atau cc’. akibatnya, untuk mendidih diperlukan suhu lebih (Sukri, 1999).
Dengan menggunakan penurunan rumus yang sama dengan yang digunakan dalam keanaikan titik didih, diperoleh bahwa penurunan titik beku juga sebanding dengan konsentrasi zat terlarut (molalitas). Dengan penurunan rumus yang sama dengan pada kenaikan titik didih akan diperoleh persamaan :
Tb = -Kb m2
Kb = konstanta krioskopik atau konstanta penurunan titik beku
m = molalitas larutan
pada kenyataannya, persamaan di atas hanya berlaku untuk larutan yang mengandung zat terlarut non volatil, tetapi juga berlaku untuk larutan yang mengandung zat terlarut volatil (Bird, 1987 : 188).
Konsentrasi zat ialah jumlah mol per satuan volume. Satuan SI mol per meter kubik memudahkan pekerjaan kimia sehingga molaritas yang didefinisikan sebagai jumlah mol zat terlarut per liter larutan, yang digunakan :
Molaritas = (mol zat terlarut)/(Liter larutan ) = mol. L-1
”M” adalah singkatan untuk ”mol perliter” 0,1 M (dibaca 0,1 molar) larutan HCl memiliki 0,1 mol HCl (bedisosiasi menjadi ion-ionnya) per liter larutan. Molaritas merupakan cara yang lazim untuk menyatakana komposisi larutan encer. Untuk pengukuran yang cermat, cara ini kurang menguntungkan karena sedikit ketergantungannya pada suhu. Jika larutan dipanaskan, atau didinginkan, volumenya berubah, sehingga jumlah zat terlarut per liter larutan juga berubah (Oxtoby, 2001 :154).
Molalitas adalah nisbah massa dan ini tidak bergantung pada suhu. Molalitas didefinisikan sebagai jumlah mol zat terlarut per kilogram pelarut:
Molaritas = (mol zat terlarut)/(Kilogram pelarut) = mol.Kg-1
Karena air memiliki rapatan 1,009 cm-3 pada 20 oC maka 1,00 L air bobotnya 1,00 x 103 gram atau 1,00 Kg dalam air. Jadi molaritas dan molalitas hampir sama nilainya (Oxtoby, 2001 :154).
Tekanan uap suatu zat cair menentukan titik beku (dan juga titik didih) dari zat cair itu sendiri. Adanya zat terlarut di dalam suatu pelarut dapat menyebabkan perubahan tekana uap, dan berarti menyebabkan perubahan titik beku (Tim Dosen Kimia Fisik, 2010 : 29).
Dengan menggunakan persamaan Cousius-Clapeyron, maka terhadap larutan ideal yang encer berlaku :
ln Po/P = Hf/R x T/ToT
ln Po/P = XB
dari kedua persamaan ini diperoleh:
XB = Hf/R x T/ToT
Dimana Hf = entalpi pembekuan; R = Tetapan gas dan XB = mol fraksi zat terlarut. Jika T = Tf (penurunan titik beku) dan nilai T = To sehingga (ToT) = To2, disubstitusi ke persamaan di atas maka diperoleh :
Tf = RT2/Hf x XB
Sementara itu untuk larutan encer berlaku XB = nB/npelarut dan bila dinyatakan ke dalam ke satuan molalitas diperoleh hitungan :
XB = nB/n pelarut = (MA/1000)m
Dengan m adalah molalitas zat terlarut, persamaan ini dapat diubah menjadi
Tf = RT2MA/1000Hf. m (Tim Dosen Kimia Fisik 2010 : 29).

Alat dan Bahan

Alat
Gelas kimia 1000 mL 1 buah
Gelas kimia 50 mL 1 buah
Gelas ukur 50 mL 1 buah
Tabung reaksi besar 1 buah
Thermometer -10oC – 50oC 1 buah
Botol semprot 1 buah
Batang pengaduk 1 buah
Stopwatch 1 buah
Neraca analitik 1 buah

Bahan
Benzena (C6H6)
Naftalena (C10H8)
Es batu
Aquadest

Prosedur Kerja

Penentuan titik beku pelarut
Memasukkan 30 mL benzene ke dalam tabung reaksi besar
Menempatkan thermometer dan batang pengaduk dalam tabung reaksi tersebut
Meletakkan tabung reaksi ke dalam gelas kimia yang berisi es batu
Mengaduk larutan secara perlahan
Membaca skala thermometer (Suhu) setiap 30 detik samapai suhu konstan pada 4-5 kali pembacaan
Mengeluarkan tabung dari gelas kimia dan dibiarkan pada suhu kamar

Penentuan titik beku larutan
Menimbang 0,8435 gram (0,25 molal) naftalena
Memasukkan zat hasil penimbangan ke dalam tabung reaksi yang berisi pelarut kemudian mengaduk sampai larut
Memasukkan tabung reaksi ke dalam gelas kimia yang berisi es batu
Mencatat suhu larutan setiap 30 detik sampai suhu konstan pada 4-5 kali pembacaan
Menimbang kembali 1,6869 gram (0,5 molal) naftalena dan memasukkan dalam 30 mL pelarut benzene
Megulangi cara kerja 3-4

Hasil Pengamatan

Penentuan Suhu pelarut per 30 detik
Waktu ke- 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Suhu (oC) 26 23 21 19 18 16 12 9 6 6 6
Suhu konstan = 6 oC
Penentuan suhu larutan per 30 detik
m benzene = 30 mL x 0,08786 gram/mL
= 26,3580 gram
Molalitas larutan = 0,25 m
Massa benzene = 0,8435 gram
Waktu ke- 1 2 3 4 5 6 7 8
Suhu (oC) 18 9 6 4,5 4 4 4 4
.suhu konstan = 4oC

Massa naftalena = 1,687 gram
Waktu ke- 1 2 3 4 5 6 7 8
Suhu (oC) 20 11 6 5 3 3 3 3
Suhu konstan = 3 oC

Analisis Data

Penentuan massa pelarut benzene
Massa jenis benzene = 0,8786 gram/mL
Volume benzene = 30 mL
m = ρ .v
= 0,8786 gram/mol x 30 mL
= 26,3580 gram
Penentuan massa naftalena
Mm naftalena = 128 g/mol
Massa benzena = 26,3580 gram
Larutan 0,25 molal
m = 1000/p x(massa naftalena)/Mm
0,25 molal = 1000/(26.3580 g) x(massa naftalena)/(128 g/mol)
Massa naftalena =(0,25 molal .26,3580 gram .128 g/mol)/1000
= 0,8435 garam
Larutan 0,5 molal
m = 1000/p x(massa naftalena)/Mm
0,5 molal = 1000/(26.3580 g) x(massa naftalena)/(128 g/mol)
Massa naftalena =(0,5 molal .26,3580 gram .128 g/mol)/1000
= 1,6869 garam
Penentuan Mr naftalena berdasarkan titik beku larutan
Dik ; Tf benzene = 6oC
Tf larutan 0,25 molal = 4oC
Tf larutan 0,5 molal = 3oC
M benzene = 26,3580 gram
Dit : Mr naftalena…?
Peny :
Konsentrasi larutan 0,25 molal
∆Tf = Kf x m
Kf = ∆Tf/molal
∆Tf = Tf0 - Tf
= 6 – 4
= 3oC
Maka,
Kf = ∆Tf/molal
Kf = 2/0,25
= 8 oC/molal
Sehingga
∆Tf = Kf (m naftalena)/(Mr ) x 1000/(m benzena)
Mr = Kf (1000 m naftalena)/(m benzena. ∆Tf)
= 8 (1000 x 0,8435 gram)/(26,3580 gram. (6-4)C)
= (6748 gram C/molal)/(52,716 gram C)
= 128,0067 gram/mol
Konsentrasi larutan 0,25 molal
Kf = ∆Tf/molal
∆Tf = Tf0 - Tf
= 6 – 3
= 3oC
Maka,
Kf = ∆Tf/molal
Kf = 3/0,25
= 6 oC/molal
Sehingga
Mr = Kf (1000 m naftalena)/(m benzena. ∆Tf)
= 6 (1000 x 1,6869 gram)/(26,3580 gram. (6-3)C)
= (10121,4 gram C/molal)/(79,079 gram C)
= 127,9991 gram/mol

Pembahasan

Percobaan ini pada dasarnya bertujuan untuk menentukan berat molekul (Mr) naftalena berdasarkan penurunan titik beku larutan dengan menggunakan pelarut benzene. Langkah pertama yang dilakukan yaitu menentukan titik beku pelarut murni (benzene) dengan cara mendinginkan benzene dalam air es sambil mengaduk larutan. Fungsi dari pengadukan adalah agar larutan merata (suhu larutan merata). Adapun suhu konstan yang diperoleh yaitu 6oC. suhu konstan ini dinyatakan sebagai titik beku benzene. Hal ini sudah sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa titik beku benzene adalah 6oC.
Tahap selanjutnya yaitu menentukan titik beku larutan. Dalam percobaan ini, digunakan larutan naftalena dengan konsentrasi berbeda yaitu 0,25 molal dan 0,5 molal. Hal ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan jumlah zat terlarut terhadap penurunan titik beku. Pada larutan dengan konsentrasi o,25 molal digunakan naftalena sebanyak 0,8435 gram sedang 0,5 molal sebanyak 1,6869 gram. Naftalena ini kemudian ditambahkan ke dalam larutan benzene dan diaduk dengan tujuan agar larutan selalu homogeny. Pada larutan dengan konsentrasi 0,25 molal diperoleh titik beku larutan sebesar 4oC dengan penurunan titik beku sebesar 2oC. sedang pada larutan dengan konsentrasi 0,5 molal diperoleh titik beku larutan sebesar 3oC dengan penurunan titik beku sebesar 3oC.
Dari hasil analisis data, diperoleh Mr naftalena pada larutan 0,25 molal sebesar 128,0067 gram/mol dan pada larutan 0,5 molal sebesar 127,9991 gram/mol. Hasil yang diperoleh hampir sama dengan Mr teori naftalena yaitu 128 gram/mol.
Pada percobaan ini diketahui bahwa penambahan zat terlarut/konsentrasi larutan berbanding lurus dengan penurunan titik beku.


Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan
Konsentrasi larutan berbanding lurus dengan penurunan titik beku larutan
Mr naftalena pada larutan 0,25 molal yaitu 128,0067 gram/mol sedang pada larutan 0,5 molal yaitu 127,9991 gram/mol

Saran
Sebaiknya praktikan lebih teliti dalam pembacaan suhu/skala termometer

Daftar Pustaka
Anonim. 2010. Sifat Koligatif Larutan. http://www.chem-is-try.org/materi-kimia/kimia-smk/kelas-10/sifat-koligatif-larutan/ diakses pada 24 Mei 2010.
Bird, Tony. 1987. Kimia Fisik Untuk Universitas. Jakarta : PT Gramedia.
Hadyana, Pudjaamaka. 1994. Kimia Fisik Universitas Edisi Keenam Jilid 1. Jakarta : Erlangga.
Oxtoby, dkk. 2001. Prinsip-Prinsip Kimia Modern Edisi Keempat Jilid 1. Jakarta : Erlangga.
Sukri, S. 1999. Kimia Dasar 2. Bandung : Penerbit ITB
Tim Dosen Kimia Fisik. 2010. Penuntun Praktikum Kimia Fisik 1. Makassar : Laboratorium Kimia, FMIPA, UNM.

0 comments:

Post a Comment

Entri Populer