Pembuatan Garam Kompleks dan Garam Rangkap

A. JUDUL PERCOBAAN
Pembuatan Garam Kompleks dan Garam Rangkap

B. TUJUAN PERCOBAAN
Mempelajari pembuatan dan sifat-sifat garam rangkap kupri ammonium sulfat dan garam kompleks tetrammintembaga (II) sulfat monohidrat.

C. LANDASAN TEORI
Tembaga membentuk senyawa dengan tingkat oksidasi +1 dan +2 namun hanya tembaga (II) yang stabil dan mendominasi dalam larutan air. Dalam larutan air hampir semua garam tembaga (II) berwarna biru yang karakteristik dari warna ion kompleks koordinasi 6, [Cu(H2O)6]2-. Kekecualian yang terkenal yaitu tembaga II klorida yang berwarna kehijauan oleh karena ion kompleks [CuCl4]2- yang mempunyai bangun geometri dasar tetrahedral atau bujur sangkar bergantung pada kation pasangannya. Dalam larutan encer ia menjadi berwarna biru oleh karena pendesakan ligan Cl- dan ligan H2O. Oleh karena itu, jika warna hijau ingin dipertahankan, ke dalam larutan pekat CuCl2 dalam air ditambahkan ion senama Cl- dengan penambahan padatan NaCl atau HCl pekat atau gas.
[CuCl4]2- (aq) + 6H2O (l) [Cu(H2O)6]2- (aq) + 4Cl- (aq)
Jika larutan amonia ditambahkan ke dalam larutan ion Cu2+, larutan biru berubah menjadi biru tua karena terjadinya pendesakan ligan air oleh ligan amonia menurut reaksi:
[Cu(H2O)6]2+ (aq) + 5 NH2 (aq) [Cu(NH3)(4-5)]2+ + 5H2O
biru biru tua
Reaksi antara ion Cu2+ dengan OH- pada berbagai konsentrasi bergantung pada metodenya. Penambahan ion hidroksida kke dalam larutan tembaga (II) sulfat (0,1 – 0,5), secara bertetes dengan kecepatan 1 ml/menit mengakibatkan terjadinya endapan gelatin biru muda tembaga (II) hidroksi sulfat, [CuSO4nCu(OH)]2 bukan Cu(OH)2 menurut persamaan reaksi:
(n+1)[Cu(H2O)6]2+ (aq) + SO4 (aq) + 2n OH- (aq) [CuSO4 nCu(OH)12(s) + 6(n+1)H2O(l)
Biru muda
Reaksi pengendapan terjadi sempurna pada pH = 8 dan nilai n berpariasi bergantung pada temperatur reaksi dan laju penambahan reaktan, sebagai contoh denngab laju penambahan reaksi -1 ml/menit, reaksi tersebut menghasilkan CuSO4 3Cu(OH)2 jika reaksi berlangsung pada 20oC dan CuSO4 4Cu(OH)2 pada 24oC. (Sugiyarto, 2003 : 17,6-17,7).
Tembaga tidak melimbah (55 ppm) namun terdistribusi secara luas sebagai logam, dalam sulfida, arsenida, dan karbonat. Mineral yang paling umum adalah chalcopirite CuFeS2. Tembaga diekstraksi dengan pemanggangan dan peleburan oksidatif, atau dengan pencucian dengan bantuan mikroba,yang diikuti oleh elektrodeposisi dari larutan sulfat. Tembaga digunakan dalam aliasi seperti kuningan dan bercampur sempurna dengan emas. Ia sangat lambat teroksidasi, superfisial dan uap udara, kadang-kadang menghasilkan lapisan hijau hidrokso karbonat dan hidrokso sulfat (dari SO2 dalam atmosfer).
Logam tembaga merupakan logam merah muda yang lunak,dapat ditampa dan liat, tembaga dapat melebur pada suhu 1038oC karena potensial elektrodanya positif (+0,34 V) utuk pasangan Cu/Cu2+ tembaga tidak larut dalam asam klorida dan asam encer, meskipun dengan adanya oksigen tembaga bisa larut. Kebanyakan senyawa Cu (I) sangat mudah teroksida menjadi Cu (II). Namun oksidasi selanjutnya menjadi Cu (II) adalah sulit. Terdapat kimiawi larutan Cu2+ yang dikenal baik dan sejumlah besar garam sebagai anion didapatkan banyak diantaranya larut dalam air, menambah perbendaharaan kompleks sulfat biru, CuSO4 . 5 H2O yang paling dikenal. (Anonim, 2010 : 1 ).
Garam yang mengandung ion-ion kompleks dikenal sebagai senyawa koordinasi atau garam kompleks, misalnya neksamin cobalt (III) klorida, CO(NH4)6 Cl3 dan kalium heksasianoferrat (III), K3Fe(CN)6.
Garam kompleks berbeda dengan garam rangkap, garam rangkap dibentuk apabila dua garam mengkristal bersama-sama dalam perbandingan molekul tertentu. Garam-garam itu memiliki instruktur sendiri dan tidak harus sama dengan instruktur garam komponennya. Dua contoh garam rangkap yang bisa dijumpai adalah garam alumina, Kae(SO4)2 . 12H2O dan farroamonium sulfat, Fe (NH4)2(SO4) . 6 H2O. Garam rangkap dalam larutan akan terionisasi menjadi ion-ion komponennya (biasanya terhidrat) (Tim Dosen Kimia, 2010 : 17)
Pembuatan dari kompleks-kompleks logam biasanya dilakukan dengan mereaksikan garam-garam dengan molekul-molekul arau ion-ion tertentu. Penelitian-penelitian pertama selalu memakai amoniak dan tat yang terjadi disebut logammine. Kemudian ternyata, bahwa anion-anion seperti CN-, NO2-, NCS-. Dan Cl- juga membentuk kompleks dengan logam-logam.
Fenny (1851-1852) memberi nama senyawa-senyawa kompleks berdasarkan warnanya. Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa kloramin dari kobal (III) dan krom (III) dengan jumlah amoniak sama, mempunyai warna hampir sama. namun demikian hal ini kemudian tidak menjadi dasar lagi, seperti pada IrCl3 . 6 H2O yang diberi nama iuteoridium klorida yang warnanya tidak kuning tapi putih (Ramlawati, 2005 : 2-3 )
Senyawa yang mengandung ion kompleks (dapat berupa kation kompleks atau anion kompleks 1. Senyawa tersusun dari ion kompleks atau kation kompleks, dan ion atau kation kompleks biasa disebut dengan senyawa kompleks (senyawa koordinasi) atau garam kompleks. Ion kompleks terdiri dari atom pusat (atom logam) dan ligan yang terikat pada atom pusat melalui ikatan koordinasi, sedangkan garam rangkap merupakan bila semua gugus –H dari asam digantikan oleh ion logam tak senama, atau semua gugus –OH dari basa digantikan oleh ion sisa asam tak senama. (Mulyono, 2005 : 143 & 375)
Dalam percobaan ini akan dipelajari pembuatan garam kompleks tetramintembaga (II) sulfat monohidrat dan garam rangkap kupri ammonium sulfat dari garam kupri sulfat dan amonium sulfat dan mempelajari sifat-sifatnya. (Tim Dosen Kimia, 2010 : 18).

D. ALAT DAN BAHAN
a) Alat
1. Gelas kimia 100 ml 2 Buah
2. Gelas kimia 250 ml 1 Buah
3. Gelas ukur 25 ml 1 Buah
4. Gelas ukur 10 ml 2 Buah
5. Termometer 100oC 1 Buah
6. Cawam penguap 1 Buah
7. Kaca arloji 1 Buah
8. Pengaduk kaca 1 Buah
9. Corong kaca 1 Buah
10. Kaca asbes + kaki tiga 1 Buah
11. Pembakar spritus 1 Buah
12. Botol semprot 1 Buah
13. Pipet tetes 4 Buah
14. Tabung reaksi kecil 4 Buah
15. Rak tabung reaksi 1 Buah

b) Bahan
1. CuSO4 . 5 H2O
2. (NH4)2 SO4
3. Larutan NH4OH 15 M
4. Etanol
5. CuSO4 anhydrat
6. Larutan NH4OH 6 M
7. Aquadest
8. Es batu
9. Kertas saring
10. Tissue
11. Korek api

E. CARA KERJA
a) Pembuatan garam rangkap kupri ammonium sulfat. CuSO4 . (NH4)2 SO4 H2O
1. Melarutkan 4,9 gram CuSO4 . 5 H2O dan 2,6 gram ammonium sulfat (NH4)2 SO4 dengan 100 ml H2O dalam gelas kimia 250 ml. Memanaskan secara pelan-pelan sampai semua garam larut sempurna.
2. Membiarkan larutan tersebut menjadi dingin pada temperatur kamar sampai terbentuk kristal
3. Menyaring larutan tersebut untuk memisahkan kristal dari larutan
4. Mengeringkan kristal dalam kertas saring
5. Menimbang kristal yang dihasilkan

b) Pembuatan garam kompleks tetramminkoper (II) sulfat monohidrat, CuSO4 (NH)2 . SO4 . 6H2O
1. Menempatkan 8 ml larutan ammonia 15 m dan mengencerkan dengan 5 ml H2O dalam cawam penguap
2. Menimbang 4,3 gram CuSO4 . H2O yang berbentuk powder. Menambahkan keristal itu kedalam kristal amonia dan sampai semua kristal larut sempurna.
3. Menambahkan 8 ml etil alkohol secara pelan-pelan melalui dinding cawam penguap sehingga larutan ditutupi oleh alkohol. Jangan mengaduk atau menggoyang. Menutup dengan kaca arloji. Dan mendinginkan pada suhu kamar lalu dalam es batu.
4. Setelah mendiamkan beberapa menit, mengaduk pelan-pelan untuk mengendapkan secara sempurna. Memisahkan kristal yang terbentuk dengan melakukan penyaringan. Mencuci kristal dengan 5 ml campuran larutan ammonia 15 M dengan etil alkohol yang perbandingan volumenya sama.
5. Mencuci sekali lagi kristal dalam corong dengan 5 ml etil alkohol dan menyaring kristal
6. Mengeringkan kristal yang diperoleh dan menimbangnya.


c) Perbandingan beberapa sifat garam tunggal, garam rangkap, dan garam kompleks.
1. Menambahkan 0,5 gram kristal CuSO4 dalam tabung reaksi, mencatat perubahan yang terjadi apabila 1 ml H2O ditambahkan. Kemudian menambahkan larutan ammonium 4 ml. Mencatat yang terjadi.
2. Melarutkan sedikit garam rangkap hasil percobaan bagian a dalam 3 ml H2O kedalam tabung reaksi. Melakukan hal serupa dengan garam kompleks hasil percobaan bagian b. Membandingkan warna larutan. Mengencerkan setiap larutan dengan 10 ml H2O dan mencatat perubahan warnanya.
3. Menempatkan sejumlah garam kering hasil percobaan bagian a dan b dalam tabung reaksi yang berbeda. Memanaskan pelan-pelan masing-masing tabung dan mencatat perubahan warnanya. Mengamati dan mencium gas yang dihasilkan.

F. HASIL PENGAMATAN
a) Pembuatan garam rangkap kupri ammonium sulfat CuSO4 . (NH4)2 SO4 6 H2O
4,9 g CuSO4 . 5 H2O + 2,6 g (NH4)2 SO4 + 10 ml aquadest  larutan berwarna biru muda dinginkan kristal didekantir kristal berwarna biru muda
Pada suhu kamar
Dikeringkan kristal 6,1 gram.
b) Pembuatan garam kompleks tetra amintembaga (II) sulfat monohidrat [Cu(NH3)4] So4 . H2O
8 ml NH4OH 15 M + 10 ml H2O  Larutan NH4OH (bening) + 4,9 gram CuSO4 . 5 H2O  larutan berwarna biru tua + 8 ml etanol secara larutan berwarna biru
Perlahan-lahan
tua didinginkan kristal + larutan disaring kristal dicuci campuran 5 ml amonia dan
dengan
etil alkohol  kristal biru tua dicuci 5 ml etanol  kristal biru tua dikeringkan
dengan
kristal 4,5 gram.
c) Perbandingan beberapa garam tunggal, garam rangkap, dan garam kompleks.
1) Kristal CuSO4 anhidrat + 2 ml H2O  larutan berwarna biru muda + 4 ml NH4OH setetes demi setetes  larutan berwarna biru tua
2)  Kristal / garam rangkap (a) + 3 ml H2O  larutan berwarna biru muda + 10 ml H2O  larutan berwarna biru muda.
 Garam kompleks (b) + 3 ml H2O  larutan berwarna biru tua + 10 ml H2O  larutan berwarna biru tua.
3)  Garam rangkap (a)  uap air dan tidak berbau.

 Garam kompleks (b)  Bau amonia


G. ANALISIS DATA
a) Pembuatan garam rangkap kupri amonium sulfat CuSO4 (NH4)2 SO4 . 6 H2O
Diketahui : Massa CuSO4 5 H2O = 4,9 gram
Mr CuSO4 5 H2O = 249,55 g/mol
Mr CuSO4 (NH4)2 SO4 . 6 H2O = 399,5 g/mol
Berat praktek = 6,1 gram
Ditanyakan : Rendemen = ...........?
Penyelesaian : Reaksi yang terjadi :
CuSO4 5 H2O + (NH4)2 SO4 + H2O  CuSO4 (NH4)2 SO4 . 6 H2O
Mula-mula 0,02 mol 0,02 mol
Reaksi 0,02 mol 0,02 mol + 0,02 mol
Sisa - - + 0, 02 mol
Massa CuSO4 (NH4)2 SO4 . 6 H2O = mol  Mr
= 0,02 mol  399,5 g/mol
= 7,99 gram
Rendemen Berat praktek
=  100 % Berat teori

6,1 gram
=  100 %
7,99 gram
= 76 %

b) Pembuatan garam kompleks tetrammincopper (II) sulfat monohidrat CuSO4 (NH4)2 SO4 . H2O
Diketahui : mol CuSO4.H2O = 0,02 mol
Berat praktek = 4,54 gram
Mr Cu(NH3)4SO4.H2O = 245,62 g/mol
Ditanya : Rendemen =…….?
Peny :
Reaksi yang terjadi:
4NH4OH + CuSO4 5H2O + H2O  Cu(NH3)4SO4.H2O + 8 H2O
1 mol CuSO4 5H2O 1 mol Cu(NH3)4SO4.H2O
Massa Cu(NH3)4SO4.H2O = mol x Mr

Massa Cu(NH3)4SO4.H2O = 0,02 mol x 245,62 g/mol
= 4,912 gram
Rendemen = Berat praktek x 100%
Berat teori
= 4,54 gram x 100%
4,912 gram
= 92 %


H. PEMBAHASAN
a) Pembuatan Garam Rangkap Kupri Ammonium Sulfat CuSO4 (NH4)2 SO4 . 6 H2O
Pembuatan garam rangkap kupri ammonium sulfat, dengan melarutkan kristal CuSO4.5H2O dan Kristal (NH4)2 SO4 dalam aquadest menghasilkan larutan yang berwarna biru muda. Lalu dipanaskan agar kristal dapat melarut dan proses reaksi dapat dipercepat akibat pemanasan. Larutan dibiarkan menjadi dingin pada suhu kamar sampai terbentuk kristal. Kemudian kristal disaring untuk memisahkan kristal dari larutannya. Kristal yang diperoleh dikeringkan agar air yang masih ada pada kristal menguap sehingga diperoleh kristal yang betul-betul kering. Setelah ditimbang, diperoleh berat kristal 6,1 gram.
Adapun reaksinya:
CuSO4 5 H2O + (NH4)2 SO4 + H2O  CuSO4 (NH4)2 SO4 . 6 H2O
Kristal biru muda
Dari hasil reaksi di atas terlihat bahwa terbentuk garam kupri ammonium sulfat, CuSO4 (NH4)2 SO4 . 6 H2O apabila yang merupakan garam rangkap, karena garam rangkap dibentuk apabila dua garam mengkristal bersama-sama dengan perbandingan molekul tertentu. Garam-garam itu memiliki struktur sendiri dan tidak harus sama dengan struktur garam komponennya. Dari hasil analisis data diperoleh rendemen sebesar 76 %. Dari hasil rendemen dapat diketahui bahwa masih ada Kristal yang belum terbentuk.
b) Pembuatan Garam Kompleks Tetrammincopper (II) Sulfat Monohidrat Cu(NH3)4SO4.H2O
Pada pembuatan garam ini, larutan ammonia yang berfungsi sebagai penyedia ligan, dengan Kristal CuSO4.5H2O yang berfungsi sebagai penyedia atom pusat, diencerkan dengan aquadest dimana H2O ini sebagai pengkompleks Cu2+ yang kemudian ligan H2O ini diganti oleh NH3 karena NH3 sebagai ligan kuat yang dapat mendesak ligan netral H2O sehingga warnanya berubah dari biru menjadi biru tua. Ditambahkan etil alkohol setetes demi tetes agar alkohol tidak bercampur dengan larutan melainkan dapat menutupi larutan. Karena jika tercampur, etil alcohol dapat bereaksi dengan atom pusat Cu2+ membentuk Cu(OH)2. Reaksinya:
Cu2+ + 2OH- Cu(OH)2
Adapun fungsi etil alcohol yaitu mencegah terjadinya penguapan pada ammonia, karena apabila ammonia menguap, maka ligan akan habis sebab ammonia merupakan penyedia ligan. Didinginkan pada es batu agar proses pembentukan kristal lebih cepat, kemudian disaring untuk memisahkan kristal dari larutannya. Setelah itu kristal dicuci dengan ammonia hidroksi untuk mempermantap ligan dan dicuci dengan etil alcohol untuk mengikat air. Kemudian kristal dikeringkan dan ditimbang diperoleh berat Kristal 4,54 gram. Adapun reaksinya:
4 NH4OH + CuSO4 5H2O + H2O  Cu(NH3)4SO4.H2O + 8 H2O
Dari reaksi di atas terlihat bahwa terbentuk garam kompleks tetrammincopper (II) sulfat monohidrat, Cu(NH3)4SO4.H2O, kristal berwarna biru tua. Dari hasil analisis data diperoleh rendemen sebesar 97 %. Rendemen yang diperoleh ini sudah cukup baik, karena berarti kristal yang diperoleh sudah benar-benar kering.
c) Perbandingan Beberapa Sifat Garam Tunggal, Garam Rangkap, dan Garam Kompleks.
1. Kristal kupri sulfat anhidrat, CuSO4 anhidrat direaksikan dengan aquadest (H2O) menghasilkan larutan biru muda, dimana CuSO4 anhidrat merupakan penyedia atom pusat dan H2O merupakan penyedia ligan. Lalu direaksikan lagi dengan NH4OH yang merupakan penyedia ligan dihasilkan larutan biru tua. Terjadinya perubahan warna larutan karena terjadi pergantian ligan H2O menjadi NH3. Adapun reaksi yang terjadi:
CuSO4 + 4 H2O [Cu(H2O)4]2+ + SO42-
[Cu(H2O)4]2+ + 4 NH3 [Cu(NH3)4]2+ + 4 H2O
2. Garam rangkap dilarutkan dalam H2O menghasilkan larutan biru muda pekat, lalu diencerkan dengan H2O menghasilkan larutan biru muda encer. Hal ini karena garam rangkap terurai menjadi ion-ion penyusunnya sehingga menghasilkan warna biru muda encer. Adapun reaksinya:
CuSO4(NH4)2 SO4. 6 H2O + H2O Cu2+ + 2 SO4 + 2 NH4+ + H2O
Garam kompleks dilarutkan dalam H2O menghasilkan larutan biru tua. Lalu diencerkan dengan H2O lagi menghasilkan larutan biru muda encer. Hal ini karena garam kompleks terurai menjadi ion-ion penyusunnya. Adapun reaksinya:
Cu(NH3)4SO4.H2O + H2O [Cu(NH3)4]2+ + SO42- + 2 H2O
3. Kristal garam rangkap dipanaskan melepaskan uap H2O yang tidak menimbulkan bau, sedangkan kristal garam kompleks menghasilkan gas ammonia (NH3).
Adapun reaksinya:
CuSO4(NH4)2SO4. 6 H2O CuSO4 + (NH4)2SO4 + 6 H2O ↑
Cu(NH3)4SO4.H2O CuSO4 (s) + H2O (l) + ↑ NH3 (g)

I. PENUTUP
a) Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
1. Garam rangkap CuSO4(NH4)2SO4.6H2O dapat dibuat dari garam CuSO4.5H2O dan (NH4)2SO4 dengan berat yang diperoleh sebesar 7,99 gram dan rendemenya 76 %.
2. Garam kompleks Cu(NH3)4SO4.H2O dapat dibuat dari garam CuSO4.5H2O dan larutan NH4OH dengan berat yang diperoleh 4,912 g dan rendemen 92 %.
3. Garam CuSO4(NH4)2SO4.6H2O terionisasi menjadi Cu2+, SO42+, NH4+, dan H2O. sedangkan garam Cu(NH3)4SO4.H2O menjadi [Cu(NH3)4]2+ dan SO42+.
4. Garam rangkap CuSO4(NH4)2SO4.6H2O bila dipanaskan tidak menghasilkan bau. Sedangkan garam kompleks Cu(NH3)4SO4.H2O menghasilkan bau amoniak.

b) Saran
Diharapkan kepada praktikan selanjutnya untuk lebih teliti dalam melakukan percobaan khususnya pada saat mereaksikan zat dan penimbangan.


DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. Pembuatan Garam Kompleks dan Garam Rangkap. http://annisanfushie.wordpress.com. Diakses tanggal 7 Mei 2010
Muliyono. 2005. Kamus Kimia. Bandung : Bumi Aksara

Kristian, Sugiarto. 2003. Kimia anorganik II. Yogyakarta: Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA UNY

Ramiawati. 2005. Buku Ajar Kimia Anorganik Fisik. Makassar Jurusan Kimia FMIPA UNM.

Tim Dosen. 2010. Penuntun Praktikum Kimia Anorganik. Makassar: Laboratorium Kimia FMIPA UNM.

Wilkinson, Cotton. 1989. Kimia Anorganik Dasar. Jakarta: UI- Press.

» Selengkapnya...

Ion Kompleks Tetraaminkarbonatonikel (III)

Judul Percobaan
Ion Kompleks Tetraaminkarbonatonikel (III)


Tujuan Percobaan
Mempelajari cara pembuatan, cara pemurnian, dan karakterisasi ion kompleks [Ni(NH3)4CO3]+

Landasan Teore
Suatu ion kompleks didefinisikan sebagai ion yang tersusun dari atom pusat yang mengikat secara koordinasi sejumlah ion atau molekul netral. Ion atau molekul netral sebagai spesies terikat pada atom pusat dalam suatu ion kompleks biasanya dinamakan ”ligan”. Spesies ini memiliki satu pasang atau lebih elektron bebas dan berperan sebagai donor pasangan elektron pada pembentukan ikatan koordinasi (Tim Dosen Kimia Anorganik, 2010 : 22).
Dalam Pelaksanaan analisis anorganik kualitatif, banyak digunakan reaksi-reaksi yang menghasilkan pembentukan kompleks. Suatu ion (atau molekul) kompleks terdiri dari satu atom (ion) pusat dan sejumlah ligan yang terikat erat dengan atom (ion) pusat itu. Jumlah relatif komponen-komponen ini dalam kompleks yang stabil nampak mengikuti stoikiometri yang sangat tertentu, meskipun tidak dapat ditafsirkan dalam lingkup konsep valensi yang klasik. Atom pusat ini ditandai oleh bilangan koordinasi adalah 6 (Seperti dalam kasus Fe2+, Fe3+, Zn2+, Cr3+, Co3+, Cd3+), kadang-kadang 4 (Cu2+, Cu+, Pt2+), tetapi bilangan-bilangan 2(Ag+) dan 8 (beberapa ion dari golongan platinum) juga terdapat (Svehla, 1990 : 95).
Senyawa yang tersusun atas satu atom pusat, biasanya logam atau kelompok atom seperti VO, VO2, dan TiO yang dikelilingi oleh sejumlah anion atau molekul disebut senyawa kompleks. Anion atau molekul netral yang mengelilingi atom pusat atau kelompok atom itu disebut ligan. Jika ditinjau dari sistem asam-basa lewis, atom pusat atau kelompok atom dalam senyawa kompleks tersebut bertindak sebagai asam Lewis, sedangkan linggannya bertindak sebagai basa Lewis. Ikatan yang terjadi antara ligan dan atom pusat merupakan ikatan kovalen koordinasi sehingga senyawa kompleks disebut juga senyawa koordinasi. Jumlah ligan yang mengelilingi atom pusat menyatakan bilangan koordinasi. Jumlah muatan kompleks ditentukan dari penjumlahan muatan ion pusat dan jumlah muatan yang membentuk kompleks (Ramlawati, 2005 : 1).
Zat padat dapat dibedakan antara zat padat kristal dan amorf. Dalam kristal, ataom atau molekul penyusun memiliki struktur tetap (tetapi dalam amorf tidak) dan titik leburnya pasti. Zat padat memiliki volume dan bentuk tetap. Ini disebabkan karena molekul-molekul dalam zat padat menduduki tempat yang gelap dalam kristal. Molekul-molekul zat padat juga mengalami gerakan namun sangat terbatas (Anonim, 2010).
Ion-ion dan molekul-molekul anorganik sederhana seperti NH3, CN-, Cl-, H2O membentuk ligan monodentat, yaitu satu ion atau molekul menempati salah satu ruang yang tersedia di sekitar ion pusat dalam bulatan koordinasi, tetapi ligan bidentat (seperti ion dipiridil). Rumus dan nama beberapa ion kompleks adalah sebagai berikut :
[Fe(CN)6]4+ heksasianoferrat (II)
[Fe(CN)6]3- heksasianoferrat (III)
[Cu(NH3)4]2+ tetraamintembaga (II)
[Cu(NH3)4]3- tetraaminkuprat (III)
[Co(CO)4]3- tetrakarbonilkobaltat (III)
[Ag(CN)2]- disianoargentat (I)
[Ag(S2O3)2]3- ditiosulfatoargentat (I)
Dari contoh-contoh ini, kaidah tatanama nampak jelas (Oxtoby, 2007 ; 97).
Bilangan koordinasi menyatakan jumlah ruangan yang tersedia sekitar atom atau ion pusat dalam apa yang disebut bulatan koordinasi, yang masing-masing dapat dihuni satu ligan (monodentat). Susunan logam-logam sekitar ion pusat adalah simetris. Jadi, suatu kompleks dengan satu atom pusat dengan bilangan koordinasi 6, terdiri dari ion pusat, dipusat suatu oktahedron (Svehla, 1985 ; 56).
Karena kebanyakan reaksi dimana kompleks terbentuk berlangsung larutan air, salah satu reaksi yang sangat mendasar untuk dipelajari dan dipahami adalah dimana molekul-molekul air disekeliling kation dalam larutan air dipindahkan dari kulit koordinasi dan diganti oleh ligan lain masuk disini adalah kasus dimana ligan yang baru semata-mata molekul lain, yakni reaksi pertukaran air. Dengan beberapa pengecualian misalnya [Cr(H2O)6]3+, [Rh(H2O)6]3+ reaksi tersebut sangat cepat dan harus dipelajari dengan metode relaksasi (Cotton, 1989 : 168).
Molekul ataupun ion yang bertindak sebagai ligan umumnya mengandung suatu ligan atom elektronegatif, seperti nitrogen, oksigen, atau salah satu halogen. Ligan yang hanya memiliki satu pasang elektron menyendiri misalnya NH3 dikatakan unidentat. Ligan yang memiliki dua gugus yang mampu membentuk dua ikatan dengan atom sentral disebut bidentat. Salah satu contoh adalah etilendiamina, NH2CH2CH2NH2 dimana dua atom nitrogen ini memiliki pasangan elektron menyendiri. Ion tembaga (II) membentuk suatu kompleks dengan dua molekul etilendiamina cincin yang dibentuk oleh interaksi sebuah ion logam dengan dua gugus fungsional dalam ligan yang sama disebut cincin sepit, molekul organiknya adalah zat penyepit dan kompleks itu disebut senyawa sepit

Alat dan Bahan
Alat
Gelas kimia 100 mL 2 buah
Gelas Kimia 250 mL 2 buah
Gelas ukur 10 mL 1 buah
Gelas ukur 50 mL 1 buah
Batang pengaduk 2 buah
Lampu spiritus 1 buah
Kaki tiga dan kasa asbes 1 buah
Erlenmeyer 250 mL 1 buah
Corong biasa 1 buah
Botol semprot 1 buah
Kaca arloji 2 buah
Pipet tetes
Neraca analitik
Kulkas

Bahan
Ni(NO3)2.6H2O (nikel (II) nitrat heksahidrat) padat
(NH4)2CO3 (ammonium karbonat)
NH4OH (ammonium hidroksida) pekat
H2O2 30% (hidrogen peroksida)
H3O+ (aquadest)
Aluminium foil
Es batu
Kertas saring
Korek api
Tissu

Cara Kerja
Menimbang 7,5 gram kristal Ni(NO3)2.6H2O kemudian melarutkannya dalam 15 mL aquadest hingga diperoleh larutan nikel yang homogen.
Menimbang 10 gram kristal (NH4)2CO3 dan melarutkannya dengan 30 mL aquadet kemudian menambahkan 30 mL NH4OH pekat hingga terbentuk larutan homogen
Mencampurkan larutan (2) ke dalam larutan nikel
Menambahkan secara perlahan-lahan 4 mL H2O2 30% ke dalam larutan
Memanaskan larutan kemudian menambahkan 2,5 gram (NH4)2CO3 sedikit demi sedikit saat proses pemanasan.
Mengaduk larutan selama proses pemanasan dan menjaga larutan agar tidak mendidih
Menghentikan pemanasan saat volume larutan telah menjadi ± 50 mL
Menyaring larutan hasil pemanasan kemudian filtrat dibiarkan dalam air es
Menyaring larutan (jika terbentuk kristal) kemudian mencucinya dengan aquadest dan etanol.

Hasil Pengamatan
7,5 gram Ni(NO3)2.6H2O + 15 mL Aquadest  larutan 1 (hijau)
10 gram (NH4)2CO3 + 30 mL aquadest + 30 mL NH4OH pekat  larutan 2 (bening)
Larutan 1 (hijau) + larutan 2 (bening)  larutan biru tua diaduk dan dipanaskan larutan biru tua 50 mL + endapan hijau disaring larutan biru tua

Analisis Data
Dik : m Ni(NO3)2.6H2O = 7,5 gram
m (NH4)2CO3 = 10 gram
Mm Ni(NO3)2.6H2O = 290,71 g/mol
Mm (NH4)2CO3 = 96 g/mol
Mm [Ni(NH3)4CO3]+ = 249,71 g/mol
Dit : m [Ni(NH3)4CO3]+ ......?
Peny :
"n Ni" ("NO3" )"2.6H2O = " "m Ni" ("NO3" )"2.6H2O" /"Mm Ni" ("NO3" )"2.6H2O" "= " "7,5 gram" /(290,71 gram/mol)=0,026 mol
n "(NH4)2CO3 = " (m (NH4)2CO3)/(Mm (NH4)2CO3)= (10 gram)/(96 gram/mol)=0,104 mol

Ni3+ + (NH4)2CO3  [Ni(NH3)4CO3]+
mula-mula : 0,026 mol 0,104 mol -
bereaksi : 0,026 mol 0,026 mol 0,026 mol
sisa : - 0,076 mol 0,026 mol
maka,
m [Ni(NH3)4CO3]+ = n x Mm
= 0,026 mol x 249,71 gram/mol
= 6,492 gram


Pembahasan
Ion kompleks didefinisikan sebagai ion yang tersusun dari atom pusat yang mengikat secara koordinasi sejumlah ion atau molekul netral. Dalam percobaan ini, ion kompleks [Ni(NH3)4CO3]+ akan dibuat dari senyawa asal garam nikel, Ni(NO3)2.6H2O. pertama-tama kristal garam Ni(NO3)2.6H2O dilarutkan dengan aquadest agar dapat terionisasi menjadi ion-ion penyusunnya. Pada proses pelarutan Ni(NO3)2.6H2O, akan terjadi penggantian molekul-molekul NO3- dengan molekul H2O membentuk kompleks [Ni(H2O)6]2+ sehingga larutan menjadi berwarna hijau. Reaksi yang terjadi :
Ni(NO3)2.6H2O  [Ni(H2O)6]2+ + 2NO3-
Selanjutnya, dibuat pula campuran kristal (NH4)2CO3 yang dilarutkan dengan aquadest untuk membebaskan NH4+ dan CO32- menurut reaksi :
(NH4)2CO3  2NH4+ + CO32-
Larutan ini berfungsi sebagai penyedia ligan amin (NH3) dan karbonato (CO32-). Selanjutnya ditambahkan dengan NH4OH pekat yang berfungsi untuk memperkuat spesi ligan amin (NH3). Reaksi yang terjadi yaitu :
2NH4+ + CO32- + 2NH4OH  4NH3 + H2CO3 + 2H2O
Selanjutnya campuran yang terbentuk ini ditambahkan ke dalam larutan nikel yang kemudian membentuk larutan berwarna biru tua. Pada proses ini, terjadi pendesakan ligan H2O oleh NH3 sehingga terjadi penggantian ligan H2O dengan NH3. Hal ini karena H2O merupakan ligan lemah sedang NH3 merupakan ligan kuat. Adapun reaksi yang terjadi, yaitu :
[Ni(H2O)6]2+ + 4NH3  [Ni(NH3)4]2+ + 6H2O
[Ni(NH3)4]2+ + H2O + H2CO3  [Ni(NH3)4CO3]+ + 2H2O
Setelah itu larutan ditambahkan dengan H2O2 30% yang berfungsi untuk mengoksidasi Ni2+ menjadi Ni3+. Reaksi yang terjadi, yaitu :
Ni2+ + H2O2  Ni3+ + 2H2O + O2
Setelah itu larutan dipanaskan perlahan-lahan sambil diaduk. Pengadukan berfungsi untuk mempercepat reaksi karena akan mempercepat terjadinya tumbukan antar partikel-partikel penyusunnya. Pemanasan berfungsi untuk menguapkan H2O yang ada pada larutan. Dalam hal ini, H2O merupakan spesi yang tidak diperlukan dan merupakan spesi pengganggu dalam pembentukan ion kompleks [Ni(NH3)4CO3]+ karena H2O dapat menghasilkan ligan OH- yang dapat menghambat pembentukan ion kkompleks [Ni(NH3)4CO3]+. Selain itu, H2O dalap melarutkan kristal yang terbentuk karena kristal yang terbentuk bersifat mudah larut dalam air.
Selama pemanasan, ditambahkan sedikit demi sedikit (NH4)2CO3 untuk penyempurnaan atau memperkuat spesi ligan amin (NH3). Pemanasan dijaga agar tidak mendidih. Hal ini dilakukan agar NH3 tidak ikut menguap. Hal ini karena, jika NH3 menguap maka ligan NH3 yang diharapkan pada percobaan tidak tersedia lagi sehingga kompleks yang diinginkan tidak terbentuk.
Pemanasan dilakukan sampai volume larutan 50 mL kemudian disaring dan filtratnya didiamkan di dalam lemari es. Namun, pada percobaan ini tidak terbentuk kristal. Hal ini disebabkan karena cara pengadukan dan pemanasan yang kurang baik.
Adapun struktur [Ni(NH3)4CO3]+ sebagai berikut
NH3
NH3 O
Ni3+ C = O
NH3 O

NH3

Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Dari hasil percobaan, dapat disimpulkan bahwa ion kompleks [Ni(NH3)4CO3]+ dapat dibuat dari Ni(NO3)2.6H2O dan (NH4)2CO3. Kristal [Ni(NH3)4CO3]+ dapat dimurnikan dengan cara dicuci dengan air dan etanol.

Saran
Sebaiknya proses pemanasan dan pengadukan dilakukan dengan hati-hati agar diperoleh kristal yang diharapkan

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. Interaksi Antar Bahan Terlarut. Http://benito.staff.ugm.ac.id/interaksi%20antar%20bahan%20terlarut.html diakses pada 18 Mei 2010.
Cotton, Wilkinson. 1989. Kimia Anorganik Dasar. Jakarta : UI-Press.
Oxtoby. 2001. Kimia Modern. Jakarta : Erlangga.
Ramlawati. 2005. Buku Ajar Kimia Anorganik Fisik. Makassar : Jurusan Kimia, FMIPA, UNM.

Svehla. 1990. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Bagian 1. Jakarta : PT Kalman Media Pustaka.
Tim Dosen Kimia Anorganik. 2010. Penuntun Praktikum Kimia Anorganik. Makassar : Laboratorium Kimia, FMIPA, UNM.
Underwood dan Day. 2005. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta : Erlangga.

» Selengkapnya...

Penentuan Berat Molekul (Mr) Berdasarkan Penurunan Titik Beku Larutan

Judul Percobaan
Penentuan Berat Molekul (Mr) Berdasarkan Penurunan Titik Beku Larutan

Tujuan Percobaan
Menentukan berat molekul (Mr) naftalena berdasarkan penurunan titik beku larutannya dalam pelarut benzen murni.

Landasan Teore
Sifat koligatif larutan adalah sifat larutan yang tidak bergantung pada macamnya zat terlarut tetapi semata-mata hanya ditentukan oleh banyaknya zat terlarut (konsentrasi zat terlarut), (Anonim, 2010).
Menurut Anonim (2010), apabila suatu belarut ditambah dengan sedikit zat terlarut, maka akan didapatkan suatu larutan yang mengalami:
Penurunan tekanan uap jenuh
Kenaikan titik didih
Penurunan titik beku
Tekanan osmosis
Titik leleh (atau titik beku), suatu zat adalah temperature pada mana fase padat dan cair ad dal;am kesetimbangan. Jika kesetimbangan semacam itu diganggu dengan menembahkan atau menarik energy panas, system akan berubah dengan membentuk lebih banyak zat cair atau lebih banyak zat padat. Namun temperature akan tetap pada titik leleh selama kudua fase itu masih ada (Handayana, 1989 : 304).
Titik didih suatu cairan berubah secara nyata dengan berubahnya tekanan luar. Tetapi, selisih tekanan yang kecil, seperti berubahnya tekanan udara, mempunyai pengaruh yang dapat diabaikan pada titik beku suatu cairan. Penambahan tekanan yang besar memang menyebabkan fase yang volumenya lebih kecil, lebih disukai. Untuk kebanyakan zat, keadaan zat padat lebih rapat volume lebih kecil untuk bobot tertentu) daripada keadaan cair (Handayana, 1989 : 304).
Peralihan wujud zat ditentukan oleh suhu dan tekanan. Contohnya air pada tekanan 1 atm mempunyai titik didih 1000C dan titik beku 0 0C. Jika air mengandung zat terlarut yang sukar menguap (misalnya gula), maka titk didihnya akan lebih besar dri 100 0C. dantitik bekunya lebih kecil dari 0 0C. perbedaan itu disebut kenaikan titik didh dan penurunan titik beku (∆Tf) (Sukri, 1999).
Penyimpangan itu diterangkan dengan bantuan bantuaan diagram fase cair yang tealh dibahas. Suatu caitan akan mendidih bila tekanan uapnya sama dengan tekanan luar, yaitu 1 atm. Akan tetapi jika ada zat terlarut, maka tekanan uapnya turun sebesar P atau cc’. akibatnya, untuk mendidih diperlukan suhu lebih (Sukri, 1999).
Dengan menggunakan penurunan rumus yang sama dengan yang digunakan dalam keanaikan titik didih, diperoleh bahwa penurunan titik beku juga sebanding dengan konsentrasi zat terlarut (molalitas). Dengan penurunan rumus yang sama dengan pada kenaikan titik didih akan diperoleh persamaan :
Tb = -Kb m2
Kb = konstanta krioskopik atau konstanta penurunan titik beku
m = molalitas larutan
pada kenyataannya, persamaan di atas hanya berlaku untuk larutan yang mengandung zat terlarut non volatil, tetapi juga berlaku untuk larutan yang mengandung zat terlarut volatil (Bird, 1987 : 188).
Konsentrasi zat ialah jumlah mol per satuan volume. Satuan SI mol per meter kubik memudahkan pekerjaan kimia sehingga molaritas yang didefinisikan sebagai jumlah mol zat terlarut per liter larutan, yang digunakan :
Molaritas = (mol zat terlarut)/(Liter larutan ) = mol. L-1
”M” adalah singkatan untuk ”mol perliter” 0,1 M (dibaca 0,1 molar) larutan HCl memiliki 0,1 mol HCl (bedisosiasi menjadi ion-ionnya) per liter larutan. Molaritas merupakan cara yang lazim untuk menyatakana komposisi larutan encer. Untuk pengukuran yang cermat, cara ini kurang menguntungkan karena sedikit ketergantungannya pada suhu. Jika larutan dipanaskan, atau didinginkan, volumenya berubah, sehingga jumlah zat terlarut per liter larutan juga berubah (Oxtoby, 2001 :154).
Molalitas adalah nisbah massa dan ini tidak bergantung pada suhu. Molalitas didefinisikan sebagai jumlah mol zat terlarut per kilogram pelarut:
Molaritas = (mol zat terlarut)/(Kilogram pelarut) = mol.Kg-1
Karena air memiliki rapatan 1,009 cm-3 pada 20 oC maka 1,00 L air bobotnya 1,00 x 103 gram atau 1,00 Kg dalam air. Jadi molaritas dan molalitas hampir sama nilainya (Oxtoby, 2001 :154).
Tekanan uap suatu zat cair menentukan titik beku (dan juga titik didih) dari zat cair itu sendiri. Adanya zat terlarut di dalam suatu pelarut dapat menyebabkan perubahan tekana uap, dan berarti menyebabkan perubahan titik beku (Tim Dosen Kimia Fisik, 2010 : 29).
Dengan menggunakan persamaan Cousius-Clapeyron, maka terhadap larutan ideal yang encer berlaku :
ln Po/P = Hf/R x T/ToT
ln Po/P = XB
dari kedua persamaan ini diperoleh:
XB = Hf/R x T/ToT
Dimana Hf = entalpi pembekuan; R = Tetapan gas dan XB = mol fraksi zat terlarut. Jika T = Tf (penurunan titik beku) dan nilai T = To sehingga (ToT) = To2, disubstitusi ke persamaan di atas maka diperoleh :
Tf = RT2/Hf x XB
Sementara itu untuk larutan encer berlaku XB = nB/npelarut dan bila dinyatakan ke dalam ke satuan molalitas diperoleh hitungan :
XB = nB/n pelarut = (MA/1000)m
Dengan m adalah molalitas zat terlarut, persamaan ini dapat diubah menjadi
Tf = RT2MA/1000Hf. m (Tim Dosen Kimia Fisik 2010 : 29).

Alat dan Bahan
Alat
Gelas kimia 1000 mL 1 buah
Gelas kimia 50 mL 1 buah
Gelas ukur 50 mL 1 buah
Tabung reaksi besar 1 buah
Thermometer -10oC – 50oC 1 buah
Botol semprot 1 buah
Batang pengaduk 1 buah
Stopwatch 1 buah
Neraca analitik 1 buah

Bahan
Benzena (C6H6)
Naftalena (C10H8)
Es batu
Aquadest

Prosedur Kerja
Penentuan titik beku pelarut
Memasukkan 30 mL benzene ke dalam tabung reaksi besar
Menempatkan thermometer dan batang pengaduk dalam tabung reaksi tersebut
Meletakkan tabung reaksi ke dalam gelas kimia yang berisi es batu
Mengaduk larutan secara perlahan
Membaca skala thermometer (Suhu) setiap 30 detik samapai suhu konstan pada 4-5 kali pembacaan
Mengeluarkan tabung dari gelas kimia dan dibiarkan pada suhu kamar

Penentuan titik beku larutan
Menimbang 0,8435 gram (0,25 molal) naftalena
Memasukkan zat hasil penimbangan ke dalam tabung reaksi yang berisi pelarut kemudian mengaduk sampai larut
Memasukkan tabung reaksi ke dalam gelas kimia yang berisi es batu
Mencatat suhu larutan setiap 30 detik sampai suhu konstan pada 4-5 kali pembacaan
Menimbang kembali 1,6869 gram (0,5 molal) naftalena dan memasukkan dalam 30 mL pelarut benzene
Megulangi cara kerja 3-4

Hasil Pengamatan
Penentuan Suhu pelarut per 30 detik
Waktu ke- 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Suhu (oC) 26 23 21 19 18 16 12 9 6 6 6
Suhu konstan = 6 oC
Penentuan suhu larutan per 30 detik
m benzene = 30 mL x 0,08786 gram/mL
= 26,3580 gram
Molalitas larutan = 0,25 m
Massa benzene = 0,8435 gram
Waktu ke- 1 2 3 4 5 6 7 8
Suhu (oC) 18 9 6 4,5 4 4 4 4
.suhu konstan = 4oC

Massa naftalena = 1,687 gram
Waktu ke- 1 2 3 4 5 6 7 8
Suhu (oC) 20 11 6 5 3 3 3 3
Suhu konstan = 3 oC


Analisis Data
Penentuan massa pelarut benzene
Massa jenis benzene = 0,8786 gram/mL
Volume benzene = 30 mL
m = ρ .v
= 0,8786 gram/mol x 30 mL
= 26,3580 gram
Penentuan massa naftalena
Mm naftalena = 128 g/mol
Massa benzena = 26,3580 gram
Larutan 0,25 molal
m = 1000/p x(massa naftalena)/Mm
0,25 molal = 1000/(26.3580 g) x(massa naftalena)/(128 g/mol)
Massa naftalena =(0,25 molal .26,3580 gram .128 g/mol)/1000
= 0,8435 garam
Larutan 0,5 molal
m = 1000/p x(massa naftalena)/Mm
0,5 molal = 1000/(26.3580 g) x(massa naftalena)/(128 g/mol)
Massa naftalena =(0,5 molal .26,3580 gram .128 g/mol)/1000
= 1,6869 garam
Penentuan Mr naftalena berdasarkan titik beku larutan
Dik ; Tf benzene = 6oC
Tf larutan 0,25 molal = 4oC
Tf larutan 0,5 molal = 3oC
M benzene = 26,3580 gram
Dit : Mr naftalena…?
Peny :
Konsentrasi larutan 0,25 molal
∆Tf = Kf x m
Kf = ∆Tf/molal
∆Tf = Tf0 - Tf
= 6 – 4
= 3oC
Maka,
Kf = ∆Tf/molal
Kf = 2/0,25
= 8 oC/molal
Sehingga
∆Tf = Kf (m naftalena)/(Mr ) x 1000/(m benzena)
Mr = Kf (1000 m naftalena)/(m benzena. ∆Tf)
= 8 (1000 x 0,8435 gram)/(26,3580 gram. (6-4)C)
= (6748 gram C/molal)/(52,716 gram C)
= 128,0067 gram/mol
Konsentrasi larutan 0,25 molal
Kf = ∆Tf/molal
∆Tf = Tf0 - Tf
= 6 – 3
= 3oC
Maka,
Kf = ∆Tf/molal
Kf = 3/0,25
= 6 oC/molal
Sehingga
Mr = Kf (1000 m naftalena)/(m benzena. ∆Tf)
= 6 (1000 x 1,6869 gram)/(26,3580 gram. (6-3)C)
= (10121,4 gram C/molal)/(79,079 gram C)
= 127,9991 gram/mol

Pembahasan
Percobaan ini pada dasarnya bertujuan untuk menentukan berat molekul (Mr) naftalena berdasarkan penurunan titik beku larutan dengan menggunakan pelarut benzene. Langkah pertama yang dilakukan yaitu menentukan titik beku pelarut murni (benzene) dengan cara mendinginkan benzene dalam air es sambil mengaduk larutan. Fungsi dari pengadukan adalah agar larutan merata (suhu larutan merata). Adapun suhu konstan yang diperoleh yaitu 6oC. suhu konstan ini dinyatakan sebagai titik beku benzene. Hal ini sudah sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa titik beku benzene adalah 6oC.
Tahap selanjutnya yaitu menentukan titik beku larutan. Dalam percobaan ini, digunakan larutan naftalena dengan konsentrasi berbeda yaitu 0,25 molal dan 0,5 molal. Hal ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan jumlah zat terlarut terhadap penurunan titik beku. Pada larutan dengan konsentrasi o,25 molal digunakan naftalena sebanyak 0,8435 gram sedang 0,5 molal sebanyak 1,6869 gram. Naftalena ini kemudian ditambahkan ke dalam larutan benzene dan diaduk dengan tujuan agar larutan selalu homogeny. Pada larutan dengan konsentrasi 0,25 molal diperoleh titik beku larutan sebesar 4oC dengan penurunan titik beku sebesar 2oC. sedang pada larutan dengan konsentrasi 0,5 molal diperoleh titik beku larutan sebesar 3oC dengan penurunan titik beku sebesar 3oC.
Dari hasil analisis data, diperoleh Mr naftalena pada larutan 0,25 molal sebesar 128,0067 gram/mol dan pada larutan 0,5 molal sebesar 127,9991 gram/mol. Hasil yang diperoleh hampir sama dengan Mr teori naftalena yaitu 128 gram/mol.
Pada percobaan ini diketahui bahwa penambahan zat terlarut/konsentrasi larutan berbanding lurus dengan penurunan titik beku.

Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Konsentrasi larutan berbanding lurus dengan penurunan titik beku larutan
Mr naftalena pada larutan 0,25 molal yaitu 128,0067 gram/mol sedang pada larutan 0,5 molal yaitu 127,9991 gram/mol

Saran
Sebaiknya praktikan lebih teliti dalam pembacaan suhu/skala termometer


DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. Sifat Koligatif Larutan. http://www.chem-is-try.org/materi-kimia/kimia-smk/kelas-10/sifat-koligatif-larutan/ diakses pada 24 Mei 2010.
Bird, Tony. 1987. Kimia Fisik Untuk Universitas. Jakarta : PT Gramedia.
Hadyana, Pudjaamaka. 1994. Kimia Fisik Universitas Edisi Keenam Jilid 1. Jakarta : Erlangga.
Oxtoby, dkk. 2001. Prinsip-Prinsip Kimia Modern Edisi Keempat Jilid 1. Jakarta : Erlangga.
Sukri, S. 1999. Kimia Dasar 2. Bandung : Penerbit ITB
Tim Dosen Kimia Fisik. 2010. Penuntun Praktikum Kimia Fisik 1. Makassar : Laboratorium Kimia, FMIPA, UNM.

» Selengkapnya...

Pembuatan Kalium Nitrat dan Natrium Klorida

Judul Percobaan
Pembuatan Kalium Nitrat dan Natrium Klorida

Tujuan Percobaan
Membuat kalium nitrat dan natrium klorida
Menguji tingkat kemurnian kalium nitrat dan natrium klorida
Mengetahui pengaruh suhu terhadap pembentukan Kristal natrium klorida dan kalium nitrat
Mengetahui bentuk fisik dari kalium nitrat dan natrium klorida

Landasan Teore
Natrium nitrat banyak terdapat di Chili, karena itu senyawa ini dinamakan senyawa chili. Sifatnya higroskopis sehingga untuk berbagai keperluan natrium nitrat yang lebih mudah itu diubah menjadi kalium nitrat. Produksi berbagai garam dari sumbernya bergantung pada prinsip kristalisasi selektif (Tim dosen Kimia Anorganik, 2010 : 8).
Prinsip kristalisasi selektif ini sangat bergantung pada berbagai faktor, yaitu keseimbangan, kelarutan, temperatur, dan konsentrasi keseimbangan. Kalium nitrat dapat dibuat dengan mencampurkan larutan jenuh NaNO3 dengan larutan jenuh KCl. Jadi, dalam larutan terdapat empat jenis ion yaitu Na+, K+, Cl-, dan NO3- yang memungkinkan akan membentuk empat kristal garam yaitu NaCl(s), KCl(s), NaNO3(s), dan KNO3(s) (Tim dosen Kimia Anorganik, 2010 : 8).
Natrium klorida atau sodium klorida (NaCl) yang dikenal sebagai garam adalah zat yang memiliki tingkat osmotik yang tinggi. Zat ini pada proses perlakuan penyimpanan benih realsitran berkedudukan sebagai medium inhibitor yang fungsinya menghambat proses metabolisme benih sehingga perkecambahan pada benih realsitran dapat terhambat (Anonim, 2010).
Natrium klorida juga dikenal dengan garam dapur atau halit adalah senyawa kimia dengan unsur kimia NaCl. Senyawa ini adalah garam yang mempengaruhi salinitas laut dan cairan ekstrakulikuler pada banyak organisme multiseluler. Sebagai komponen utama pada garam dapur, natrium klorida sering digunakan sebagai bumbu dan pengawet makanan (Anonim, 2010).
NaCl dapat dikatakan mempunyai bangunan kemas rapat bangun kubus maka ion Cl- dan ion Na+ yang lebih kecil menempati rongga okatahedral. Salain itu bangun ini juga akan memperlihatkan adanya bentuk kubus pusat muka yang dibangun oleh ion-ion Na+ seperti halnya dibangun ion-ion Cl-. Oleh karena itu, kisi kristal NaCl merupakan dua kisi kubus pusat muka yang saling tertanam di dalamnya (interpenetrasi), (Sugiyarto, 2003 : 36).
Kristal adalah benda padat yang mempunyai permukaan-permukaan datar karena banyak zat padat seperti garam, kuarsa, dan salju ada dalam bentuk-bentuk yang jelas simetris, telah lama para ilmuan menduga bahwa atom, ion, maupun molekul zat padat juga tersususn secara simetris (Svehla, 1986 : 306).
Dari kota Yunani Morphe, bentuk yang sama, dua zat yang mempunyai struktur yang sama dikatakan isomorf. Rumus pasangan zat semacam itu biasanya menunjukkan bahwa angka banding atom-atomnya sama, misalnya
NaI dan MgO = 1:1
K2SO4 dan K2SeSO4 = 2 : 1 : 4
Cr2O3 dan Fe2O3 = 2 : 3
NaNO3 dan CaCO3 = 1 : 1 : 3
Zat-zat isomorf dapat atau tidak dapat mengkristal bersama-sama dalam campuran homogen. Namun kemiripan baik dari rumus maupun sifat-sifat kimia tidaklah menjamin pengkristalan yang homogen. Dua zat serupa yang dikenal baik yang tidak dapat mengkristal secara homogen ialah NaCl dan KCl (Svehla, 1986 : 303).
Senyawa kimia kalium nitrat merupakan sumber alami mineral nitrogen. Senyawa ini tergolong senyawa nitrat dengan rumus kimia KNO3. Salah satu penerapan yang paling berguna pada kalium nitrat adalah dalam produksi asam nitrat dengan menambahkan asam sulfat yang terkonsentrasi pada larutan encer KCl, menghasilkan asam nitrat dan kalium sulfat yang terpisah melalui destilasi fraksional (Anonim, 2010).
Dalam arti yang luas, senyawa kompleks adalah senyawa yang terbentuk karena penggantian dua atau lebih senyawa sederhana yang masing-masingnya dapat berdiri sendiri misalnya dalam proses penggantungan sifat berikut :
A + B AB
Senyawa ini dianggap senyawa kompleks.
Contoh lain yang benar-benar bersifat elektrostatik dapat terjadi dalam larutan ion kalium dan ion nitrat, misalnya ternyata bergabung dalam larutan, meskipun sedikit jumlahnya. Menurut persamaan reaksi berikut :
K+ + NO3- K+NO3-
Dalam persamaan reaksi ini senyawa kompleks K+NO3- disebut pasangan ion atau senyawa kompleks gabungan ion. Reaksi jenis ini terutama terjadi dalam pelarut-pelarut yang mempunyai tetapan dielektrika rendah (Underwood, 2002).
Larutan besi (II) sulfat dan asam sulfat (Uji cincin coklat). Uji ini dilakukan dengan cara ini. Tambahkan 3 mL larutan besi (III) sulfat dalam 2 mL larutan nitrat dan tuangkan 3-5 mL H2SO4 pekat dengan perlahan-lahan hingga membentuk suatu lapisan di sebe;lah bawah campuran tersebut. Cincin coklat ini disebabkan oleh pembentukan kompleks [Fe(NO)]2+
2NO3- + 4H2O + 6Fe2+  6Fe3+ + 2NO2 + 4SO42- + 4H2O
Fe2+ + NO  [Fe(NO)]2+
(Svehla, 1990).

Alat dan Bahan
Alat

Gelas kimia 100 mL 2 buah
Gelas kimia 250 mL 2 buah
Gelas kimia 800 mL 1 buah
Cawan penguap 3 buah
Lampu spiritus 3 buah
Kaki tiga dan kasa asbes 3 buah
Thermometer 110oC 1 buah
Batang pengaduk 3 buah
Corong biasa 2 buah
Tempat roll film 8 buah
Pipet tetes
Neraca analitik
Mikroskop 1 buah
OSE 1 buah
Tabung reaksi sedang 3 buah

Bahan
Air
Kristal KCl
Kristal NaNO3
Kertas saring
AgNO3 0,1 M
HNO3 6 M
FeSO4
H2SO4 pekat
Etanol

Prosedur Kerja
Perlakuan I
Melarutkan 15 gram KCl dalam 50 mL air panas (80oC)
Melarutkan 15 gram NaNO3 dalam 50 mL air panas (80oC)
Mencampurkan kedua larutan di atas
Menguapkan larutan sampai terbentuk Kristal (x)
Menyaring Kristal x yang terbentuk
Mendinginkan filtrat sampai terbentuk Kristal (y)
Menyaring kristal y yang terbentuk
Mengeringkan Kristal x dan y kemudian menimbang hasilnya

Perlakuan II
Melarutkan 15 gram KCl dalam 50 mL air pada suhu kamar
Melarutkan 15 gram NaNO3 dalam 50 mL air pada suhu kamar
Mencampurkan kedua larutan di atas
Mendinginkan larutan sampai terbentuk Kristal (y)
Menyaring Kristal y yang terbentuk
Menguapkan filtrat sampai terbentuk Kristal (x)
Menyring Kristal x yang terbentuk
Mengeringkan Kristal x dan y kemudian menimbang hasilnya

Perlakuan III
Melarutkan 15 gram KCl dalam 50 mL air pada suhu 50oC
Melarutkan 15 gram NaNO3 dalam 50 mL air pada suhu 50oC
Mencampurkan kedua larutan di atas
Mendinginkan larutan sampai terbentuk Kristal (y)
Menyaring Kristal y yang terbentuk
Menguapkan filtrat sampai terbentuk Kristal (x)
Menyaring Kristal x yang terbentuk
Mendinginkan kembali filtrate sampai terbentuk Kristal (y)
Menyaring Kristal y yang terbentuk
Menguapkan filtrat sampai terbentuk Kristal (x)
Menyaring Kristal x yang terbentuk
Mengeringkan Kristal x dan y kemudian menimbang hasilnya
Uji Kemurnian Kristal x dan y
Melakukan uji nyala terhadap Kristal x dan y
Menguji adanya ion klorida dengan cara melarutkan 0,01 gram Kristal dalam 2 mL air yang diasamkan dengan 2 tetes HNO3 6 M kemudian menetesi dengan larutan AgNO3 0,1 M
Menguji adanya ion nitrat dengan melarutkan 0,01 gram Kristal dalam 2 mL air dan ditambahkan 2 mL larutan FeSO4 jenuh. Mengalirkan 1 mL H2SO4 melalui pinggir dalam tabung dengan posisi tabung pada keadaan miring.
Memeriksa dengan mikroskop bentuk Kristal x dan Kristal y kemudian membandingkan hasilnya dengan data dalam handbook

Hasil Pengamatan
Perlakuan 1
50 mL aquadest (80OC) + 15 gram KCl (serbuk putih)  larutan bening A
50 mL aquadest (80OC) + 15 gram NaNO3 (serbuk putih)  larutan bening B
Larutan bening A + larutan bening B dipanaskan larutan bening + Kristal disaring Kristal x dikeringkan Kristal x 13,5 gram
Filtrate didinginkan Kristal + larutan bening disaring Kristal y dikeringkan Kristal y 7,4 gram

Perlakuan II
50 mL aquadest suhu kamar + 15 gram KCl (serbuk putih)  larutan bening A
50 mL aquadest suhu kamar + 15 gram NaNO3 (serbuk putih)  larutan bening B
Larutan bening A + larutan bening B didinginkan larutan bening + Kristal disaring Kristal y dikeringkan Kristal y 12 gram
Filtrate dipanaskan Kristal + larutan bening disaring Kristal x dikeringkan Kristal x 6,8 gram

Perlakuan III
50 mL aquadest (50OC) + 15 gram KCl (serbuk putih)  larutan bening A
50 mL aquadest (50OC) + 15 gram NaNO3 (serbuk putih)  larutan bening B
Larutan bening A + larutan bening B didinginkan larutan bening + Kristal disaring Kristal y1 dikeringkan Kristal y1 10,7 gram
Filtrate 1 dipanaskan Kristal + larutan bening disaring Kristal x1 dikeringkan Kristal x1 10,3 gram
Filtrate 2 didinginkan Kristal + larutan bening disaring Kristal y2 dikeringkan Kristal y2 2 gram
Filtrate 3 dipanaskan Kristal + larutan bening disaring Kristal x2 dikeringkan Kristal x2 2,3 gram

Uji Kemurnian Kristal
Uji Nyala

1X = kuning
1Y = ungu
2X = kuning
2Y = ungu
3X1 = kuning
3Y1 = ungu
3X2 = kuning
3Y2 = ungu

Uji Ion Klorida
Kristal 1X + 2 mL air  larutan bening + 2 tetes HNO3 6 M  larutan bening + AgNO3 0,1 M  endapan putih + larutan keruh
Kristal 1Y + 2 mL air  larutan bening + 2 tetes HNO3 6 M  larutan bening + AgNO3 0,1 M  endapan putih + larutan keruh
Kristal 2X + 2 mL air  larutan bening + 2 tetes HNO3 6 M  larutan bening + AgNO3 0,1 M  endapan putih + larutan keruh
Kristal 2Y + 2 mL air  larutan bening + 2 tetes HNO3 6 M  larutan bening + AgNO3 0,1 M  endapan putih + larutan keruh
Kristal 3X1 + 2 mL air  larutan bening + 2 tetes HNO3 6 M  larutan bening + AgNO3 0,1 M  endapan putih + larutan keruh
Kristal 3Y1 + 2 mL air  larutan bening + 2 tetes HNO3 6 M  larutan bening + AgNO3 0,1 M  endapan putih + larutan keruh
Kristal 3X2 + 2 mL air  larutan bening + 2 tetes HNO3 6 M  larutan bening + AgNO3 0,1 M  endapan putih + larutan keruh
Kristal 3Y2 + 2 mL air  larutan bening + 2 tetes HNO3 6 M  larutan bening + AgNO3 0,1 M  endapan putih + larutan keruh

Uji Ion Nitrat
Kristal 1X + 2 mL air  larutan bening + 2 mL FeSO4  larutan berwarna kehijauan + 1 mL H2SO4¬ pekat  cincin coklat
Kristal 1Y + 2 mL air  larutan bening + 2 mL FeSO4  larutan berwarna kehijauan + 1 mL H2SO4¬ pekat  cincin coklat
Kristal 2X + 2 mL air  larutan bening + 2 mL FeSO4  larutan berwarna kehijauan + 1 mL H2SO4¬ pekat  cincin coklat
Kristal 2Y + 2 mL air  larutan bening + 2 mL FeSO4  larutan berwarna kehijauan + 1 mL H2SO4¬ pekat  cincin coklat
Kristal 3X1 + 2 mL air  larutan bening + 2 mL FeSO4  larutan berwarna kehijauan + 1 mL H2SO4¬ pekat  cincin coklat
Kristal 3Y1 + 2 mL air  larutan bening + 2 mL FeSO4  larutan berwarna kehijauan + 1 mL H2SO4¬ pekat  cincin coklat
Kristal 3X2 + 2 mL air  larutan bening + 2 mL FeSO4  larutan berwarna kehijauan + 1 mL H2SO4¬ pekat  cincin coklat
Kristal 3Y2 + 2 mL air  larutan bening + 2 mL FeSO4  larutan berwarna kehijauan + 1 mL H2SO4¬ pekat  cincin coklat

Bentuk Fisik
Kristal 1x Kristal 1y

Kristal 2x Kristal 2y


Kristal 3x1 Kristal 3y1


Kristal 3x2 Kristal 3y2


Analisis Data
Dik : m KCl = 15 gram
Mm KCl = 74,5 gram/mol
m NaNO3 = 85 gram/mol
Mm NaNO3 = 15 gram
Mm NaCl = 58,5 gram/mol
Mm KNO3 = 101 gram/mol
Dit : m KNO3 teori…..?
M NaCl teori…..?
Rendemen….?
Peny :
n KCl = m/Mm= (15 gram)/(74,5 gram/mol)=0,201 mol
n KCl = m/Mm= (15 gram)/(74,5 gram/mol)=0,201 mol
KCl + NaNO3  KNO3 + NaCl
Mula-mula : 0,201 mol 0,176 mol - -
Bereaksi : 0,176 mol 0,176 mol 0,176 mol 0,176 mol
Sisa : 0,025 mol - 0,176 mol 0,176 mol
m KNO3 teori = n KNO3 x Mm
= 0,176 mol x 101 gram/mol
= 17,776 gram
m NaCl teori = n NaCl x Mm
= 0,176 mol x 58,5 gram/mol
= 10,296 gram
Perlakuan 1
Dik : m KNO3 teori = 17,776 gram
m NaCl teori = 10,296 gram
m KNO3 praktek = 7,4 gram
m NaCl praktek = 13,5 gram
Dit : rendemen….?
Peny :
Rendemen NaCl = (m NaCl praktek)/(m Nacl teori) x 100%
= (13,5 gram)/(10,269 gram) x 100%
= 131,12 %
Rendemen NaNO3 = (m NaNO3 praktek)/(m NaNO3 teori) x 100%
= (7,4 gram)/(17,776 gram) x 100%
= 41,63 %
Perlakuan 2
Dik : m KNO3 teori = 17,776 gram
m NaCl teori = 10,296 gram
m KNO3 praktek = 12 gram
m NaCl praktek = 6,8 gram
Dit : rendemen….?
Peny :
Rendemen NaCl = (m NaCl praktek)/(m Nacl teori) x 100%
= (6,8 gram)/(10,269 gram) x 100%
= 66,06 %
Rendemen NaNO3 = (m NaNO3 praktek)/(m NaNO3 teori) x 100%
= (12 gram)/(17,776 gram) x 100%
= 67,51 %
Perlakuan 3
Dik : m KNO3 teori = 17,776 gram
m NaCl teori = 10,296 gram
m KNO3 praktek = 12,7 gram
m NaCl praktek = 12,6 gram
Dit : rendemen….?
Peny :
Rendemen NaCl = (m NaCl praktek)/(m Nacl teori) x 100%
= (12,6 gram)/(10,269 gram) x 100%
= 122,38 %
Rendemen NaNO3 = (m NaNO3 praktek)/(m NaNO3 teori) x 100%
= (12,7 gram)/(17,776 gram) x 100%
= 71,44 %

Pembahasan
Pembuatan Kristal NaCl dan KNO3
Pada percobaan ini, Kristal NaCl dan KNO3 dibuat dengan 3 perlakuan dimana, perlakuan pertama NaCl dan KNO3 dibuat dengan mereaksikan Kristal KCl yang telah dilarutkan dalam air panas (80oC) dengan Kristal NaNO3 yang juga telah dilarutkan dalam air panas (80oC). pada perlakuan 2, KCl dan NaNO3 dilarutkan masing-masing dalam air (suhu kamar). Pada perlakuan 3, KCl dan NaNO3 dilarutkan dalam air pada suhu 50oC. suhu yang bervariasi ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap pembentukan NaCl dan KNO3. Larutan KCl dan NaNO3 yang digunakan harus dalam keadaan jenuh karena dengan konsentrasi yang tinggi, pembentukan Kristal akan lebih maksimal.
Pada perlakuan pertama dan kedua, kedua larutan tersebut dicampur dan diuapkan untuk menghilangkan kelebihan pelarut. Kristal yang terbentuk pada saat penguapan ini kemudian disaring dan disebut sebagai Kristal x dengan rendemen pada perlakuan pertama = 131,12% dan pada perlakuan 2 = 66,06% dengan berat 1 dan 2 yaitu 13,5 gram dan 6,8 gram.
Selanjutnya filtrate yang diperoleh didinginkan dan terbentuk Kristal y. pada perlakuan pertama sebesar 7,4 gram dengan rendemen sebesar 41,63%. Pada perlakuan 2 sebesar 12 gram dengan rendemen sebesar 67,21%.
Pada perlakuan 3, kedua larutan tersebut (KCL dan NaNO3) dicampur dan diuapkan untuk menghilangkan kelebihan pelarut. Kristal yang terbentuk kemudian disaring dan disebut Kristal X1 dengan berat 10,3 gram. Filtrate kemudian didinginkan dan terbentuk Kristal Y1 dengan berat 10,7 gram. Filtrate kemudian diuapkan kembali dan terbentuk Kristal X2 dengan berat 2,3 gram dan filtrate didinginkan kembali dan terbentuk Kristal Y2 sebesar 2 gram. Sehingga diperoleh rendemen pada Kristal X sebesar 122,38% dan Kristal Y sebesar 71,44%.
Reaksi pada perlakuan 1, 2, dan 3, yaitu :
Reaksi Ionisasi
KCl(s) H2O K+(aq) + Cl-(aq)
NaNO3(s) H2O Na+(aq) + NO3-(aq)
Reaksi pembentukan
K+(aq) + NO3-(aq)  KNO3(s)
Na+(aq) + Cl-(aq)  NaCl(s)
Setelah melihat suhu pembentukan Kristal x dan y, dapat diketahui bahwa Kristal x adalah NaCl dan y adalah KNO3. Hal ini karena Kristal x terbentuk saat diuapkan dimana kelarutan NaCl pada suhu tinggi, rendah sehingga NaCl mengkristal pada suhu tinggi. Sedang Kristal y terbentuk saat didinginkan dimana KNO3 memiliki kelarutan yang rendah pada suhu rendah sehingga KNO3 mengkristal pada suhu rendah.
Setelah melihat rendemen pada perlakuan 1, 2, dan 3, pembentukan Kristal NaCl dan KNO3 lebih baik pada perlakuan 3. Berdasarkan prinsip kerja, Kristal x terbentuk pada suhu tinggi sedang Kristal y terbentuk pada suhu rendah. Hal ini sudah sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa Kristal NaCl akan terbentuk pada suhu tinggi karena pada suhu tinggi kelarutan NaCl rendah sedangkan pada suhu rendah kelarutan KNO3 rendah sehingga KNO3 akan mengkristal pada suhu rendah.

Uji Nyala
Salah satu cara untuk mengidentifikasi suatu Kristal adalah dengan uji nyala. Kristal x dan Kristal y yang akan diuji dibakar dalam spiritus. Kristal x memancarkan warna kuning yang menandakan terdapat ion Na+ pada Kristal sedang Kristal y memancarkan warna ungu yang menandakan terdapat ion K+ pada Kristal. Dari hasil ini dapat diketahui bahwa Kristal x adalah NaCl dan Kristal y adalah KNO3.
Penyebab timbulnya warna nyala ini adalah karena energi tertentu nyala api diserap oleh electron pada ion Na+ dan K+ dengan panjang gelombang tertentu menyebabkan terjadinya eksitasi dan kembalinya electron ke peringkat dasar membebaskan energi nyala yang khas sesuai dengan panjang gelombang yang dimilikinya.

Uji Ion Klorida
Untuk menguiji adanya ion klorida pada tiap Kristal, masing-masing Kristal dilarutkan dalam air untuk menguraikan Kristal menjadi ion-ion penyusunnya. Setelah itu, ditambahkan dengan HNO3 yang berfungsi untuk mengasamkan larutan. Selanjutnya ditambahkan AgNO3 dimana ion Ag+ akan bereaksi dengan ion Cl- membentuk AgCl yang berwarna putih yang merupakan suatu endapan. Kristal x (yang diperoleh pada proses penguapan) maupun Kristal y (yang diperoleh pada proses pendinginan) menunjukkan hasil positif pada uji ini, yaitu terbentuk endapan putih pada larutan. Hal ini karena Kristal y terkontaminasi oleh Kristal x sehingga semua Kristal menunjukkan hasil positif. Menurut teori, Kristal x (NaCl) yang bereaksi membentuk endapan putih dengan reaksi :
NaCl(s) + HNO3(aq) + AgNO3(aq)  AgCl(s) + NaNO3(aq) + HNO3

Uji Ion Nitrat
Untuk menguji ion nitrat, dilakukan dengan melarutkan kristal x dan y dalam aquadest dalam tabung reaksi berbeda. Kemudian ditambahkan larutan jenuh FeSO4 yang kemudian ditambahkan dengan H2SO4 pekat. Pada percobaan ini, Kristal x (yang diperoleh pada proses penguapan) maupun Kristal y (yang diperoleh pada proses pendinginan) memberikan hasil positif pada uji ini yaitu terbentuk cincin coklat pada larutan yang merupakan ion [Fe(NO)]2+. Hal ini disebabkan kontaminasi Kristal y pada kistal x. menurut teori, Kristal y (KNO3) yang akan memberikan hasil positif sedang Kristal x (NaCl) tidak. Adapun reaksi yang terjadi :
2KNO3 + 4H2SO4 + 6FeSO4  Fe2(SO4)3 + 2NO + 4H2O + K2SO4
Fe2(SO4)3  Fe3+ + SO42-
Fe3+ + e  Fe2+
Fe2+ + NO  [Fe(NO)]2+

Uji Mikroskop.
Pada pengujian ini, terlihat bahwa Kristal x berbentuk kubus sedang Kristal y berbentuk jarum. Dari hasil tersebut dapat dikatehui bahwa Kristal x (yang diperoleh dari proses penguapan) adalah NaCl dan Kristal y (yang diperoleh pada proses pendinginan) adalah KNO3.
Adapun bentuk kisi dari NaCl yaitu fcc
Cl-
Na+
Bentuk kisi dari KNO3 yaitu bcc
Cl-
Na+

Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan

Kristal NaCl dan KNO3 dibuat dengan mereaksikan KCl dengan NaNO3 dimana Kristal NaCl terbentuk pada suhu tinggi dan Kristal KNO3 terbentuk pada suhu rendah
Pada uji nyala, Kristal KNO3 memancarkan warna ungu dan Kristal NaCl memancarkan warna kuning.
Pada uji klorida KNO3 tidak membentuk endapan putih dan NaCl membentuk endapan putih
Pada uji nitrat, KNO3 membentuk cincin coklat dan NaCl tidak
Bentuk fisik Kristal KNO3 berbentuk jarum, bentuk fisik Kristal NaCl yaitu berupa serbuk putih, bentuk kisi Kristal KNO3 yaitu bcc dan bentuk Kristal NaCl yaitu fcc
Perlakuan ini merupakan perlakuan yang paling baik digunakan untuk memperoleh hasil yang lebih banyak

Saran
Diharapkan agar praktikan lebih hati-hati dan teliti pada saat percobaan

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Kalium Nitrat. http://id.wikipedia.org/wiki/kalium-nitrat diakses pada 4 Mei 2010.
Anonim. 2010. Natrium Klorida. http://id.wikipedia.org/wiki/natrium-klorida diakses pada 4 Mei 2010.
James, Brady. E. 1999. Kimia Universitas Asas dan Struktur Edisi Kelima Jilid 1. Jakarta : Binarupa Aksara.
Sugiyarto, Kristian. H. 2003. Kimia Anorganik II. Yogyakarta : UNJ.
Svehla. 1990. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semi Mikro Bagian I. Jakarta : PT Kalman Media Pustaka.
Tim Dosen Kimia Anorganik. 2010. Penuntun Praktikum Kimia Anorganik. Makassar : Laboratorium Kimia, FMIPA, UNM.
Underwood. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta : Erlangga.

» Selengkapnya...

Penentuan Tetapan Kesetimbangan Ion Triiodida

Judul Percobaan
Penentuan Tetapan Kesetimbangan Ion Triiodida

Tujuan Percobaan
Menentukan tetapan kesetimbangan reaksi pembentukan ion triiodida.

Landasan Teore
Diantara berbagai jenis metode pemisahan,ekstraksi pelarut atau disebut juga ekstraksi air merupakan metode pemisahan yang paling baik dan populer. Alasan utamanya adalah bahwa pemisahan ini dapat dilakukan baik dalam tingkat makro maupun mikro. Seseorang tidak memerlukan alat khusus ataucanggih kecuali pemisahan. Prinsip metode ini didasarkan pada distribusi zat terlarut dengan perbandingan tertuntu antara dua pelarut yang saling bercampur, Seperti benzen,karbon tetraklorida atau kloroform. Batasannya adalah zat terlarut dapat diteransfer pada jumlah yang berbeda dalam kedua fase terlarut. Teknik ini digunakan preparatif, pemurnian, memperkaya, pemisahan serta analisis pada semua skala kerja. Mula-mula metode ini dikenal dalam kimia analisis,kemudian berkembang menjadi metode yang baik, sederhana, cepat, dan dapat digunakan untuk ion-ion logam yang bertindak sebagai tracer (pengotor) dan ion-ion logam dalam jumlah makrogram (Khopkar, 2007: 100).
Kesetimbangan adalah keadaan dimana reaksi berakhir dengan suatu campuran yang mengandung baik zat pereaksi maupun hasil reaksi. Hukum kesetimbangan adalah kali konsentrasi setimbang zat yang berada di ruas kiri, Masing-masing dipangkatkan dengan koefisien reaksinya (Anomin, 2010).
Suatu reaksi dikatakan setimbang apabila reaksi pembentukan dan reaksi penguraian padareaksi tersebut berlangsung dengan kecepatan yang sama sehingga tidak ada lagi perubahan ”bersih pada sistem tersebut (Bird, 1987)
Sebagian besar reaksi kimia bersifat reversibel artinya hanya reaktan-reaktan yang bereaksi membentuk produk, tetapi produkpun saling bereaksi untuk memnetuk reaktan kembali. Hal di atas dapat dinyatakan dengan menggunakan persamaan berikut :
aA + bB cC + dD
A dan B = Reaktan
C dan D = Produk
a, b, c, d = Koofisien rekasi
(Bird, 1987)
Jika laju reaksi pembentukan yaitu reaksi dari kiri ke kanan sama dengan laju rekasi kebalikan (penguraian) yaitu reaksi dari kanan kek kiri, maka reaksi dikatakan berada dalam keadaan seimbang. Sepeerti halanya dalam keseimbangan fisik, bila suatu reaksi mencapai keadaan seimbang bukan berarti reaksi rekasi pembentukan dan reaksi kebalikan berhenti sama sekali, tetapi hal ini menunjukkan bahwa laju kedua reaksi yang berlawanan tersebut telah sama (Bird, 1987).
Salah satu fakta yang penting tetntang reaksi kimia reversibel (dapat-balik). Bilamana suatu reaksi kimia dimulai, hasil-hasil reaksi mulai menimbun, dan seterusnya akan bereaksi satu sama lain memualai suatu reaksi yang kebalikannya. Setelah beberapa lama, terjadilah kesetimbangan dinamis, yaitu jumlah molekul (atau ion) dan setiap zat terurai, sama banyaknya dengan jumlah molekul yang terbentuk dalam suatu satuan waktu. Dalam beberapa hal, kesetimbangan ini terletak sama sekali berada di pihak pembentukan suatu atau beberapa zat, maka reaksi itu tampak seakan-akan berlangsung sampai selesai (Svehla, 1990 ; 21).
Iod jauh lebih dapat larut dalam larutan kalium iodida dalam air daripada dalam air; ini disebabkan oleh terbentuknya ion triiodida, I3-. Kesetimbangan berikut berlangsung dalam suatu larutan seperti ini :
I2 + I- I3-
Jika larutan itu dititrasidengan larutan natrium tiosulfat, konsentrasi iod total, sebagai I2 bebas dan I3- tak bebas, diperoleh, karena segera sesudah iod dihilangkan akibat interaksi dengan triosulfat, sejumlah iod baru dibebaskan dari tri-iodida agar kesetimbangan tidak terganggu. Namun jika larutan dikocok dengan karbon tetra klorida, dalam mana iod saja yang dapat larut cukup banyak, maka iod bebas dalam larutan air. Dengan menentukan konsentrasi iod dalam larutan karbon tetraklorida, konsentrasi ion iod bebas dalam larutan air dapat dihitung dengan menggunakan koefisien distribusi yang diketahui, dan dari situ konsentrasi total iod bebas yang ada dalam kesetimbangan. Dengan memperkurangkan harga ini dari konsentrasi awal kalium iodida, dapatlah disimpulkan konsentrasi KI bebas.
Tetapan Kesetimbangan :
K= ([I-] x [I2])/([I3-])
Kemudian dapat dihitung (Svehla, 1990; 142)
Jika larutan iodium di dalam KI pada suasana netral maupun asam dititrasi maka :
I3- + 2S2O32- 3I- + S4O62-
Selama zat antara S2O3I- yang tidak berwarna adalh terbentuk sebagai :
S2O32- + I3- S2O3I- + 2I-
Yang mana berjalan terus menjadi :
2S2O3I- + I- S4O62- + I3-
Warna indikator muncul kembali pada
S2O3I- + S2O32- S4O62- + I-
Reaksi berlangsung baik di bawah PH = 5,0, sedangkan pada larutan alkali, larutan asam hypoiodos (HOI) terbentuk (Khopkar, 2007; 54).
Iodium, I2, sedikit larut di dalam air namun larut dalam air yang mengandung ion I-, misalnya dalam larutan KI. I2 dan I- dalam larutan air akan membentuk ion tri-iodida, I3- dan reaksinya merupakan reaksi kesetimbangan. Untuk reaksi :
I2(g) + I-(aq) I3-(aq)
(Tim Dosen Kimia Fisik, 2010; 21).
Kesetimbangan ini berlangsung dalam larutan air, untuk itu perlu menghitung konsentrasi-konsentrasi yang bersangkutan dalam air. Dari percobaan penentuan tetapan distribusi di atas dapat dihitung nilai Kd kemudian dengan rumus :
Kd=[I2]H2O/[I2]ccl4
Dapat dihitung konsentrasi (I2)H2O dengan persamaan [I2]H2O = Kd [I2]ccl4 dan selanjutnya dapat dihitung [I3-]H2O dan [I-]H2O (Tim Dosen Kimia Fisik, 2010; 21).

Alat dan Bahan
Alat
Erlenmeyer bertutup asah 250 mL 1 buah
Corong Pisah 1 buah
Statif dan Klem 3 buah
Buret 50 mL 2 buah
Pipet Volume 25 mL 1 buah
Pipet Volume 5 mL 1 buah
Karet Penghisap 1 buah
Batang Pengaduk 1 buah
Corong biasa 1 buah
Gelas Ukur 250 mL 1 buah
Gelas Kimia 100 mL 1 buah
Pipiet Tetes
Botol Semprot 1 buah

Bahan
Larutan jenuh I2 dalam CHCl3
KI 0,1 N
Aquadest
Na2S2O3 0,1 M

Prosedur Kerja
Mengambil 25 mL larutan jenuh I2 dalam CHCl3 dan memasukkannya ke dalam corong pisah.
Menambahkan 200 mL larutan KI 0,1 N ke dalam larutan kemudian mengocok larutan tersebut kuat-kuat.
Membiarkan larutan sampai terbentuk 2 lapisan kemudian memisahkan kedua lapisan tersebut.
Memipet masing-masing 5 mL dari setiap larutan dan memasukkan ke dalam Erlenmeyer.
Mernitrasi masing-masing lapisan dengan larutan natrium trisulfat (Na2S2O3) 0,1 M.
Mencatat volume natrium triosulfat yang diperlukan pada proses titrasi.
Menghitung nilai K.

Hasil Pengamatan
25 mL I2 dalam CHCl3 (ungu) + 200 mL KI 0,1 N (bening) dikocok 2 lapisan (bawah ungu, atas coklat) dipisahkan lapiusan atas (coklat), lapisan bawah (ungu).
5 mL lapisan atas (coklat) dititrasi dengan Na2S2O3 0,1 M larutan bening
5 mL lapisan bawah (ungu) dititrasi dengan Na2S2o3 0,1 M larutan bening
Tabel
Titrasi Volume Na2S2O3 0,1 M yang diperlukan
Titrasi I Titrasi II Titrasi III
5 mL lapisan atas 1,80 mL 1,60 mL 1,60 mL
5 mL lapisan bawah 7,10 mL 6,70 mL 6,70 mL

Analisis Data
2S2O32- + I2 S4O62- + 2I-
2 mmol S2O32- 0,1 M ~ 1 mmol I2
1 mmol S2O32- 0,1 M ~ ½ mmol I2
Dalam kasus ini :
1 mL Na2S2O3 0,1 M = ½ x 0,1 mmol I2
1 mL Na2S2O3 0,1 M = 0,05 mmol I2 = 5 x 10-2 mmol I2
= 5 x10-5 mol I2
Lapisan bawah ([I2] CHCl3)
V t10 = 7,10 mL + 6,70 mL + 6,70 mL
3
= 20,5 mL
3
= 6,83 mL
[I2]CHCl3 = 6,83 mL x 5 x 10-2 mmol I2
5 mL
= 6,83 x 10-2 M
Kd = [I2] CHCL3 dimana, Kd = 18,9
[I2] H2O
Maka,
[I2]H2O = [I2]CHCl3
Kd
= 6,83 x 10-2 M
18,9
= 0,36 x 10-2 M
= 3,6 x 10-3 M
Sehingga,
[I2]H2O + [I2-]H2O = b, dimana b = Vt10 x 5 x 10-2 mmol
5 mL
Vt10 = 1,80 mL +1,60 mL + 1,60 mL
3
= 5 mL = 1,67 mL
3
maka,
b = 1,67 mL x 5 x 10-2 mmol I2 = 1,67 x 10-2 M
5 mL
sehingga,
[I3-]H2O = b – [I2]H2O
= 1,67 x 10-2 M – 3,6 x 10-3 M
= 1,67 x 10-2 M – 0,36 x 10-2 M
= 1,31 x 10-2 M
Maka,
[I-]H2O = [I-]mula-mula – [I3]H2O
= 0,1 M – 1,31 x 10-2 M
= 10 X 10-2 M – 1,31 X 10-2 M
= 8,69 X 10-2 M
Reaksi :
I2 + I- I3-
Maka,
K = [I3-]H2O
[I2]H2O x [I-]H2O
= 1,31 x 10-2 M
(3,6 x 10-3 M)(8,69 x 10-2 M)
= 1,31 x 10-2 M
31,28 x 10-5 M2
= 0,04 x 103 M-1
= 40 M-1

Pembahasan
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan tetapin kesetimbangan reaksi pembentukan ion tri-iodida. Pada percobaan ini larutan jenuh I2 dalam CHCl3 direaksikan dengan larutan KI. Penambahan KI berfungsi sebagai penyedia ion iodida. I- yang kemudian akan bereaksi dengan I2 membentuk ion tri-iodida. Campuran ini kemudian dikocok yang berfungsi untuk mempercepat proses distribusi I2 dalam kloroform dan air. Saat pengocokan dilakukan sekali-kali mulut corong dibuka dengan tujuan untuk mengurangi tekanan dalam corong pisah selama proses pengocokan berlangsung.
Setelah dikocok, larutan didiamkan sehingga terbentuk 2 lapisan dimana lapisan atas adalah larutan I2 dalam air sedang lapisan bawah adalah larutan I2 dalam CHCl3 bersifat non polar. Lapisan air berada di atas disebabkan oleh massa jenis air lebih ringan dibandingkan dengan CHCl3 (ρ air = 0,996 g/mL dan ρ CHCl3 = 1,48 g/mL).
Adapun reaksi yang terjadi :
KI(aq) K+(aq) + I-(aq)
I-(aq) + I2(aq) I3-(aq)
Selanjutnya, lapisan lapisan yang terbentuk dipisahkan kemudian masing-masing lapisan dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat hingga larutan menjadi bening. Reaksi yang terjadi, yaitu :
Pada lapisan atas (air)
I3-(aq) + 2S2O32-(aq) 3I-(aq) + S4O62-(aq)
Pada lapisan bawah (CHCl3)
I2(aq) + 2S2O32-(aq) 2I-(aq) + S4O62-(aq)
Pada titrasi ini tidak digunakan indicator amilum. Hal ini karena larutan I2 bersifat autoindikator yang artinya larutan I2 dapat menjadi indicator untuk dirinya sendiri. Dari proses titrasi ini diperoleh volume rata-rata natrium tiosulfat yang digunakan yaitu untuk lapisan atas (I2 dalam air) sebesar 1,67 mL dan lapisan bawah (I2 dalam CHCl3) sebesar 6,83 mL. dari hasil ini, dapat diketahui bahwa I2 terdistribusi lebih banyak ke dalam lapisan kloroform dibandingkan lapisan air. Dari hasil analisis data diperoleh nilai tetapan kesetimbangan reaksi pembentukan ion triiodida (K) sebesar 40 M-1


Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Dari hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa nilai tetapan kesetimbangan reaksi pembentukan ion triiodida sebesar 40 M-1

Saran
Diharapkan kepada praktikan selanjutnya untuk lebih teliti dan hati-hati baik dalam proses pengocokan maupun titrasi agar diperoleh hasil yang maksimal


DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. Tetapan Kesetimbangan Ion Triiodida. http://www.ilkom.unsr.ac.id/Prinsip-prinsip-kesetimbangan-kimia/ diakses pada 8 April 2010.
Bird, Tony. 1987. Kimia Fisik Untuk Universitas. Jakarta : PT Gramedia.
Khopkar. 2007. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI-Press.
Svehla. 1990. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semi Mikro Bagian I. Jakarta : PT Kalman Media Pustaka.
Tim Dosen Kimia Fisik. 2010. Penuntun Praktikum Kimia Fisik 1. Makassar : Laboratorium Kimia, FMIPA, UNM.

» Selengkapnya...

Pembuatan Natrium Tiosulfat

Tujuan

Mepelajari pembuatan garam natrium tiosulfat dan sifat-sifat kimianya.

Landasan Teore


Sulfit ,SO32- ,kelarutan hanya sulfit dari logam alkali dan sdari amonium larutan dalam air. Sulfit dan logam lainnya larut sangat sedikit atau tidak larut. Hidrogen sulfit dari logam alkali tanah hanya dikenal dalam larutan (vogel, 1985 : 320-321)
Belerang mempunyai kesamaan sifat dengan oksigen antara lain yaitu, kedua membentuk senyawa ionik dengan logam aktif, dan keduanya membentuk senyawa ionik dengan logam aktif,dan keduanya membentuk senyawa kovalen seperti H2S dan H2O,CS2,SCl2,dan Cl2O.Tetapi,beberapa faktor yang membuat berbeda antara lain adalah panjang ikatan kofalen tunggal O adalah 74 pm dan S adalah 104 pm,elektronegatifitas O adalah 3,5 dan S hanya 2,6 (Sugiarto, 2004 : 221)
Ion tiosulfat mirip dengan ion sulfat kecuali bahwa salah satu oksigen diganti dengan atom Belerang (tio-merupakan awalan yang berarti belerang). Kedua atom belerang ini mempunyai lingkungan yang sama sekali berbeda”tambahan” atom belerang bertindak mirip sebagai ion sulfida. Tingkat oksidasi bagi atom belerang pusat adalah +5, Sedangkan bagi atom belerang “tambahan” adalah -1. Natrium tiosulfat pentahidrat dapat diprepasi dengan mudah dengan mendidikan belerang dalam larutan sulfit menurut persamaan reaksi:
SO32-(aq) + S(s)  S2O32-(aq)

Ion tio sulfat tidak stabil oleh pemanasan disproporsionasimenjadi tiga spesies dengan tingkat oksidasi belerang yang berbeda-beda yaitu sulfat,sulfida,dan belerang menurut persamaan reaksi :
4Na2 S2O3(s)  3Na2 SO4(s) + 4S(s)
Tiosulfat bereaksi dengan asam membentuk endapan kuning belerang dan gas belerang dioksidasi menurut persamaan reaksi :
S2O32-(aq) + 2H3O+  H2S2O3(aq) + 2H2O(e)
H2S2O3(aq)  H2O(e) + S(s) + S2(g)
Natrium tio sulfat dalam laboratorium berguna untuk titrasi redoks, misalnya pada iodometri, yaitu untuk menentukan kadar iodin dalam suatu larutan.(Sugiarto,2004 : 228-229)
Asam tiosulfat tidak stabil pada suhu kamar, Asam ini dipisahkan pada suhu 78oC dari persamaan reaksi :
SO3 + H2S  H2S2O3
Atau dari reaksi
HO3SCl + H2S  H2S2O3 + HCl
Molekul gas sulfur tioksida SO3 memiliki struktur segitiga datar dapat mengalami resonansi dengan melibatkan ikatan -p dari S-O
O O O

S S S

O O O O O O
Adanya orbital P untuk ikatan dan orbital d kosong dari S menyebabkan panjang S-O sangat pendek yaitu 1,43 A. Ion tio sulfat memiliki struktur [ S – SO3 ]2- dengan panjang gelombang ikatan S-S dan S-O masing-masing 1,99 + 0,10 dan 1,48 + 0,6oA, panjang ikatan S-S mendekati panjang S-O menunjukkan bahwa dalam ikatan S-S juga terlibat ikatan II (pi). (Tim Dosen Kimia Anorganik, 2010 : 5).
Tio sulfat, S2O32- kelarutan : kebanyakan tio sulfat yang pernah dibuat, larut dalam air, tio sulfat dari timbel,perak dan barium larut sedikit sekali.Banyak dari larutan tio sulfat ini larut dalam larutan Natrium tiosulfat yang berlebih,membuat garam kompleks (vogel, 1985 : 325).
Natrium tiosulfat merupakan garam berhidrat dengan rumus kimia Na2S2O3, 5H2O, padatan kristal tak berwarna,larut dalam air, dan dapat berfungsi sebagai zat pereduksi. Digunakan untuk pembuat larutan baku sekunder,v sebagai anti klor (untuk mengganti sisa klor yang dapat merusak sisa tekstil), da ndalam fotografi/ penyeblonan larutan garam ini dikenal dengan hipo sebagai fiksir (untuk melarutkan senyawa perak halida). Ti 48oC ; d 1,7 (Mulyono, 2005 : 209).
Dalam bidang kedokteran Natrium tiosulfat digunakan sebagai penangkal keracunan sianida, tiosulfat bertindak sebagai donor sulfur untuk konvensi sianida tiosianat (yang kemudian dapat aman dieksresikan dalam urin, dikatalisis oleh enzim rhodanase Natrium tiosulfat juga digunakan untuk menurunkan kadar klorin dikolam renang dan spa berikut klorinasi super, serta untuk menghilangkan noda yodium, misalnya setelah ledakan triiode Nitrogen. (Anonim, 2010)
Natrium tiosulfat (Na2S2O3) dapat dibuat dari H2SO4. H2SO4 adalah asam yang sangat penting digunakan dalam industri kimia. H2SO4 mencair pada suhu 10,5oC membentuk cairan kental. Asam tiosulfat H2SO3 tidak dapat dibentuk dengan menambahkan asam kedalam tiosulfat karena pemisahan asam bebas dalam air kedalam campuran S, H2S, H2Sn, SO2 dan H2SO3
H2S + SO3  H2S2O3
Garam yang bisa disebut tiosulfat stabil dan berjumlah banyak. Tiosulfat dibuat dengan memanaskan alkali / larutan sulfat dengan S dan juga dengan mengoksidasi polisulfida dengan air seperti deaksi berikut :
Na2S2O3 + S  H2S2O3
2 NaS3 + 3O2  2 H2S2O3 + 2S
Selain itu natrium tiosulfat dapat dibuat dari SO2 dengan reaksi sebagai berikut :
2 SO2 (aq) + O2 (g)  SO3(g)
Kemudian direaksikan dengan Na2S3 dan H2O, reaksi :
2 SO2 + Na2CO3  2 NaHS3 + CO2
Produk ( NaHSO3) direaksikan lagi dengan Na2S3, reaksi :
2 NaHS3 + Na2CO3  2 Na2SO3 + CO2 + H2O
Terakhir Na2SO3 direaksikan dengan S dengan bantuan pemanasan, reaksi :
Na2SO3 + S  Na2S2O3
(Amonium, 2010 : 1-2 )

Alat dan Bahan


Alat
1. Tabung reaksi 6 Buah
2. Rak tabung reaksi 1 Buah
3. Gelas ukuran 10 ml 1 Buah
4. Gelas ukuran plastik 50 ml 1 Buah
5. Cawan penguap 1 Buah
6. Alat refluks (labu refluks + pendingin) 1 Set
7. Pengaduk kaca 1 Buah
8. Pipet tetes 4 Buah
9. Pembakar spiritus 1 Buah
10. Penjepit kayu 1 Buah
11. Gelas kimia 100 ml 1 Buah
12. Statif dan klem
13. Botol somprot 1 Buah
14. Corong biasa 1 Buah
15. Kaki tiga, kasa asbes 1 Buah

Bahan
1. Larutan Na2S2O3 0,5 M
2. Larutan HCl encer
3. Kristal Na2S2O3 . 5 H2O
4. Serbuk S
5. Na2SO3
6. Larutan I2 0,2 N
7. Aquadest
8. Es batu
9. Tissue

Langkah Kerja


Pembuatan Natrium tiosulfat pentahidrat

  1. Menimbang 25 gram natrium sulfit dan 4 gram serbuk belerang
  2. Mencampur natrium sulfit dan serbuk Belerang tersebut ke dalam gelas kimia, ditambahkan aquadest 15 ml, kemudian diaduk.
  3. Memasukkan campuran tersebut ke dalam labu refluks kemudian direfluks selama 1 jam.
  4. Menyaring campuran dengan corong biasa selagi masih panas.
  5. Menguapkan filtrat yang diperoleh hingga terbentuk kristal.
  6. Menimbang kristal yang diperoleh.

Mempelajari Sifat kimia natrium tiosulfat
Pengaruh pemanasan
 Memanaskan 1 gram kristal natrium tiosulfat pentahidrat dalam tabung reaksi.
 Mengamati apa yang terjadi

Reaksi dengan iod
Melarutkan 1 gram kristal natrium tiosulfat dengan 10 ml dan mereaksikan dengan iod secara berlebih.
Mengamati yang terjadi.

Pengaruh asam encer
Mereaksikan 3 ml larutan natrium tiosulfat dengan asam klorida encer dengan volume yang sama.
Mengamati isi tabung.
Mencium bau yang ditimbulkan.

Hasil Pengamatan

Pembuatan natrium tiosulfat diaduk pentahidrat
25 g Na2SO3 + 4 g Serbuk Belerang + 15 ml H2O > suspensi berwarna kuning direfluks larutan disaring filtrat bening diuapkan kristal ditimbang 7,1 gram.

Mempelajari sifat kimia natrium tiosulfat
Pengaruh pemanasan.
1 g Kristal Na2SO3. 5 H2O dipanaskan meleleh
Reaksi dengan iod
1 g Na2SO3 . 5 H2O + 10 ml H2O  larutan bening + 2 ml(coklat) I2  larutan bening
Pengaruh asam encer
3 ml Na2S2O3 + 3 ml HCl encer  larutan bening + endapan berwarna kuning dan berbau tengik

Analisis Data
Diketahui :
M Na2SO3 = 25 gram
Mr Na2SO3 = 126 g/mol
M S8 = 4 gram
V H2O = 10 ml
Mr H2O = 18 g/mol
M Na2S2O3 . 5 H2O praktek = 7,2 g
Ditanyakan :
 Rendemen Na2S2O3 . 5 H2O =...............?
Penyelesaian :
8 Na2SO3 + S8 + 5 H2O  8 Na2S2O3 . 5 H2O
 Mol Na2SO3 = Massa
Mr
= 25 gram
126 g/mol
= 0, 1984 mol
 Mol S8 = Massa
Mr
= 4 gram
256 g/mol
= 0, 0156 Mol
 Mol H2O = Massa
Mr
= 1 g/ml x 10 ml
18 g/mol
= 0,56 mol
 Mol Na2S2O3.5H2O = 8/1 x mol S8
= 8 x 0,0156 mol
= 0,1248 mol
 Mol Na2S2O3 yang bereaksi = 8 x mol S8
= 8 x 0,0156 mol
= 0,1248 mol
 Mol H2O yang bereaksi = 5 x 0,0156 mol
= 0,0780 mol
8 Na2SO3 + S8 + 5 H2O  8 Na2S2O3 . 5 H2O
Mula-mula: 0,1948 0,0156 0,56 -
Bereaksi : 0,1248 0,0156 0,078 0,1248
Sisa : 0,0736 - 0,492 0,1248
 Berat teori Na2S2O3. 5 H2O = mol sisa x Mr
= 0,1248 g x 248 g/mol
= 30,950 g
 % Rendemen Na2S2O3. 5 H2O = Berat praktek x 100 %
Berat teorig
= 7,1 g x 100 %
30,950 g
= 22,94 %

Pembahasan

Pembuatan Natrium tiosulfat pentahidrat
Pada percobaan ini Natrium tiosulfat diperoleh dengan mereaksikan antara natrium sulfit (Na2SO3) dengan Sulfur dalam bentuk S8. Kedua senyawa ini direfluks dengan melarutkannya dalam air. Sebelum dimasukkan dalam labu refluks kedua senyawa dicampur dan diaduk terlebih dahulu dengan penambahan air beberapa mililiter sampai terbentuk suspensi, ini dilakukan agar serbuk sulfur tidak mengapung jika dimasukkan ke dalam labu refluks. Kemudian ditambahkan batu didih untuk mencegah terjadinya letupan yang besar pada saat pemanasan. Proses refluks dilakukan pada percobaan ini agar struktur molekul sulfur yang membentuk cincin yang mengandung 8 atom (S8) dapat diputuskan, sehingga dapaat bereaksi dengan natrium sulfit. Agar pemutusan cincin S8 ini berlangsung dengan sempurna, maka proses refluks dilakukan selama 1 jam.
Setelah direfluks larutan disaring agar terpisah dari zat pengotornya. Larutan tersebut disaring dalam keadaan panas untuk mencegah terbentuknya kristal dalam kertas saring. Setelah disaring. Setelah disaring, filtrat yang diperoleh kemudian diuapkan sampai terbentuk kristal. Proses penguapan ini untuk menghilangkan molekul air yang bukan pentahidrat. Adapun kristal yang diperoleh adalah kristal yang berwarna putih, sesuai dengan warna kristal Na2S2O3 yang sebenarnya. Setelah ditimbang, massa kristal Na2S2O3 yang diperoleh adalah 7,1 gram dengan rendemen 22,94 %. Nilai rendemen yang diperoleh kecil, karena pada saat pencampuran Na2SO3 dan S8 dalam gelas kimia tersebut, tidak semuanya masuk ke dalam labu refluks. Demikian juga pada saat setelah direfluks, dan disaring ke dalam cawan penguap, masih ada sedikit zat yang tertinggal dalam labu refluks tersebut. Sehingga hanya sedikit kristal yang diperoleh.
Adapun reaksi yang berlangsung pada pembuatan Na2S2O3 ini adalah :
8 Na2SO3 + S8 + 5 H2O  8 Na2S2O3 + 5 H2O

Mempelajari sifat natrium tiosulfat
Pengaruh pemanasan
Percobaan selanjutnya, yaitu mengetahui pengaruh pemanasan terhadap natrium tiosulfat pentahidrat. Diperoleh bahwa kristal natrium tiosulfat pentahidrat meleleh jika dipanaskan. Jika dibandingkan dengan natrium tiosulfat dekahidrat,maka natrium tiosulfat pentahidrat lebih cepat meleleh karna natrium tiosulfat dekahidrat lebih banyak mengandung air. Tiosulfat disini bersifat hidroskopis.
Na2S2O3 . 5 H2O(s)  Na2S2O3(aq) + 5H2O(e)
Na2S2O3 . 10 H2O(s)  Na2S2O3(aq) + 10 H2O(e)

Reaksi dengan iod
Kristal Na2S2O3 . 5 H2O yang dilarutkan dengan air, ditambahkan dengan larutan iod berlebih menghasilkan larutan berwarna bening. Perubahan warna iod ini menunjukkan terjadinya reaksi redoks :
Reduksi : I2 + 2 e  2 I-
Oksidasi : 2 S2O32-  S4O62- + 2e
2 S2O32- + I2  S4O62- + 2I
Jadi : 2 Na2S2O3 + I2  2 NaI + Na2S4O6
Dari reaksi diatas terlihat bahwa natrium tiosulfat mereduksi iod.

Pengaruh asam encer
Pada percobaan ini larutan Natrium tiosulfat direaksikan dengan HCl encer menghasilkan larutan berwarna kuning dengan endapan putih & juga berbau tengik. Adapun reaksinya adalah :
Na2S2O3 + 2 HCl  H2S2O3 + 2 NaCl
H2S2O3  SO2  + S  + H2O
Asam klorida berfungsi untuk menguapkan sulfur dioksida dan mengendapkan sulfur. Itulah sebabnya pada reaksinya menimbulkan bau tengik yang merupakan gas SO2.

Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
  1. Natrium tiosulfat pentahidrat dapat dibuat dengan cara mereaksikan natrium sulfit dan belerang dengan air.
  2. Massa natrium tiosulfat yang diperoleh yaitu 7,1 gram dengan rendemen sebesar 22,94 %
  3. Natrium tiosulfat bersifat hidrokopis.
  4. Ion tiosulfat dapat mereduksi iod membentuk ion tetrationat .
  5. Sulfur dapat dibebaskan dengan penambahan HCl encer pada natrium tiosulfat.
Saran
  1. Lebih teliti dalam memperhatikan kebersihan alat yang digunakan.
  2. Pencampuran dan pengadukan natrium tiosulfat dan serbuk belerang dengan air sebaiknya dilakukan dengan labu refluks, agar semua larutan dapat terpakai dan tidak ada yang tertinggal jika dilarutkan dulu dalam gelas kimia.
Daftar Pustaka


Anatomi, 2010. Pembuatan Natrium Tiosulfat online (http://aboutchemistry21.blogspot.com/¬) Diakses tanggal April 2010-05-29
Kristian sugiarto, 2004. Kimia anorganik I. Yogyakarta : Jurusan Pendidikan Kimia FMIDA UNY.
Mulyono, 2005. Kamus Kimia. Bandung : Bumi Aksara.
Tim Dosen Kimia, 2010. Penuntun Praktikum Kimia Anorganik. Makassar : Jurusan FMIPA UNM.

» Selengkapnya...

Penentuan Kalor Reaksi

Tujuan Percobaan

Menentukan kalor pelarutan integradi CuSO4 dan CuSO4.5H2O dengan menggunakan kalorimeter sederhana

Landasan Teore

Kalor adalah suatu bentuk energi yang diterima oleh suatu benda yang menyebabkan benda tersebut berubah suhu atau bentuk wujudnya. Kalor berbeda dengan suhu, karena suhu adalah ukuran dalam suatu derajat panas. Kalor merupakan suatu kuantitas atau jumlah panas balik yang diserap maupun dilipaskan oleh suatu benda (Anonim, 2006).
Kalor, q dapat diartikan sebagai energy yang dipindahkan melalui batas-batas system, sebagian besar akibat dari adanya perbedaan suhu antara system dan lingkungan. Menurut perjanjian, q dihitung sebagai positif jika kalor masuk system dan negative jika kalor keluar system (Achmad, 2001; )
Kalor didefenisikan sebagai energy panas yang dimiliki oleh suatu zat. Secara umum untuk mendeteksi adanya kalor yang dimiliki oleh suatu benda yaitu dengan mengukur suhu benda tersebut. Jika suhunya tinggi, maka kalor yang dikandung oleh benda sangat besar, begitu juga sebaliknya jika suhunya rendah, maka kalor yang dikandung sedikit (Anonim, 2008)
Kalor adalah jumlah energi yang dipindahkan dari suatu benda atau tubuh kepada benda lain akibat suatu perbedaan suhu diantara mereka. Kalor (Q) dinyatakan dalam satuan energi dalam Joule (J) menurut satuan SI. Kalor umumnya dinyatakan dalam satuan kalori (kal) yaitu suatu kalori adalah jumlah kalor yang diperlukan untuk meningkatkan suhu 1 gram air sebanyak 1 K atau 1 oC suhu kamar (293 K). Kapasitas kalor adalah jumlah energi kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu sejumlah zat tertentu sebesar 1 K atau 1 oC. Jumlah kalor (Q) yang diperlukan untuk menaikkan suhu suatu zat yang diketahui oleh dari sembarang suhu awal (Ti) sampai sembarang suhu akhir (Tf) dapat ditentukan melalui pemahaman persamaan kalor :
Qkalor = m c T\
M adalah massa benda, C adalah kapasitas kaor spesifik dari zat tertentu dan T adalah perubahan suhu. Panas juga merupakan salah satu bentuk energi dan perubahan bentuk akibat panas akan sama dengan yang diakibatkan olehnya. Sebagaimana tarikan gravitasi, potensial listrik, panas juga mengalir dari temperature yang lebih tinggi ke yang lebih rendah kecuali jika kerja dilakukan terhadap system (Anonim, 2010).
Perubahan kalor yang terjadi pada reaksi kimia maupun proses fisik dapat diukur dengan suatu alat yang disebut calorimeter. Setiap calorimeter memilki sifat khas dalam mengukur kalor. Ini terjadi karena komponen-komponen alat calorimeter sendiri (wdah logam, pengaduk, dan thermometer) menyerap kalor, sehingga tidak semua kalor yang terjadi terukur. Oleh karena itu, jumlah kalor yang diserap oleh calorimeter, biasa juga disebut tetapan (kapasitas, k) perlu diketahui terlebih dahulu ( Tim Dosen Kimia Fisik, 2010: 2).
Alat paling penting unyuk mengukur ∆u adalah calorimeter bamodiabatik. Perubahan keadaan yang dapat berupa reaksi kimia berawal di dalam wadah yang bervolume tetap disebut bom. Bom tersebut direndam dalam air berpengaduk dan keseluruhan alat itulah yang disebut calorimeter. Calorimeter itu juga direndam dalam bak air luar. Temperature air dalam calorimeter dan di dalam bak luar dipantau dan diatur sampai nilanya sama. Hal ini dilakukan untuk memastikan tidak ada kalor yang hilang sedikitpun dari calorimeter ke lingkungannya (bak air). Sehingga calorimeter tersebut adiabatic (Atkins, 1999; 99)
Penyerapan atau pelepasan kalor yang menyertai suatu reksi dapat diukur secara eksperimen. Dikenal beberapa macam kalor reaksi, bergantung pada tipe reaksinya, diantaranya adalah kalor netralisasi, kalor pembentukan, kalor penguraian dan kalor pembakaran ( Tim Dosen Kimia Fisik, 2010: 1).
Suatu proses dapat berlangsung pada volume tetap, kalor yang menyertai proses tersebut merupakan perubahan energy dalam, sedangkan pada tekanan tetap adalah perubahan entalpi. Eksperimen di laboratorium lebih banyak dilakukan pada tekanan tetep sehingga kalor yag dihasilkan merupakan perubahn entalpi (Rahman, 2004).
Hubungan kedua bebesaran tersebut pada tekanan tetap dinyatakan dengan : ∆H = ∆U + P∆V
Dan untuk reksi yang berkaitan dengan perubahan jumlah mol gas dengan asumsi gas ideal persamaan menjadi :
∆H = ∆µ + ∆ΩRT
(Tim Dosen Kimia Fisik, 2010: 1 )
Menurut Anonim (2008), dari hasil percobaan yang sering dilakukan besar kecilnya kalor yang dibutuhkan untuk benda (zat) bergantung pada 3 faktor, yaitu:
Massa zat
Jenis zat (kalor jenis)
Perubahan suhu
Sehingga secara metamatis dapat di rumuskan :
Q = m . c (t2 – t1)
Dimana
Q adalah kalor yang dibutuhkan (J)
M adalah massa benda (kg)
C adalah kalo jenis (j/kgOC)
(t1-t2) adalah perubahan suhu (OC)
Kapasitas kalor adalah banyaknya kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu benda sebesar 1 OC sedangkan kalor jenis adalah banyaknya kalor yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu 1 kg zat sebesar 1 OC (Anonim, 2008)
Selain kalor reaksi, penyerapan atau pelepasan kalor dapat terjadi pada proses-proses fisik. Diantaranya adalah pada proses pelarutan suatu zat di dalam pelarutnya, atau penambahan zat terlarut ke dalam zat pelarut (Tim Dosen Kimia Fisik, 2010; 1).
Ada dua panas pelarutan yaitu panas pelarutan integral dan panas pelarutan deferensial. Panas pelarutan integral didefenisikan sebagai perubahan entalpi jika suatu mol zat dilakukan dalam n mol pelarut. Panas pelarutan diferensial didefenisikan sebagai perubahan antalpi jika suatu mol zat terlarut dilarutkan dalam jumlah larutan tak terhingga, sehingga konsentrasinya tidak berubah dalam penambahan 1 mol zat terlarut. Secara matematik didefenisikan sebagaimn d m∆H/dm , yaitu perubahan panas diplot sebagai jumlah mol zat terlarut dan panas pelarutan diferensial dapat diperoleh dengan mendapatkan kemiringan tergantung pada konsenterasi larutan (Dogra, 1984; 336-337).

Alat dan Bahan

Alat
Calorimeter 1 buah
Termometer 1 buah
Mortar dan Alu 1 buah
Gelas kimia 500 mL 1 buah
Gelas kimia 100 mL 1 buah
Gelas kimia 50 mL 1 buah
Gelas ukur 100 mL 1 buah
Batang pengaduk 1 buah
Lampu spirtus 1 buah
Kassa abses dan kaki tiga 1 buah
Botol semprot 1 buah
Nerasa digital
Cawan penguap 1 buah
Oven

Bahan
Aquades
CuSO4
CuSO4.5H2O
Tissue

Prosedur Kerja

Penentuan Tetapan Kalorimeter
Memasukkan 50 ml air ke dalam kalorimeter dengan gelas ukur. Mencatat temperaturnya
Menyiapkan 50 ml air panas dalam gelas kimia yang suhunya 40 oC
Memasukkan 50 ml air panas ke dalam calorimeter yang berisi air dingin tepat pada waktu menit ke enam.
Mencatat suhu air dalam calorimeter setiap 1 menit sambil terus di aduk
Mencatat suhu hingga diperoleh suhu relative tetap
Membuat kurva hubungan antara waktu dengan suhu untuk memperoleh suhu campuran yang tepat

Penentuan kalor pelarutan Integral CuSO4 dan CuSO4.5H2O
Menimbang secara kasar ± 10 gram Kristal Cuso4 . 5H2O
Menempatkan Kristal tersebut dalam mortar dan Alu
Menghancrkan sampai di dapat serbuk halus
Menimbang secara teliti 5 gram Kristal tersebut dengan neraca analitik
Menyiapkan calorimeter (yang telah ditentukan tetapannya). Kemudian memasukkan 100 ml aquades
Mencatat suhu setiap 1 menit selama 5 kali pembacaan
Menambahkan serbuk halus Cuso4 . 5H2O yang telah di ketahui pasti massanya ke dalam calorimeter dan mengaduknya terus.
Mencatat suhu saat Kristal ditambahkan, lalu di lanjutkan dengan pembacaan suhu setiap 1 menit sampai di peroleh suhu yang relative tetap
Memanaskan ± 5 gram Kristal halus Cuso4 . 5H2O sisa percobaan sebelumnya.
Mengaduk secara perlahan-lahan sampai semua hidratnya menguap seluruhnya di tandai dengan berubahnya warna serbuk dai biru menjai putih.
Menyimpan serbuk dalam eksikator sampai dingin.
Dengan menggunakan Cuso4 anhidrat, mengulangi langkah 4-8

Hasil Pengamatan

Penentuan Tetapan Kalorimeter
Volume air dingin = 50 ml
Volume air panas = 50 ml
Suhu air panas = 40 oC
Menit ke- Suhu air dingin (oC Menit Ke- Suhu Campuran (oC)
1 28,5 6 34
2 28,5 7 34
3 28,5 8 33,5
4 28 9 33,5
5 28 10 33
- - 11 33
- - 12 33

Penentuan Kalor Pelarutan Integral CuSO4.5H2O
Volume air dingin = 100 ml
Massa CuSO4.5H2O = 5 gram

Menit ke- Suhu air dingin (oC Menit Ke- Suhu Campuran (oC)
1 28,5 6 28
2 28 7 28
3 28 8 28
4 28 9 28
5 28 10 28

Penentuan Kalor Pelarutan Integral CuSO4 anhidrat
Volume air dingin = 100 ml
Massa CuSO4.5H2O = 5 gram
Menit ke- Suhu air dingin (oC Menit Ke- Suhu Campuran (oC)
1 28 6 29
2 28 7 29
3 28 8 29
4 28 9 28,5
5 28 10 28,5
- - 11 28,5
- - 12 28,5

Analisis Data

Penentuan Tetapan Kalorimeter
Dik : Vair dingin = 50 mL
Vair panas = 50 mL
Tair panas = 40 oC = 313 K
Tair dingin = 28 oC = 301 K
Tcampuran = 33 oC = 306 K
Dit : K……?
Peny :

m air panas = m air dingin = ρ x V
= 1 g/mL x 50 mL
= 50 gram

K=(m1 c (T2-Tc)- m2 c (Tc-T1))/(Tc-Ti)

K=(50 gram x 4,2 J/gK (313-306)K- 50gram x (306-301)K)/(306 K-301 K)
K=(1470 J-1050 J)/(5 K)
K=(420 J)/(5 K)=84J/K
Penentuan Kalor Pelarutan Integral CuSO4.5H2O
Dik : Tair dingin = 28 oC = 301 K
Tcampuran = 28 oC = 301 K
Vair = 100 mL
ρ air = 1 gram/mL
Mr CuSO4.5H2O = 246 gram/mol
m CuSO4.5H2O = 5 gram
Dit : H1 CuSO4.5H2O……?
Peny :
n CuSO4.5H2O = massa/Mr= (5 gram)/(246 gram/mol)=0,0203 mol
Kalor yang diserap calorimeter (Q1)
Q1 = K x T
= 84 J/K x O K
= 0 J/K


Kalor yang diserap air (Q2)
Q2 = m c T
= 100 gram x 4,2 J/g.K (0)
= 0 J
Kalor pelarutan integral CuSO4.5H2O (H1)
H1 = (Q1+Q2)/(n CuSO4.5H2O)= (0 + 0)/(0,0203 mol)=0 kJ/mol
Penentuan Kalor Pelarutan Integral CuSO4 anhidrat
Dik : Tair dingin = 28 oC = 301 K
Tcampuran = 28,5 oC = 301,5 K
Vair = 100 mL
ρ air = 1 gram/mL
Mr CuSO4 = 161 gram/mol
m CuSO4.5H2O = 5 gram
Dit : H1 CuSO4 anhidrat……?
Peny :
n CuSO4 = massa/Mr= (5 gram)/(161 gram/mol)=0,0310 mol
Kalor yang diserap calorimeter (Q1)
Q1 = K x T
= 84 J/K x O,5 K
= 42 J
= 0,042 kJ
Kalor yang diserap air (Q2)
Q2 = m c T
= 5 gram x 4,2 J/g.K (0,5 K)
= 10,5 J
= 0,0105 kJ


Kalor pelarutan integral CuSO4 anhidrat (H2)
H2 = (Q1+Q2)/(n CuSO4)= ((0,042 + 0,0105))/(0,0310 mol)=1,69kJ/mol
Berdasarkan hukum Hess
CuSO4.5H2O(s) H1 CuSO4(s) + 5H2O
H3 H2
CuSO4.5H2O(l)
H3 = H2 - H1
= 1,69 kJ/mol – 0
= 1,69 kJ/mol


Pembahasan

Pada percobaan ini, digunakan Kristal CuSO4.5H2O dan CuSO4 anhidrat untuk menentukan H3 H2O (kalor integral dari CuSO4.5H2O dan CuSO4 anhidrat), dimana kalor pelarutan integral merupakan kalor yang diserap dan dilepaskan ketika satu mol zat (CuSO4.5H2O dan CuSO4 anhidrat) dilarutkan dalam n mol pelarut.
Langkah pertama yang harus dilakukan pada percobaan ini adalah menentukan tetapan calorimeter (K), karena alat yang digunakan untuk menentukan perubahan kalor adalah calorimeter. Etatpan calorimeter perlu dilakukan karena adanya sejumlah kalor yang diserap oleh calorimeter (wadah, thermometer, pengaduk) sehingga tidak semua perubahan suhu dapat diukur.
Pada percobaan selanjutnya, Kristal CuSO4.5H2O yang akan ditentukan kalor pelarutan integralnya, dilarutkan dengan 100 mL aquadest di dalam calorimeter. Selama proses pelarutan yang harus diperhatikan adalah perubahan suhu larutan, dimana suhu larutan dibaca setiap menit sampai diperoleh suhu yang konstan. Perlunya ditentukan suhu larutan konstan adalah untuk memudahkan dalam perhitungan harga kalor yang diserap atau dilepas karena jika suhunya tidak konstan maka akan sulit untuk menentukan suhu mana yang akan digunakan dalam perhitungan. Selain itu, yang perlu diperhatikan adalah larutan harus terus diaduk di dalam calorimeter agar semua Kristal CuSO4.5H2O benar-benar larut dan tidak mengendap.
Adapun pada penentuan kalor pelarutan integral CuSO4 anhidrat, hal pertama yang dilakukan adalah memanaskan Kristal CuSO4.5H2O dalam oven sampai Kristal berubah warna dari biru menjadi putih. Perubahan warna tersebut menandakan bahwa air yang terikat pada Kristal telah menguap. Selanjutnya Kristal anhidrat tersebut dilarutkan dengan aquadest di dalam calorimeter, mengamati perubahan suhu yang terjadi saat Kristal mulai dimasukkan sampai diperoleh suhu yang konstan
Berdasarkan hasil analisis data, diperoleh harga tetapan calorimeter (K) sebesar 84 J/K yang berarti bahwa calorimeter menyerap sebesar 84 J kalor tiap kenaikan suhu satu Kelvin. Adapun harga kalor pelarutan integral CuSO4.5H2O adalah 0 (nol) yang disebabkan karena pada saat sebelum dan setelah penambahan Kristal CuSO4.5H2O kedalam calorimeter, suhu larutan tetap sama sehingga tidak ada perubahan suhu (T=0). Sedangkan harga kalor pelarutan CuSO4 anhidrat sebesar 1,6 kJ/mol yang berarti bahwa dalam setiap mol zat terlarut yang dilarutkan dalam satu mol pelarut system menyerap kalor sebesar 1,6 kJ
Dengan berdasarkan perhitungan dengan menggunakan hukum hess, diperoleh nilai pelarutan CuSO45H2O menjadi CuSO4 sebesar 1,9 kJ/mol. Adapun reaksinya :
CuSO45H2O(s)  CuSO4(l) + 5H2O(aq)
Nilai H yang positif menandakan bahwa reaksi yang terjadi berlangsung secara endoterm atau kalor berpindah dari lingkungan ke system.


Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan
Nilai tetapan calorimeter pada percobaan ini adalah 84 J/K
Kalor pelarutan integral CuSO45H2O adalah 0 kJ/mol yang artinya tidak terjadi pelepasan ataupun penyerapan kalor
KAlor pelarutan ntegral CuSO4 anhidrat adalah 1,6 kJ/mol yang berarti dibutuhkan kalor sebesar 1,6 kJ untuk melarutkan tiap mol CuSO4 anhidrat.
Kalor pelarutan CuSO4 menjadi CuSO45H2O sebesar 1,69 kJ/mol

Saran
Sebaiknya praktikan lebih teliti dan focus pada saat melakukan praktikum agar hadil yang diperoleh dapat lebih baik dan diaharapkan kepada asisten untuk memberikan pemahaman kepada praktikan tentang prosedur kerja sebelum praktikum dimulai.

Daftar Pustaka

Achmad, hiskia. 2001. Stoikiometri Energetika Kimia. Bandung : PT Citra Aditya Bakti.
Anonim. 2006. Pengertian/Definisi Kalor dan Teori Kalor Umum Dasar. Http://organisasi.org/pengertian-definisi-kalor-dan-teori-kalor-umum-dasar-kuantitas-jumlah-panas/ diakses pada 14 April 2010.
Anonim. 2010. Kalorimeter Larutan. http://id.wikipedia.org/wiki/kalorimeter/ diakses pada 13 April 2010.
Atkins, P.W. 1999. Kimia Fisik Edisi Keenam Jilid Keempat. Jakarta : Erlangga.
Dogra. 1990. Kimia Fisik dan Soal-Soal. Jakarta : UI-Press.
Rohman, Ijang. 2004. Kimia Fisik I. Malang : JICA.
Tim Dosen Kimia Fisik. 2010. Penuntun Praktikum Kimia Fisik 1. Makassar : Laboratorium Kimia, FMIPA, UNM

» Selengkapnya...

Entri Populer