Pembuatan Natrium Tiosulfat

Tujuan

Mepelajari pembuatan garam natrium tiosulfat dan sifat-sifat kimianya.

Landasan Teore


Sulfit ,SO32- ,kelarutan hanya sulfit dari logam alkali dan sdari amonium larutan dalam air. Sulfit dan logam lainnya larut sangat sedikit atau tidak larut. Hidrogen sulfit dari logam alkali tanah hanya dikenal dalam larutan (vogel, 1985 : 320-321)
Belerang mempunyai kesamaan sifat dengan oksigen antara lain yaitu, kedua membentuk senyawa ionik dengan logam aktif, dan keduanya membentuk senyawa ionik dengan logam aktif,dan keduanya membentuk senyawa kovalen seperti H2S dan H2O,CS2,SCl2,dan Cl2O.Tetapi,beberapa faktor yang membuat berbeda antara lain adalah panjang ikatan kofalen tunggal O adalah 74 pm dan S adalah 104 pm,elektronegatifitas O adalah 3,5 dan S hanya 2,6 (Sugiarto, 2004 : 221)
Ion tiosulfat mirip dengan ion sulfat kecuali bahwa salah satu oksigen diganti dengan atom Belerang (tio-merupakan awalan yang berarti belerang). Kedua atom belerang ini mempunyai lingkungan yang sama sekali berbeda”tambahan” atom belerang bertindak mirip sebagai ion sulfida. Tingkat oksidasi bagi atom belerang pusat adalah +5, Sedangkan bagi atom belerang “tambahan” adalah -1. Natrium tiosulfat pentahidrat dapat diprepasi dengan mudah dengan mendidikan belerang dalam larutan sulfit menurut persamaan reaksi:
SO32-(aq) + S(s)  S2O32-(aq)

Ion tio sulfat tidak stabil oleh pemanasan disproporsionasimenjadi tiga spesies dengan tingkat oksidasi belerang yang berbeda-beda yaitu sulfat,sulfida,dan belerang menurut persamaan reaksi :
4Na2 S2O3(s)  3Na2 SO4(s) + 4S(s)
Tiosulfat bereaksi dengan asam membentuk endapan kuning belerang dan gas belerang dioksidasi menurut persamaan reaksi :
S2O32-(aq) + 2H3O+  H2S2O3(aq) + 2H2O(e)
H2S2O3(aq)  H2O(e) + S(s) + S2(g)
Natrium tio sulfat dalam laboratorium berguna untuk titrasi redoks, misalnya pada iodometri, yaitu untuk menentukan kadar iodin dalam suatu larutan.(Sugiarto,2004 : 228-229)
Asam tiosulfat tidak stabil pada suhu kamar, Asam ini dipisahkan pada suhu 78oC dari persamaan reaksi :
SO3 + H2S  H2S2O3
Atau dari reaksi
HO3SCl + H2S  H2S2O3 + HCl
Molekul gas sulfur tioksida SO3 memiliki struktur segitiga datar dapat mengalami resonansi dengan melibatkan ikatan -p dari S-O
O O O

S S S

O O O O O O
Adanya orbital P untuk ikatan dan orbital d kosong dari S menyebabkan panjang S-O sangat pendek yaitu 1,43 A. Ion tio sulfat memiliki struktur [ S – SO3 ]2- dengan panjang gelombang ikatan S-S dan S-O masing-masing 1,99 + 0,10 dan 1,48 + 0,6oA, panjang ikatan S-S mendekati panjang S-O menunjukkan bahwa dalam ikatan S-S juga terlibat ikatan II (pi). (Tim Dosen Kimia Anorganik, 2010 : 5).
Tio sulfat, S2O32- kelarutan : kebanyakan tio sulfat yang pernah dibuat, larut dalam air, tio sulfat dari timbel,perak dan barium larut sedikit sekali.Banyak dari larutan tio sulfat ini larut dalam larutan Natrium tiosulfat yang berlebih,membuat garam kompleks (vogel, 1985 : 325).
Natrium tiosulfat merupakan garam berhidrat dengan rumus kimia Na2S2O3, 5H2O, padatan kristal tak berwarna,larut dalam air, dan dapat berfungsi sebagai zat pereduksi. Digunakan untuk pembuat larutan baku sekunder,v sebagai anti klor (untuk mengganti sisa klor yang dapat merusak sisa tekstil), da ndalam fotografi/ penyeblonan larutan garam ini dikenal dengan hipo sebagai fiksir (untuk melarutkan senyawa perak halida). Ti 48oC ; d 1,7 (Mulyono, 2005 : 209).
Dalam bidang kedokteran Natrium tiosulfat digunakan sebagai penangkal keracunan sianida, tiosulfat bertindak sebagai donor sulfur untuk konvensi sianida tiosianat (yang kemudian dapat aman dieksresikan dalam urin, dikatalisis oleh enzim rhodanase Natrium tiosulfat juga digunakan untuk menurunkan kadar klorin dikolam renang dan spa berikut klorinasi super, serta untuk menghilangkan noda yodium, misalnya setelah ledakan triiode Nitrogen. (Anonim, 2010)
Natrium tiosulfat (Na2S2O3) dapat dibuat dari H2SO4. H2SO4 adalah asam yang sangat penting digunakan dalam industri kimia. H2SO4 mencair pada suhu 10,5oC membentuk cairan kental. Asam tiosulfat H2SO3 tidak dapat dibentuk dengan menambahkan asam kedalam tiosulfat karena pemisahan asam bebas dalam air kedalam campuran S, H2S, H2Sn, SO2 dan H2SO3
H2S + SO3  H2S2O3
Garam yang bisa disebut tiosulfat stabil dan berjumlah banyak. Tiosulfat dibuat dengan memanaskan alkali / larutan sulfat dengan S dan juga dengan mengoksidasi polisulfida dengan air seperti deaksi berikut :
Na2S2O3 + S  H2S2O3
2 NaS3 + 3O2  2 H2S2O3 + 2S
Selain itu natrium tiosulfat dapat dibuat dari SO2 dengan reaksi sebagai berikut :
2 SO2 (aq) + O2 (g)  SO3(g)
Kemudian direaksikan dengan Na2S3 dan H2O, reaksi :
2 SO2 + Na2CO3  2 NaHS3 + CO2
Produk ( NaHSO3) direaksikan lagi dengan Na2S3, reaksi :
2 NaHS3 + Na2CO3  2 Na2SO3 + CO2 + H2O
Terakhir Na2SO3 direaksikan dengan S dengan bantuan pemanasan, reaksi :
Na2SO3 + S  Na2S2O3
(Amonium, 2010 : 1-2 )

Alat dan Bahan


Alat
1. Tabung reaksi 6 Buah
2. Rak tabung reaksi 1 Buah
3. Gelas ukuran 10 ml 1 Buah
4. Gelas ukuran plastik 50 ml 1 Buah
5. Cawan penguap 1 Buah
6. Alat refluks (labu refluks + pendingin) 1 Set
7. Pengaduk kaca 1 Buah
8. Pipet tetes 4 Buah
9. Pembakar spiritus 1 Buah
10. Penjepit kayu 1 Buah
11. Gelas kimia 100 ml 1 Buah
12. Statif dan klem
13. Botol somprot 1 Buah
14. Corong biasa 1 Buah
15. Kaki tiga, kasa asbes 1 Buah

Bahan
1. Larutan Na2S2O3 0,5 M
2. Larutan HCl encer
3. Kristal Na2S2O3 . 5 H2O
4. Serbuk S
5. Na2SO3
6. Larutan I2 0,2 N
7. Aquadest
8. Es batu
9. Tissue

Langkah Kerja


Pembuatan Natrium tiosulfat pentahidrat

  1. Menimbang 25 gram natrium sulfit dan 4 gram serbuk belerang
  2. Mencampur natrium sulfit dan serbuk Belerang tersebut ke dalam gelas kimia, ditambahkan aquadest 15 ml, kemudian diaduk.
  3. Memasukkan campuran tersebut ke dalam labu refluks kemudian direfluks selama 1 jam.
  4. Menyaring campuran dengan corong biasa selagi masih panas.
  5. Menguapkan filtrat yang diperoleh hingga terbentuk kristal.
  6. Menimbang kristal yang diperoleh.

Mempelajari Sifat kimia natrium tiosulfat
Pengaruh pemanasan
 Memanaskan 1 gram kristal natrium tiosulfat pentahidrat dalam tabung reaksi.
 Mengamati apa yang terjadi

Reaksi dengan iod
Melarutkan 1 gram kristal natrium tiosulfat dengan 10 ml dan mereaksikan dengan iod secara berlebih.
Mengamati yang terjadi.

Pengaruh asam encer
Mereaksikan 3 ml larutan natrium tiosulfat dengan asam klorida encer dengan volume yang sama.
Mengamati isi tabung.
Mencium bau yang ditimbulkan.

Hasil Pengamatan

Pembuatan natrium tiosulfat diaduk pentahidrat
25 g Na2SO3 + 4 g Serbuk Belerang + 15 ml H2O > suspensi berwarna kuning direfluks larutan disaring filtrat bening diuapkan kristal ditimbang 7,1 gram.

Mempelajari sifat kimia natrium tiosulfat
Pengaruh pemanasan.
1 g Kristal Na2SO3. 5 H2O dipanaskan meleleh
Reaksi dengan iod
1 g Na2SO3 . 5 H2O + 10 ml H2O  larutan bening + 2 ml(coklat) I2  larutan bening
Pengaruh asam encer
3 ml Na2S2O3 + 3 ml HCl encer  larutan bening + endapan berwarna kuning dan berbau tengik

Analisis Data
Diketahui :
M Na2SO3 = 25 gram
Mr Na2SO3 = 126 g/mol
M S8 = 4 gram
V H2O = 10 ml
Mr H2O = 18 g/mol
M Na2S2O3 . 5 H2O praktek = 7,2 g
Ditanyakan :
 Rendemen Na2S2O3 . 5 H2O =...............?
Penyelesaian :
8 Na2SO3 + S8 + 5 H2O  8 Na2S2O3 . 5 H2O
 Mol Na2SO3 = Massa
Mr
= 25 gram
126 g/mol
= 0, 1984 mol
 Mol S8 = Massa
Mr
= 4 gram
256 g/mol
= 0, 0156 Mol
 Mol H2O = Massa
Mr
= 1 g/ml x 10 ml
18 g/mol
= 0,56 mol
 Mol Na2S2O3.5H2O = 8/1 x mol S8
= 8 x 0,0156 mol
= 0,1248 mol
 Mol Na2S2O3 yang bereaksi = 8 x mol S8
= 8 x 0,0156 mol
= 0,1248 mol
 Mol H2O yang bereaksi = 5 x 0,0156 mol
= 0,0780 mol
8 Na2SO3 + S8 + 5 H2O  8 Na2S2O3 . 5 H2O
Mula-mula: 0,1948 0,0156 0,56 -
Bereaksi : 0,1248 0,0156 0,078 0,1248
Sisa : 0,0736 - 0,492 0,1248
 Berat teori Na2S2O3. 5 H2O = mol sisa x Mr
= 0,1248 g x 248 g/mol
= 30,950 g
 % Rendemen Na2S2O3. 5 H2O = Berat praktek x 100 %
Berat teorig
= 7,1 g x 100 %
30,950 g
= 22,94 %

Pembahasan

Pembuatan Natrium tiosulfat pentahidrat
Pada percobaan ini Natrium tiosulfat diperoleh dengan mereaksikan antara natrium sulfit (Na2SO3) dengan Sulfur dalam bentuk S8. Kedua senyawa ini direfluks dengan melarutkannya dalam air. Sebelum dimasukkan dalam labu refluks kedua senyawa dicampur dan diaduk terlebih dahulu dengan penambahan air beberapa mililiter sampai terbentuk suspensi, ini dilakukan agar serbuk sulfur tidak mengapung jika dimasukkan ke dalam labu refluks. Kemudian ditambahkan batu didih untuk mencegah terjadinya letupan yang besar pada saat pemanasan. Proses refluks dilakukan pada percobaan ini agar struktur molekul sulfur yang membentuk cincin yang mengandung 8 atom (S8) dapat diputuskan, sehingga dapaat bereaksi dengan natrium sulfit. Agar pemutusan cincin S8 ini berlangsung dengan sempurna, maka proses refluks dilakukan selama 1 jam.
Setelah direfluks larutan disaring agar terpisah dari zat pengotornya. Larutan tersebut disaring dalam keadaan panas untuk mencegah terbentuknya kristal dalam kertas saring. Setelah disaring. Setelah disaring, filtrat yang diperoleh kemudian diuapkan sampai terbentuk kristal. Proses penguapan ini untuk menghilangkan molekul air yang bukan pentahidrat. Adapun kristal yang diperoleh adalah kristal yang berwarna putih, sesuai dengan warna kristal Na2S2O3 yang sebenarnya. Setelah ditimbang, massa kristal Na2S2O3 yang diperoleh adalah 7,1 gram dengan rendemen 22,94 %. Nilai rendemen yang diperoleh kecil, karena pada saat pencampuran Na2SO3 dan S8 dalam gelas kimia tersebut, tidak semuanya masuk ke dalam labu refluks. Demikian juga pada saat setelah direfluks, dan disaring ke dalam cawan penguap, masih ada sedikit zat yang tertinggal dalam labu refluks tersebut. Sehingga hanya sedikit kristal yang diperoleh.
Adapun reaksi yang berlangsung pada pembuatan Na2S2O3 ini adalah :
8 Na2SO3 + S8 + 5 H2O  8 Na2S2O3 + 5 H2O

Mempelajari sifat natrium tiosulfat
Pengaruh pemanasan
Percobaan selanjutnya, yaitu mengetahui pengaruh pemanasan terhadap natrium tiosulfat pentahidrat. Diperoleh bahwa kristal natrium tiosulfat pentahidrat meleleh jika dipanaskan. Jika dibandingkan dengan natrium tiosulfat dekahidrat,maka natrium tiosulfat pentahidrat lebih cepat meleleh karna natrium tiosulfat dekahidrat lebih banyak mengandung air. Tiosulfat disini bersifat hidroskopis.
Na2S2O3 . 5 H2O(s)  Na2S2O3(aq) + 5H2O(e)
Na2S2O3 . 10 H2O(s)  Na2S2O3(aq) + 10 H2O(e)

Reaksi dengan iod
Kristal Na2S2O3 . 5 H2O yang dilarutkan dengan air, ditambahkan dengan larutan iod berlebih menghasilkan larutan berwarna bening. Perubahan warna iod ini menunjukkan terjadinya reaksi redoks :
Reduksi : I2 + 2 e  2 I-
Oksidasi : 2 S2O32-  S4O62- + 2e
2 S2O32- + I2  S4O62- + 2I
Jadi : 2 Na2S2O3 + I2  2 NaI + Na2S4O6
Dari reaksi diatas terlihat bahwa natrium tiosulfat mereduksi iod.

Pengaruh asam encer
Pada percobaan ini larutan Natrium tiosulfat direaksikan dengan HCl encer menghasilkan larutan berwarna kuning dengan endapan putih & juga berbau tengik. Adapun reaksinya adalah :
Na2S2O3 + 2 HCl  H2S2O3 + 2 NaCl
H2S2O3  SO2  + S  + H2O
Asam klorida berfungsi untuk menguapkan sulfur dioksida dan mengendapkan sulfur. Itulah sebabnya pada reaksinya menimbulkan bau tengik yang merupakan gas SO2.

Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
  1. Natrium tiosulfat pentahidrat dapat dibuat dengan cara mereaksikan natrium sulfit dan belerang dengan air.
  2. Massa natrium tiosulfat yang diperoleh yaitu 7,1 gram dengan rendemen sebesar 22,94 %
  3. Natrium tiosulfat bersifat hidrokopis.
  4. Ion tiosulfat dapat mereduksi iod membentuk ion tetrationat .
  5. Sulfur dapat dibebaskan dengan penambahan HCl encer pada natrium tiosulfat.
Saran
  1. Lebih teliti dalam memperhatikan kebersihan alat yang digunakan.
  2. Pencampuran dan pengadukan natrium tiosulfat dan serbuk belerang dengan air sebaiknya dilakukan dengan labu refluks, agar semua larutan dapat terpakai dan tidak ada yang tertinggal jika dilarutkan dulu dalam gelas kimia.
Daftar Pustaka


Anatomi, 2010. Pembuatan Natrium Tiosulfat online (http://aboutchemistry21.blogspot.com/¬) Diakses tanggal April 2010-05-29
Kristian sugiarto, 2004. Kimia anorganik I. Yogyakarta : Jurusan Pendidikan Kimia FMIDA UNY.
Mulyono, 2005. Kamus Kimia. Bandung : Bumi Aksara.
Tim Dosen Kimia, 2010. Penuntun Praktikum Kimia Anorganik. Makassar : Jurusan FMIPA UNM.

» Selengkapnya...

Penentuan Kalor Reaksi

Tujuan Percobaan

Menentukan kalor pelarutan integradi CuSO4 dan CuSO4.5H2O dengan menggunakan kalorimeter sederhana

Landasan Teore

Kalor adalah suatu bentuk energi yang diterima oleh suatu benda yang menyebabkan benda tersebut berubah suhu atau bentuk wujudnya. Kalor berbeda dengan suhu, karena suhu adalah ukuran dalam suatu derajat panas. Kalor merupakan suatu kuantitas atau jumlah panas balik yang diserap maupun dilipaskan oleh suatu benda (Anonim, 2006).
Kalor, q dapat diartikan sebagai energy yang dipindahkan melalui batas-batas system, sebagian besar akibat dari adanya perbedaan suhu antara system dan lingkungan. Menurut perjanjian, q dihitung sebagai positif jika kalor masuk system dan negative jika kalor keluar system (Achmad, 2001; )
Kalor didefenisikan sebagai energy panas yang dimiliki oleh suatu zat. Secara umum untuk mendeteksi adanya kalor yang dimiliki oleh suatu benda yaitu dengan mengukur suhu benda tersebut. Jika suhunya tinggi, maka kalor yang dikandung oleh benda sangat besar, begitu juga sebaliknya jika suhunya rendah, maka kalor yang dikandung sedikit (Anonim, 2008)
Kalor adalah jumlah energi yang dipindahkan dari suatu benda atau tubuh kepada benda lain akibat suatu perbedaan suhu diantara mereka. Kalor (Q) dinyatakan dalam satuan energi dalam Joule (J) menurut satuan SI. Kalor umumnya dinyatakan dalam satuan kalori (kal) yaitu suatu kalori adalah jumlah kalor yang diperlukan untuk meningkatkan suhu 1 gram air sebanyak 1 K atau 1 oC suhu kamar (293 K). Kapasitas kalor adalah jumlah energi kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu sejumlah zat tertentu sebesar 1 K atau 1 oC. Jumlah kalor (Q) yang diperlukan untuk menaikkan suhu suatu zat yang diketahui oleh dari sembarang suhu awal (Ti) sampai sembarang suhu akhir (Tf) dapat ditentukan melalui pemahaman persamaan kalor :
Qkalor = m c T\
M adalah massa benda, C adalah kapasitas kaor spesifik dari zat tertentu dan T adalah perubahan suhu. Panas juga merupakan salah satu bentuk energi dan perubahan bentuk akibat panas akan sama dengan yang diakibatkan olehnya. Sebagaimana tarikan gravitasi, potensial listrik, panas juga mengalir dari temperature yang lebih tinggi ke yang lebih rendah kecuali jika kerja dilakukan terhadap system (Anonim, 2010).
Perubahan kalor yang terjadi pada reaksi kimia maupun proses fisik dapat diukur dengan suatu alat yang disebut calorimeter. Setiap calorimeter memilki sifat khas dalam mengukur kalor. Ini terjadi karena komponen-komponen alat calorimeter sendiri (wdah logam, pengaduk, dan thermometer) menyerap kalor, sehingga tidak semua kalor yang terjadi terukur. Oleh karena itu, jumlah kalor yang diserap oleh calorimeter, biasa juga disebut tetapan (kapasitas, k) perlu diketahui terlebih dahulu ( Tim Dosen Kimia Fisik, 2010: 2).
Alat paling penting unyuk mengukur ∆u adalah calorimeter bamodiabatik. Perubahan keadaan yang dapat berupa reaksi kimia berawal di dalam wadah yang bervolume tetap disebut bom. Bom tersebut direndam dalam air berpengaduk dan keseluruhan alat itulah yang disebut calorimeter. Calorimeter itu juga direndam dalam bak air luar. Temperature air dalam calorimeter dan di dalam bak luar dipantau dan diatur sampai nilanya sama. Hal ini dilakukan untuk memastikan tidak ada kalor yang hilang sedikitpun dari calorimeter ke lingkungannya (bak air). Sehingga calorimeter tersebut adiabatic (Atkins, 1999; 99)
Penyerapan atau pelepasan kalor yang menyertai suatu reksi dapat diukur secara eksperimen. Dikenal beberapa macam kalor reaksi, bergantung pada tipe reaksinya, diantaranya adalah kalor netralisasi, kalor pembentukan, kalor penguraian dan kalor pembakaran ( Tim Dosen Kimia Fisik, 2010: 1).
Suatu proses dapat berlangsung pada volume tetap, kalor yang menyertai proses tersebut merupakan perubahan energy dalam, sedangkan pada tekanan tetap adalah perubahan entalpi. Eksperimen di laboratorium lebih banyak dilakukan pada tekanan tetep sehingga kalor yag dihasilkan merupakan perubahn entalpi (Rahman, 2004).
Hubungan kedua bebesaran tersebut pada tekanan tetap dinyatakan dengan : ∆H = ∆U + P∆V
Dan untuk reksi yang berkaitan dengan perubahan jumlah mol gas dengan asumsi gas ideal persamaan menjadi :
∆H = ∆µ + ∆ΩRT
(Tim Dosen Kimia Fisik, 2010: 1 )
Menurut Anonim (2008), dari hasil percobaan yang sering dilakukan besar kecilnya kalor yang dibutuhkan untuk benda (zat) bergantung pada 3 faktor, yaitu:
Massa zat
Jenis zat (kalor jenis)
Perubahan suhu
Sehingga secara metamatis dapat di rumuskan :
Q = m . c (t2 – t1)
Dimana
Q adalah kalor yang dibutuhkan (J)
M adalah massa benda (kg)
C adalah kalo jenis (j/kgOC)
(t1-t2) adalah perubahan suhu (OC)
Kapasitas kalor adalah banyaknya kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu benda sebesar 1 OC sedangkan kalor jenis adalah banyaknya kalor yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu 1 kg zat sebesar 1 OC (Anonim, 2008)
Selain kalor reaksi, penyerapan atau pelepasan kalor dapat terjadi pada proses-proses fisik. Diantaranya adalah pada proses pelarutan suatu zat di dalam pelarutnya, atau penambahan zat terlarut ke dalam zat pelarut (Tim Dosen Kimia Fisik, 2010; 1).
Ada dua panas pelarutan yaitu panas pelarutan integral dan panas pelarutan deferensial. Panas pelarutan integral didefenisikan sebagai perubahan entalpi jika suatu mol zat dilakukan dalam n mol pelarut. Panas pelarutan diferensial didefenisikan sebagai perubahan antalpi jika suatu mol zat terlarut dilarutkan dalam jumlah larutan tak terhingga, sehingga konsentrasinya tidak berubah dalam penambahan 1 mol zat terlarut. Secara matematik didefenisikan sebagaimn d m∆H/dm , yaitu perubahan panas diplot sebagai jumlah mol zat terlarut dan panas pelarutan diferensial dapat diperoleh dengan mendapatkan kemiringan tergantung pada konsenterasi larutan (Dogra, 1984; 336-337).

Alat dan Bahan

Alat
Calorimeter 1 buah
Termometer 1 buah
Mortar dan Alu 1 buah
Gelas kimia 500 mL 1 buah
Gelas kimia 100 mL 1 buah
Gelas kimia 50 mL 1 buah
Gelas ukur 100 mL 1 buah
Batang pengaduk 1 buah
Lampu spirtus 1 buah
Kassa abses dan kaki tiga 1 buah
Botol semprot 1 buah
Nerasa digital
Cawan penguap 1 buah
Oven

Bahan
Aquades
CuSO4
CuSO4.5H2O
Tissue

Prosedur Kerja

Penentuan Tetapan Kalorimeter
Memasukkan 50 ml air ke dalam kalorimeter dengan gelas ukur. Mencatat temperaturnya
Menyiapkan 50 ml air panas dalam gelas kimia yang suhunya 40 oC
Memasukkan 50 ml air panas ke dalam calorimeter yang berisi air dingin tepat pada waktu menit ke enam.
Mencatat suhu air dalam calorimeter setiap 1 menit sambil terus di aduk
Mencatat suhu hingga diperoleh suhu relative tetap
Membuat kurva hubungan antara waktu dengan suhu untuk memperoleh suhu campuran yang tepat

Penentuan kalor pelarutan Integral CuSO4 dan CuSO4.5H2O
Menimbang secara kasar ± 10 gram Kristal Cuso4 . 5H2O
Menempatkan Kristal tersebut dalam mortar dan Alu
Menghancrkan sampai di dapat serbuk halus
Menimbang secara teliti 5 gram Kristal tersebut dengan neraca analitik
Menyiapkan calorimeter (yang telah ditentukan tetapannya). Kemudian memasukkan 100 ml aquades
Mencatat suhu setiap 1 menit selama 5 kali pembacaan
Menambahkan serbuk halus Cuso4 . 5H2O yang telah di ketahui pasti massanya ke dalam calorimeter dan mengaduknya terus.
Mencatat suhu saat Kristal ditambahkan, lalu di lanjutkan dengan pembacaan suhu setiap 1 menit sampai di peroleh suhu yang relative tetap
Memanaskan ± 5 gram Kristal halus Cuso4 . 5H2O sisa percobaan sebelumnya.
Mengaduk secara perlahan-lahan sampai semua hidratnya menguap seluruhnya di tandai dengan berubahnya warna serbuk dai biru menjai putih.
Menyimpan serbuk dalam eksikator sampai dingin.
Dengan menggunakan Cuso4 anhidrat, mengulangi langkah 4-8

Hasil Pengamatan

Penentuan Tetapan Kalorimeter
Volume air dingin = 50 ml
Volume air panas = 50 ml
Suhu air panas = 40 oC
Menit ke- Suhu air dingin (oC Menit Ke- Suhu Campuran (oC)
1 28,5 6 34
2 28,5 7 34
3 28,5 8 33,5
4 28 9 33,5
5 28 10 33
- - 11 33
- - 12 33

Penentuan Kalor Pelarutan Integral CuSO4.5H2O
Volume air dingin = 100 ml
Massa CuSO4.5H2O = 5 gram

Menit ke- Suhu air dingin (oC Menit Ke- Suhu Campuran (oC)
1 28,5 6 28
2 28 7 28
3 28 8 28
4 28 9 28
5 28 10 28

Penentuan Kalor Pelarutan Integral CuSO4 anhidrat
Volume air dingin = 100 ml
Massa CuSO4.5H2O = 5 gram
Menit ke- Suhu air dingin (oC Menit Ke- Suhu Campuran (oC)
1 28 6 29
2 28 7 29
3 28 8 29
4 28 9 28,5
5 28 10 28,5
- - 11 28,5
- - 12 28,5

Analisis Data

Penentuan Tetapan Kalorimeter
Dik : Vair dingin = 50 mL
Vair panas = 50 mL
Tair panas = 40 oC = 313 K
Tair dingin = 28 oC = 301 K
Tcampuran = 33 oC = 306 K
Dit : K……?
Peny :

m air panas = m air dingin = ρ x V
= 1 g/mL x 50 mL
= 50 gram

K=(m1 c (T2-Tc)- m2 c (Tc-T1))/(Tc-Ti)

K=(50 gram x 4,2 J/gK (313-306)K- 50gram x (306-301)K)/(306 K-301 K)
K=(1470 J-1050 J)/(5 K)
K=(420 J)/(5 K)=84J/K
Penentuan Kalor Pelarutan Integral CuSO4.5H2O
Dik : Tair dingin = 28 oC = 301 K
Tcampuran = 28 oC = 301 K
Vair = 100 mL
ρ air = 1 gram/mL
Mr CuSO4.5H2O = 246 gram/mol
m CuSO4.5H2O = 5 gram
Dit : H1 CuSO4.5H2O……?
Peny :
n CuSO4.5H2O = massa/Mr= (5 gram)/(246 gram/mol)=0,0203 mol
Kalor yang diserap calorimeter (Q1)
Q1 = K x T
= 84 J/K x O K
= 0 J/K


Kalor yang diserap air (Q2)
Q2 = m c T
= 100 gram x 4,2 J/g.K (0)
= 0 J
Kalor pelarutan integral CuSO4.5H2O (H1)
H1 = (Q1+Q2)/(n CuSO4.5H2O)= (0 + 0)/(0,0203 mol)=0 kJ/mol
Penentuan Kalor Pelarutan Integral CuSO4 anhidrat
Dik : Tair dingin = 28 oC = 301 K
Tcampuran = 28,5 oC = 301,5 K
Vair = 100 mL
ρ air = 1 gram/mL
Mr CuSO4 = 161 gram/mol
m CuSO4.5H2O = 5 gram
Dit : H1 CuSO4 anhidrat……?
Peny :
n CuSO4 = massa/Mr= (5 gram)/(161 gram/mol)=0,0310 mol
Kalor yang diserap calorimeter (Q1)
Q1 = K x T
= 84 J/K x O,5 K
= 42 J
= 0,042 kJ
Kalor yang diserap air (Q2)
Q2 = m c T
= 5 gram x 4,2 J/g.K (0,5 K)
= 10,5 J
= 0,0105 kJ


Kalor pelarutan integral CuSO4 anhidrat (H2)
H2 = (Q1+Q2)/(n CuSO4)= ((0,042 + 0,0105))/(0,0310 mol)=1,69kJ/mol
Berdasarkan hukum Hess
CuSO4.5H2O(s) H1 CuSO4(s) + 5H2O
H3 H2
CuSO4.5H2O(l)
H3 = H2 - H1
= 1,69 kJ/mol – 0
= 1,69 kJ/mol


Pembahasan

Pada percobaan ini, digunakan Kristal CuSO4.5H2O dan CuSO4 anhidrat untuk menentukan H3 H2O (kalor integral dari CuSO4.5H2O dan CuSO4 anhidrat), dimana kalor pelarutan integral merupakan kalor yang diserap dan dilepaskan ketika satu mol zat (CuSO4.5H2O dan CuSO4 anhidrat) dilarutkan dalam n mol pelarut.
Langkah pertama yang harus dilakukan pada percobaan ini adalah menentukan tetapan calorimeter (K), karena alat yang digunakan untuk menentukan perubahan kalor adalah calorimeter. Etatpan calorimeter perlu dilakukan karena adanya sejumlah kalor yang diserap oleh calorimeter (wadah, thermometer, pengaduk) sehingga tidak semua perubahan suhu dapat diukur.
Pada percobaan selanjutnya, Kristal CuSO4.5H2O yang akan ditentukan kalor pelarutan integralnya, dilarutkan dengan 100 mL aquadest di dalam calorimeter. Selama proses pelarutan yang harus diperhatikan adalah perubahan suhu larutan, dimana suhu larutan dibaca setiap menit sampai diperoleh suhu yang konstan. Perlunya ditentukan suhu larutan konstan adalah untuk memudahkan dalam perhitungan harga kalor yang diserap atau dilepas karena jika suhunya tidak konstan maka akan sulit untuk menentukan suhu mana yang akan digunakan dalam perhitungan. Selain itu, yang perlu diperhatikan adalah larutan harus terus diaduk di dalam calorimeter agar semua Kristal CuSO4.5H2O benar-benar larut dan tidak mengendap.
Adapun pada penentuan kalor pelarutan integral CuSO4 anhidrat, hal pertama yang dilakukan adalah memanaskan Kristal CuSO4.5H2O dalam oven sampai Kristal berubah warna dari biru menjadi putih. Perubahan warna tersebut menandakan bahwa air yang terikat pada Kristal telah menguap. Selanjutnya Kristal anhidrat tersebut dilarutkan dengan aquadest di dalam calorimeter, mengamati perubahan suhu yang terjadi saat Kristal mulai dimasukkan sampai diperoleh suhu yang konstan
Berdasarkan hasil analisis data, diperoleh harga tetapan calorimeter (K) sebesar 84 J/K yang berarti bahwa calorimeter menyerap sebesar 84 J kalor tiap kenaikan suhu satu Kelvin. Adapun harga kalor pelarutan integral CuSO4.5H2O adalah 0 (nol) yang disebabkan karena pada saat sebelum dan setelah penambahan Kristal CuSO4.5H2O kedalam calorimeter, suhu larutan tetap sama sehingga tidak ada perubahan suhu (T=0). Sedangkan harga kalor pelarutan CuSO4 anhidrat sebesar 1,6 kJ/mol yang berarti bahwa dalam setiap mol zat terlarut yang dilarutkan dalam satu mol pelarut system menyerap kalor sebesar 1,6 kJ
Dengan berdasarkan perhitungan dengan menggunakan hukum hess, diperoleh nilai pelarutan CuSO45H2O menjadi CuSO4 sebesar 1,9 kJ/mol. Adapun reaksinya :
CuSO45H2O(s)  CuSO4(l) + 5H2O(aq)
Nilai H yang positif menandakan bahwa reaksi yang terjadi berlangsung secara endoterm atau kalor berpindah dari lingkungan ke system.


Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan
Nilai tetapan calorimeter pada percobaan ini adalah 84 J/K
Kalor pelarutan integral CuSO45H2O adalah 0 kJ/mol yang artinya tidak terjadi pelepasan ataupun penyerapan kalor
KAlor pelarutan ntegral CuSO4 anhidrat adalah 1,6 kJ/mol yang berarti dibutuhkan kalor sebesar 1,6 kJ untuk melarutkan tiap mol CuSO4 anhidrat.
Kalor pelarutan CuSO4 menjadi CuSO45H2O sebesar 1,69 kJ/mol

Saran
Sebaiknya praktikan lebih teliti dan focus pada saat melakukan praktikum agar hadil yang diperoleh dapat lebih baik dan diaharapkan kepada asisten untuk memberikan pemahaman kepada praktikan tentang prosedur kerja sebelum praktikum dimulai.

Daftar Pustaka

Achmad, hiskia. 2001. Stoikiometri Energetika Kimia. Bandung : PT Citra Aditya Bakti.
Anonim. 2006. Pengertian/Definisi Kalor dan Teori Kalor Umum Dasar. Http://organisasi.org/pengertian-definisi-kalor-dan-teori-kalor-umum-dasar-kuantitas-jumlah-panas/ diakses pada 14 April 2010.
Anonim. 2010. Kalorimeter Larutan. http://id.wikipedia.org/wiki/kalorimeter/ diakses pada 13 April 2010.
Atkins, P.W. 1999. Kimia Fisik Edisi Keenam Jilid Keempat. Jakarta : Erlangga.
Dogra. 1990. Kimia Fisik dan Soal-Soal. Jakarta : UI-Press.
Rohman, Ijang. 2004. Kimia Fisik I. Malang : JICA.
Tim Dosen Kimia Fisik. 2010. Penuntun Praktikum Kimia Fisik 1. Makassar : Laboratorium Kimia, FMIPA, UNM

» Selengkapnya...

Penurunan Titik Beku Larutan

Tujuan Percobaan

Menentukan berat molekul (Mr) naftalena berdasarkan penurunan titik beku larutannya dalam pelarut benzen murni.

Landasan Teori

Sifat koligatif larutan adalah sifat larutan yang tidak bergantung pada macamnya zat terlarut tetapi semata-mata hanya ditentukan oleh banyaknya zat terlarut (konsentrasi zat terlarut), (Anonim, 2010).
Menurut Anonim (2010), apabila suatu belarut ditambah dengan sedikit zat terlarut, maka akan didapatkan suatu larutan yang mengalami:
Penurunan tekanan uap jenuh
Kenaikan titik didih
Penurunan titik beku
Tekanan osmosis
Titik leleh (atau titik beku), suatu zat adalah temperature pada mana fase padat dan cair ad dal;am kesetimbangan. Jika kesetimbangan semacam itu diganggu dengan menembahkan atau menarik energy panas, system akan berubah dengan membentuk lebih banyak zat cair atau lebih banyak zat padat. Namun temperature akan tetap pada titik leleh selama kudua fase itu masih ada (Handayana, 1989 : 304).
Titik didih suatu cairan berubah secara nyata dengan berubahnya tekanan luar. Tetapi, selisih tekanan yang kecil, seperti berubahnya tekanan udara, mempunyai pengaruh yang dapat diabaikan pada titik beku suatu cairan. Penambahan tekanan yang besar memang menyebabkan fase yang volumenya lebih kecil, lebih disukai. Untuk kebanyakan zat, keadaan zat padat lebih rapat volume lebih kecil untuk bobot tertentu) daripada keadaan cair (Handayana, 1989 : 304).
Peralihan wujud zat ditentukan oleh suhu dan tekanan. Contohnya air pada tekanan 1 atm mempunyai titik didih 1000C dan titik beku 0 0C. Jika air mengandung zat terlarut yang sukar menguap (misalnya gula), maka titk didihnya akan lebih besar dri 100 0C. dantitik bekunya lebih kecil dari 0 0C. perbedaan itu disebut kenaikan titik didh dan penurunan titik beku (∆Tf) (Sukri, 1999).
Penyimpangan itu diterangkan dengan bantuan bantuaan diagram fase cair yang tealh dibahas. Suatu caitan akan mendidih bila tekanan uapnya sama dengan tekanan luar, yaitu 1 atm. Akan tetapi jika ada zat terlarut, maka tekanan uapnya turun sebesar P atau cc’. akibatnya, untuk mendidih diperlukan suhu lebih (Sukri, 1999).
Dengan menggunakan penurunan rumus yang sama dengan yang digunakan dalam keanaikan titik didih, diperoleh bahwa penurunan titik beku juga sebanding dengan konsentrasi zat terlarut (molalitas). Dengan penurunan rumus yang sama dengan pada kenaikan titik didih akan diperoleh persamaan :
Tb = -Kb m2
Kb = konstanta krioskopik atau konstanta penurunan titik beku
m = molalitas larutan
pada kenyataannya, persamaan di atas hanya berlaku untuk larutan yang mengandung zat terlarut non volatil, tetapi juga berlaku untuk larutan yang mengandung zat terlarut volatil (Bird, 1987 : 188).
Konsentrasi zat ialah jumlah mol per satuan volume. Satuan SI mol per meter kubik memudahkan pekerjaan kimia sehingga molaritas yang didefinisikan sebagai jumlah mol zat terlarut per liter larutan, yang digunakan :
Molaritas = (mol zat terlarut)/(Liter larutan ) = mol. L-1
”M” adalah singkatan untuk ”mol perliter” 0,1 M (dibaca 0,1 molar) larutan HCl memiliki 0,1 mol HCl (bedisosiasi menjadi ion-ionnya) per liter larutan. Molaritas merupakan cara yang lazim untuk menyatakana komposisi larutan encer. Untuk pengukuran yang cermat, cara ini kurang menguntungkan karena sedikit ketergantungannya pada suhu. Jika larutan dipanaskan, atau didinginkan, volumenya berubah, sehingga jumlah zat terlarut per liter larutan juga berubah (Oxtoby, 2001 :154).
Molalitas adalah nisbah massa dan ini tidak bergantung pada suhu. Molalitas didefinisikan sebagai jumlah mol zat terlarut per kilogram pelarut:
Molaritas = (mol zat terlarut)/(Kilogram pelarut) = mol.Kg-1
Karena air memiliki rapatan 1,009 cm-3 pada 20 oC maka 1,00 L air bobotnya 1,00 x 103 gram atau 1,00 Kg dalam air. Jadi molaritas dan molalitas hampir sama nilainya (Oxtoby, 2001 :154).
Tekanan uap suatu zat cair menentukan titik beku (dan juga titik didih) dari zat cair itu sendiri. Adanya zat terlarut di dalam suatu pelarut dapat menyebabkan perubahan tekana uap, dan berarti menyebabkan perubahan titik beku (Tim Dosen Kimia Fisik, 2010 : 29).
Dengan menggunakan persamaan Cousius-Clapeyron, maka terhadap larutan ideal yang encer berlaku :
ln Po/P = Hf/R x T/ToT
ln Po/P = XB
dari kedua persamaan ini diperoleh:
XB = Hf/R x T/ToT
Dimana Hf = entalpi pembekuan; R = Tetapan gas dan XB = mol fraksi zat terlarut. Jika T = Tf (penurunan titik beku) dan nilai T = To sehingga (ToT) = To2, disubstitusi ke persamaan di atas maka diperoleh :
Tf = RT2/Hf x XB
Sementara itu untuk larutan encer berlaku XB = nB/npelarut dan bila dinyatakan ke dalam ke satuan molalitas diperoleh hitungan :
XB = nB/n pelarut = (MA/1000)m
Dengan m adalah molalitas zat terlarut, persamaan ini dapat diubah menjadi
Tf = RT2MA/1000Hf. m (Tim Dosen Kimia Fisik 2010 : 29).

Alat dan Bahan

Alat
Gelas kimia 1000 mL 1 buah
Gelas kimia 50 mL 1 buah
Gelas ukur 50 mL 1 buah
Tabung reaksi besar 1 buah
Thermometer -10oC – 50oC 1 buah
Botol semprot 1 buah
Batang pengaduk 1 buah
Stopwatch 1 buah
Neraca analitik 1 buah

Bahan
Benzena (C6H6)
Naftalena (C10H8)
Es batu
Aquadest

Prosedur Kerja

Penentuan titik beku pelarut
Memasukkan 30 mL benzene ke dalam tabung reaksi besar
Menempatkan thermometer dan batang pengaduk dalam tabung reaksi tersebut
Meletakkan tabung reaksi ke dalam gelas kimia yang berisi es batu
Mengaduk larutan secara perlahan
Membaca skala thermometer (Suhu) setiap 30 detik samapai suhu konstan pada 4-5 kali pembacaan
Mengeluarkan tabung dari gelas kimia dan dibiarkan pada suhu kamar

Penentuan titik beku larutan
Menimbang 0,8435 gram (0,25 molal) naftalena
Memasukkan zat hasil penimbangan ke dalam tabung reaksi yang berisi pelarut kemudian mengaduk sampai larut
Memasukkan tabung reaksi ke dalam gelas kimia yang berisi es batu
Mencatat suhu larutan setiap 30 detik sampai suhu konstan pada 4-5 kali pembacaan
Menimbang kembali 1,6869 gram (0,5 molal) naftalena dan memasukkan dalam 30 mL pelarut benzene
Megulangi cara kerja 3-4

Hasil Pengamatan

Penentuan Suhu pelarut per 30 detik
Waktu ke- 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Suhu (oC) 26 23 21 19 18 16 12 9 6 6 6
Suhu konstan = 6 oC
Penentuan suhu larutan per 30 detik
m benzene = 30 mL x 0,08786 gram/mL
= 26,3580 gram
Molalitas larutan = 0,25 m
Massa benzene = 0,8435 gram
Waktu ke- 1 2 3 4 5 6 7 8
Suhu (oC) 18 9 6 4,5 4 4 4 4
.suhu konstan = 4oC

Massa naftalena = 1,687 gram
Waktu ke- 1 2 3 4 5 6 7 8
Suhu (oC) 20 11 6 5 3 3 3 3
Suhu konstan = 3 oC

Analisis Data

Penentuan massa pelarut benzene
Massa jenis benzene = 0,8786 gram/mL
Volume benzene = 30 mL
m = ρ .v
= 0,8786 gram/mol x 30 mL
= 26,3580 gram
Penentuan massa naftalena
Mm naftalena = 128 g/mol
Massa benzena = 26,3580 gram
Larutan 0,25 molal
m = 1000/p x(massa naftalena)/Mm
0,25 molal = 1000/(26.3580 g) x(massa naftalena)/(128 g/mol)
Massa naftalena =(0,25 molal .26,3580 gram .128 g/mol)/1000
= 0,8435 garam
Larutan 0,5 molal
m = 1000/p x(massa naftalena)/Mm
0,5 molal = 1000/(26.3580 g) x(massa naftalena)/(128 g/mol)
Massa naftalena =(0,5 molal .26,3580 gram .128 g/mol)/1000
= 1,6869 garam
Penentuan Mr naftalena berdasarkan titik beku larutan
Dik ; Tf benzene = 6oC
Tf larutan 0,25 molal = 4oC
Tf larutan 0,5 molal = 3oC
M benzene = 26,3580 gram
Dit : Mr naftalena…?
Peny :
Konsentrasi larutan 0,25 molal
∆Tf = Kf x m
Kf = ∆Tf/molal
∆Tf = Tf0 - Tf
= 6 – 4
= 3oC
Maka,
Kf = ∆Tf/molal
Kf = 2/0,25
= 8 oC/molal
Sehingga
∆Tf = Kf (m naftalena)/(Mr ) x 1000/(m benzena)
Mr = Kf (1000 m naftalena)/(m benzena. ∆Tf)
= 8 (1000 x 0,8435 gram)/(26,3580 gram. (6-4)C)
= (6748 gram C/molal)/(52,716 gram C)
= 128,0067 gram/mol
Konsentrasi larutan 0,25 molal
Kf = ∆Tf/molal
∆Tf = Tf0 - Tf
= 6 – 3
= 3oC
Maka,
Kf = ∆Tf/molal
Kf = 3/0,25
= 6 oC/molal
Sehingga
Mr = Kf (1000 m naftalena)/(m benzena. ∆Tf)
= 6 (1000 x 1,6869 gram)/(26,3580 gram. (6-3)C)
= (10121,4 gram C/molal)/(79,079 gram C)
= 127,9991 gram/mol

Pembahasan

Percobaan ini pada dasarnya bertujuan untuk menentukan berat molekul (Mr) naftalena berdasarkan penurunan titik beku larutan dengan menggunakan pelarut benzene. Langkah pertama yang dilakukan yaitu menentukan titik beku pelarut murni (benzene) dengan cara mendinginkan benzene dalam air es sambil mengaduk larutan. Fungsi dari pengadukan adalah agar larutan merata (suhu larutan merata). Adapun suhu konstan yang diperoleh yaitu 6oC. suhu konstan ini dinyatakan sebagai titik beku benzene. Hal ini sudah sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa titik beku benzene adalah 6oC.
Tahap selanjutnya yaitu menentukan titik beku larutan. Dalam percobaan ini, digunakan larutan naftalena dengan konsentrasi berbeda yaitu 0,25 molal dan 0,5 molal. Hal ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan jumlah zat terlarut terhadap penurunan titik beku. Pada larutan dengan konsentrasi o,25 molal digunakan naftalena sebanyak 0,8435 gram sedang 0,5 molal sebanyak 1,6869 gram. Naftalena ini kemudian ditambahkan ke dalam larutan benzene dan diaduk dengan tujuan agar larutan selalu homogeny. Pada larutan dengan konsentrasi 0,25 molal diperoleh titik beku larutan sebesar 4oC dengan penurunan titik beku sebesar 2oC. sedang pada larutan dengan konsentrasi 0,5 molal diperoleh titik beku larutan sebesar 3oC dengan penurunan titik beku sebesar 3oC.
Dari hasil analisis data, diperoleh Mr naftalena pada larutan 0,25 molal sebesar 128,0067 gram/mol dan pada larutan 0,5 molal sebesar 127,9991 gram/mol. Hasil yang diperoleh hampir sama dengan Mr teori naftalena yaitu 128 gram/mol.
Pada percobaan ini diketahui bahwa penambahan zat terlarut/konsentrasi larutan berbanding lurus dengan penurunan titik beku.


Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan
Konsentrasi larutan berbanding lurus dengan penurunan titik beku larutan
Mr naftalena pada larutan 0,25 molal yaitu 128,0067 gram/mol sedang pada larutan 0,5 molal yaitu 127,9991 gram/mol

Saran
Sebaiknya praktikan lebih teliti dalam pembacaan suhu/skala termometer

Daftar Pustaka
Anonim. 2010. Sifat Koligatif Larutan. http://www.chem-is-try.org/materi-kimia/kimia-smk/kelas-10/sifat-koligatif-larutan/ diakses pada 24 Mei 2010.
Bird, Tony. 1987. Kimia Fisik Untuk Universitas. Jakarta : PT Gramedia.
Hadyana, Pudjaamaka. 1994. Kimia Fisik Universitas Edisi Keenam Jilid 1. Jakarta : Erlangga.
Oxtoby, dkk. 2001. Prinsip-Prinsip Kimia Modern Edisi Keempat Jilid 1. Jakarta : Erlangga.
Sukri, S. 1999. Kimia Dasar 2. Bandung : Penerbit ITB
Tim Dosen Kimia Fisik. 2010. Penuntun Praktikum Kimia Fisik 1. Makassar : Laboratorium Kimia, FMIPA, UNM.

» Selengkapnya...

Penentuan Tetapan Kesetimbangan Ion Triiodida

Tujuan Percobaan

Menentukan tetapan kesetimbangan reaksi pembentukan ion triiodida.

Landasan Teore

Diantara berbagai jenis metode pemisahan,ekstraksi pelarut atau disebut juga ekstraksi air merupakan metode pemisahan yang paling baik dan populer. Alasan utamanya adalah bahwa pemisahan ini dapat dilakukan baik dalam tingkat makro maupun mikro. Seseorang tidak memerlukan alat khusus ataucanggih kecuali pemisahan. Prinsip metode ini didasarkan pada distribusi zat terlarut dengan perbandingan tertuntu antara dua pelarut yang saling bercampur, Seperti benzen,karbon tetraklorida atau kloroform. Batasannya adalah zat terlarut dapat diteransfer pada jumlah yang berbeda dalam kedua fase terlarut. Teknik ini digunakan preparatif, pemurnian, memperkaya, pemisahan serta analisis pada semua skala kerja. Mula-mula metode ini dikenal dalam kimia analisis,kemudian berkembang menjadi metode yang baik, sederhana, cepat, dan dapat digunakan untuk ion-ion logam yang bertindak sebagai tracer (pengotor) dan ion-ion logam dalam jumlah makrogram (Khopkar, 2007: 100).
Kesetimbangan adalah keadaan dimana reaksi berakhir dengan suatu campuran yang mengandung baik zat pereaksi maupun hasil reaksi. Hukum kesetimbangan adalah kali konsentrasi setimbang zat yang berada di ruas kiri, Masing-masing dipangkatkan dengan koefisien reaksinya (Anomin, 2010).
Suatu reaksi dikatakan setimbang apabila reaksi pembentukan dan reaksi penguraian padareaksi tersebut berlangsung dengan kecepatan yang sama sehingga tidak ada lagi perubahan ”bersih pada sistem tersebut (Bird, 1987)
Sebagian besar reaksi kimia bersifat reversibel artinya hanya reaktan-reaktan yang bereaksi membentuk produk, tetapi produkpun saling bereaksi untuk memnetuk reaktan kembali. Hal di atas dapat dinyatakan dengan menggunakan persamaan berikut :
aA + bB cC + dD
A dan B = Reaktan
C dan D = Produk
a, b, c, d = Koofisien rekasi
(Bird, 1987)
Jika laju reaksi pembentukan yaitu reaksi dari kiri ke kanan sama dengan laju rekasi kebalikan (penguraian) yaitu reaksi dari kanan kek kiri, maka reaksi dikatakan berada dalam keadaan seimbang. Sepeerti halanya dalam keseimbangan fisik, bila suatu reaksi mencapai keadaan seimbang bukan berarti reaksi rekasi pembentukan dan reaksi kebalikan berhenti sama sekali, tetapi hal ini menunjukkan bahwa laju kedua reaksi yang berlawanan tersebut telah sama (Bird, 1987).
Salah satu fakta yang penting tetntang reaksi kimia reversibel (dapat-balik). Bilamana suatu reaksi kimia dimulai, hasil-hasil reaksi mulai menimbun, dan seterusnya akan bereaksi satu sama lain memualai suatu reaksi yang kebalikannya. Setelah beberapa lama, terjadilah kesetimbangan dinamis, yaitu jumlah molekul (atau ion) dan setiap zat terurai, sama banyaknya dengan jumlah molekul yang terbentuk dalam suatu satuan waktu. Dalam beberapa hal, kesetimbangan ini terletak sama sekali berada di pihak pembentukan suatu atau beberapa zat, maka reaksi itu tampak seakan-akan berlangsung sampai selesai (Svehla, 1990 ; 21).
Iod jauh lebih dapat larut dalam larutan kalium iodida dalam air daripada dalam air; ini disebabkan oleh terbentuknya ion triiodida, I3-. Kesetimbangan berikut berlangsung dalam suatu larutan seperti ini :
I2 + I- I3-
Jika larutan itu dititrasidengan larutan natrium tiosulfat, konsentrasi iod total, sebagai I2 bebas dan I3- tak bebas, diperoleh, karena segera sesudah iod dihilangkan akibat interaksi dengan triosulfat, sejumlah iod baru dibebaskan dari tri-iodida agar kesetimbangan tidak terganggu. Namun jika larutan dikocok dengan karbon tetra klorida, dalam mana iod saja yang dapat larut cukup banyak, maka iod bebas dalam larutan air. Dengan menentukan konsentrasi iod dalam larutan karbon tetraklorida, konsentrasi ion iod bebas dalam larutan air dapat dihitung dengan menggunakan koefisien distribusi yang diketahui, dan dari situ konsentrasi total iod bebas yang ada dalam kesetimbangan. Dengan memperkurangkan harga ini dari konsentrasi awal kalium iodida, dapatlah disimpulkan konsentrasi KI bebas.
Tetapan Kesetimbangan :
K= ([I-] x [I2])/([I3-])
Kemudian dapat dihitung (Svehla, 1990; 142)
Jika larutan iodium di dalam KI pada suasana netral maupun asam dititrasi maka :
I3- + 2S2O32- 3I- + S4O62-
Selama zat antara S2O3I- yang tidak berwarna adalh terbentuk sebagai :
S2O32- + I3- S2O3I- + 2I-
Yang mana berjalan terus menjadi :
2S2O3I- + I- S4O62- + I3-
Warna indikator muncul kembali pada
S2O3I- + S2O32- S4O62- + I-
Reaksi berlangsung baik di bawah PH = 5,0, sedangkan pada larutan alkali, larutan asam hypoiodos (HOI) terbentuk (Khopkar, 2007; 54).
Iodium, I2, sedikit larut di dalam air namun larut dalam air yang mengandung ion I-, misalnya dalam larutan KI. I2 dan I- dalam larutan air akan membentuk ion tri-iodida, I3- dan reaksinya merupakan reaksi kesetimbangan. Untuk reaksi :
I2(g) + I-(aq) I3-(aq)
(Tim Dosen Kimia Fisik, 2010; 21).
Kesetimbangan ini berlangsung dalam larutan air, untuk itu perlu menghitung konsentrasi-konsentrasi yang bersangkutan dalam air. Dari percobaan penentuan tetapan distribusi di atas dapat dihitung nilai Kd kemudian dengan rumus :
Kd=[I2]H2O/[I2]ccl4
Dapat dihitung konsentrasi (I2)H2O dengan persamaan [I2]H2O = Kd [I2]ccl4 dan selanjutnya dapat dihitung [I3-]H2O dan [I-]H2O (Tim Dosen Kimia Fisik, 2010; 21).


Alat dan Bahan

Alat
Erlenmeyer bertutup asah 250 mL 1 buah
Corong Pisah 1 buah
Statif dan Klem 3 buah
Buret 50 mL 2 buah
Pipet Volume 25 mL 1 buah
Pipet Volume 5 mL 1 buah
Karet Penghisap 1 buah
Batang Pengaduk 1 buah
Corong biasa 1 buah
Gelas Ukur 250 mL 1 buah
Gelas Kimia 100 mL 1 buah
Pipiet Tetes
Botol Semprot 1 buah

Bahan
Larutan jenuh I2 dalam CHCl3
KI 0,1 N
Aquadest
Na2S2O3 0,1 M
Prosedur Kerja
Mengambil 25 mL larutan jenuh I2 dalam CHCl3 dan memasukkannya ke dalam corong pisah.
Menambahkan 200 mL larutan KI 0,1 N ke dalam larutan kemudian mengocok larutan tersebut kuat-kuat.
Membiarkan larutan sampai terbentuk 2 lapisan kemudian memisahkan kedua lapisan tersebut.
Memipet masing-masing 5 mL dari setiap larutan dan memasukkan ke dalam Erlenmeyer.
Mernitrasi masing-masing lapisan dengan larutan natrium trisulfat (Na2S2O3) 0,1 M.
Mencatat volume natrium triosulfat yang diperlukan pada proses titrasi.
Menghitung nilai K.

Hasil Pengamatan

25 mL I2 dalam CHCl3 (ungu) + 200 mL KI 0,1 N (bening) dikocok 2 lapisan (bawah ungu, atas coklat) dipisahkan lapiusan atas (coklat), lapisan bawah (ungu).
5 mL lapisan atas (coklat) dititrasi dengan Na2S2O3 0,1 M larutan bening
5 mL lapisan bawah (ungu) dititrasi dengan Na2S2o3 0,1 M larutan bening
Tabel
Titrasi Volume Na2S2O3 0,1 M yang diperlukan
Titrasi I Titrasi II Titrasi III
5 mL lapisan atas 1,80 mL 1,60 mL 1,60 mL
5 mL lapisan bawah 7,10 mL 6,70 mL 6,70 mL

Analisis Data

2S2O32- + I2 S4O62- + 2I-
2 mmol S2O32- 0,1 M ~ 1 mmol I2
1 mmol S2O32- 0,1 M ~ ½ mmol I2
Dalam kasus ini :
1 mL Na2S2O3 0,1 M = ½ x 0,1 mmol I2
1 mL Na2S2O3 0,1 M = 0,05 mmol I2 = 5 x 10-2 mmol I2
= 5 x10-5 mol I2
Lapisan bawah ([I2] CHCl3)
V t10 = 7,10 mL + 6,70 mL + 6,70 mL
3
= 20,5 mL
3
= 6,83 mL
[I2]CHCl3 = 6,83 mL x 5 x 10-2 mmol I2
5 mL
= 6,83 x 10-2 M
Kd = [I2] CHCL3 dimana, Kd = 18,9
[I2] H2O
Maka,
[I2]H2O = [I2]CHCl3
Kd
= 6,83 x 10-2 M
18,9
= 0,36 x 10-2 M
= 3,6 x 10-3 M
Sehingga,
[I2]H2O + [I2-]H2O = b, dimana b = Vt10 x 5 x 10-2 mmol
5 mL
Vt10 = 1,80 mL +1,60 mL + 1,60 mL
3
= 5 mL = 1,67 mL
3
maka,
b = 1,67 mL x 5 x 10-2 mmol I2 = 1,67 x 10-2 M
5 mL
sehingga,
[I3-]H2O = b – [I2]H2O
= 1,67 x 10-2 M – 3,6 x 10-3 M
= 1,67 x 10-2 M – 0,36 x 10-2 M
= 1,31 x 10-2 M
Maka,
[I-]H2O = [I-]mula-mula – [I3]H2O
= 0,1 M – 1,31 x 10-2 M
= 10 X 10-2 M – 1,31 X 10-2 M
= 8,69 X 10-2 M
Reaksi :
I2 + I- I3-
Maka,
K = [I3-]H2O
[I2]H2O x [I-]H2O
= 1,31 x 10-2 M
(3,6 x 10-3 M)(8,69 x 10-2 M)
= 1,31 x 10-2 M
31,28 x 10-5 M2
= 0,04 x 103 M-1
= 40 M-1

Pembahasan

Percobaan ini bertujuan untuk menentukan tetapin kesetimbangan reaksi pembentukan ion tri-iodida. Pada percobaan ini larutan jenuh I2 dalam CHCl3 direaksikan dengan larutan KI. Penambahan KI berfungsi sebagai penyedia ion iodida. I- yang kemudian akan bereaksi dengan I2 membentuk ion tri-iodida. Campuran ini kemudian dikocok yang berfungsi untuk mempercepat proses distribusi I2 dalam kloroform dan air. Saat pengocokan dilakukan sekali-kali mulut corong dibuka dengan tujuan untuk mengurangi tekanan dalam corong pisah selama proses pengocokan berlangsung.
Setelah dikocok, larutan didiamkan sehingga terbentuk 2 lapisan dimana lapisan atas adalah larutan I2 dalam air sedang lapisan bawah adalah larutan I2 dalam CHCl3 bersifat non polar. Lapisan air berada di atas disebabkan oleh massa jenis air lebih ringan dibandingkan dengan CHCl3 (ρ air = 0,996 g/mL dan ρ CHCl3 = 1,48 g/mL).
Adapun reaksi yang terjadi :
KI(aq) K+(aq) + I-(aq)
I-(aq) + I2(aq) I3-(aq)
Selanjutnya, lapisan lapisan yang terbentuk dipisahkan kemudian masing-masing lapisan dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat hingga larutan menjadi bening. Reaksi yang terjadi, yaitu :
Pada lapisan atas (air)
I3-(aq) + 2S2O32-(aq) 3I-(aq) + S4O62-(aq)
Pada lapisan bawah (CHCl3)
I2(aq) + 2S2O32-(aq) 2I-(aq) + S4O62-(aq)
Pada titrasi ini tidak digunakan indicator amilum. Hal ini karena larutan I2 bersifat autoindikator yang artinya larutan I2 dapat menjadi indicator untuk dirinya sendiri. Dari proses titrasi ini diperoleh volume rata-rata natrium tiosulfat yang digunakan yaitu untuk lapisan atas (I2 dalam air) sebesar 1,67 mL dan lapisan bawah (I2 dalam CHCl3) sebesar 6,83 mL. dari hasil ini, dapat diketahui bahwa I2 terdistribusi lebih banyak ke dalam lapisan kloroform dibandingkan lapisan air. Dari hasil analisis data diperoleh nilai tetapan kesetimbangan reaksi pembentukan ion triiodida (K) sebesar 40 M-1


Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan
Dari hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa nilai tetapan kesetimbangan reaksi pembentukan ion triiodida sebesar 40 M-1

Saran
Diharapkan kepada praktikan selanjutnya untuk lebih teliti dan hati-hati baik dalam proses pengocokan maupun titrasi agar diperoleh hasil yang maksimal

Daftar Pustaka
Anonim. 2010. Tetapan Kesetimbangan Ion Triiodida. http://www.ilkom.unsr.ac.id/Prinsip-prinsip-kesetimbangan-kimia/ diakses pada 8 April 2010.
Bird, Tony. 1987. Kimia Fisik Untuk Universitas. Jakarta : PT Gramedia.
Khopkar. 2007. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI-Press.
Svehla. 1990. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semi Mikro Bagian I. Jakarta : PT Kalman Media Pustaka.
Tim Dosen Kimia Fisik. 2010. Penuntun Praktikum Kimia Fisik 1. Makassar : Laboratorium Kimia, FMIPA, UNM.

» Selengkapnya...

Penentuan Kadar Vitamin C

Tujuan Percobaan

Menentukan kadar vitamin C dalam sampel dengan cara titrasi


Landasan Teore

Vitamin mula-mula diutarakan oleh seorang ahli kimia Polandia yang bernama Funk, yang percaya bahwa zat penangkal beri-beri yang larut dalam air itu suatu amina yang sangat vital, dan dari kata tersebut lahirlah kata vitamine yang kemudian diganti dengan kata vitamin. Kini vitamin dikenal sebagai suatu kelompok senyawa organik yang tidak termasuk dalam golongan protein, karbohidrat maupun lemak, peranannya bagi beberapa fungsi tertentu tubuh untuk menjaga kelangsungan kehidupan. Vitamin merupakan suatu molekul organik yang sangat diperlukan oleh tubuh untuk proses metabolisme dan pertumbuhan yang normal. Vitamin-vitamin tidak dapat dibuat okeh tubuh manusia dalam jumlah yang cukup, oleh karena itu harus diperoleh dari bahan pangan yang dikonsumsi (Winarno, 2004 ).
Vitamin merupakan molekul polar yang larut dalam air, maupun molekul nonpolar yang larut dalam pelarut lemak. Kebanyakan vitamin yang larut dalam air bertindak sebagi batu bangunan oleh koenzim, contoh asam askorbat (vitamin C) sebagai gizi diperlukan bagi hewan menyusui tingkat tinggi dan normal. Vitamin C adalah vital dalam pembentukan dari kolagen protein struktural (Thenawijaya, 1982).
Dalam larutan air, vitamin C mudah dioksidasi terutama bila dipanaskan,oksidasi di percepat apabila ada tembaga atau suasana alkalis. Kehilangan vitamin C sering terjadi dalam pengolahan, pengeringan dan cahaya. Vitamin C penting dalam pembuatan sel-sel intra seluler,kolagen. Vitamin ini tersebar keseluruh tubuh dalam jaringan ikat, rangka, matriks,dll. Vitamin C berperan penting dalam/hidroksilasi prolin dan lisin menjadi hidroksi prolin dan hidroksi lisin.Vitamin C berperan penting dalam menghambat reaksi-reaksi oksidasi dalam tubuh yang berlebihan dengan bertidak sebagai inkubator. Tampaknya vitamin C merupakan vitamin vitamin yang esensial untuk memelihara fungsi normal semua unit sel termasuk struktur-struktur subsel sepertiribosom dan mitokondria (Poedjiadi, 2008).
Adanya asam askorbat makanan, membantu penyerapan besi dalam intestin, karena besi makanan umumnya berbentukion ferri, sedangkan besi diserap berbentukion ferro, dalam tubuh asam askorbat diubah menjadi asam oksalat, asam oksalat di ekskresi oleh ginjal (Hardjasamita, 1991).
Kebutuhan vitamin C bagi setiap orang berbeda-beda tergantung pada kebiasaan hidup masing-masing. Faktor yang berpengaruh biasanya adalah merokok, minum kopi, konsumsi obat tertentu, anti biotik tetraksilin, anti atritis, obat tidur, kontrasepsi oral. Kebiasaan merokok menghilangkan 25 % vitamin C dalam darah, selain nikotin vitamin dipengaruhi oleh kavein (Wikipedia, 2010).
Penentuan vitamin C dapat dilakukan dengan titrasi iodimetri. Hal ini berdasarkan sifat bahwa vitamin C dapat bereaksi dengan iodin. Indikator yang digunakan yaitu amilum. Akhir titrasi ditandai dengan terjadinya warna biru dari iod-amilum. Perhitungan kadar vitamin C dengan standarisasi larutan iodin yaitu tiap 1 mL 0,01 N iodin ekivalen dengan 0,88 mg asam askorbat. Cara lain dalam penentuan vitamin C adalah dengan 2,6 D (2,6 Dikloro fenol indofenol). Asam askorbat dapat direduksi 2,6 D dalam suasana netral atau basa akan berwarna merah muda. Apabila 2,6 D direduksi oleh asam askorbat maka menjadi tak berwarna , dan bila semua asam askorbat telah mereduksi 2,6 D, maka kelebihan 2,6 D sedikit saja akan terlihat dengan terjadinya pewarnaan (Lehninger, 1982).



Alat dan Bahan

Alat
Buret 50 mL
Statif dan klem
Corong biasa
Neraca digital
Gelas kimia 600 mL
Pipet tetes
Pembakar spritus
Mortar dan alu
Kaki tiga dan kasa asbes
Gelas ukur 10 mL
Pipet ukur 5 ml dan 10 mL
Labu erlenmeyer bertutup asa 250 ml 3 buah
Labu erlenmeyer 250 ml 3 buah

Bahan
Tablet vitamin C
H2SO4 2 N
Larutan iod 0,1 N
Aquadest
Amilum 2 %
Larutan Na2S2O3 0,1 N
Korek api
Tissue

Prosedur Kerja

Blangko
Menambahkan 5 ml H2SO4 2 N dalam 10 ml H2O pada labu erlenmeyer.
Menambahkan 10 ml larutan iod 0,1 N.
Menambahkan beberapa tetes indikator amilum.
Menitrasi larutan tersebut dengan larutan Na2S2O3 0,1 N hingga larutan bening.
Mengulangi langkah 1-4 sebanyak 3 kali.

Sampel
Menghaluskan beberapa butir vitamin C
Menimbang 0,3 g vitamin C yang halus
Melarutkan vitamin C tersebut dengan 10 ml aquadest dan segera menambahkannya dengan 5 ml H2SO4 2 N
Menambahkan 10 ml larutab iod 0,1 N dengan beberapa tetes amilum.
Menitrasi larutan tersebut dengan larutan Na2S2O3 0,1 N hingga larutan menjadi warna kuning kembali (warna larutan menjadi kuning).
Melakukan langkah 2-5 sebanyak 3 kali.

Data Pengamatan

Sampel
0,3 g vitamin C + 10 ml H2O  larutan kuning + 5 ml H2SO4 2 N
 Larutan kuning + 10 mL iod 0,1 N  larutan coklat + amilum  coklat dititrasi larutan kuning

Titrasi Volume Na2S2O3 0,1 N (ml)
1 7,9
2 9,8
3 8,7


Blangko
10 ml H2O + 5 ml H2SO4 2 N  larutan bening + 10 mL iod 0,1 N larutan coklat + amilum larutan  larutan coklat dititrasi larutan bening.
titrasi Volume Na2S2O3 0,1 N (ml)
1 11,7
2 12,0
3 11,6

Analisis Data

Dik : N Na2S2O3 = 0,1 N
V Na2S2O3 sampel = 8,8 ml
V Na2S2O3 blangko =11,77 ml
MM vit C =176 mg/mmol
Dit : m Vitamin C =........?
Kadar vit C =........?
Penyelesaian
N = (m ekiv)/V
N = (m vit C ×ekivalen Na2S2O3 )/(Mm vit C ×V Na2S2O3 )
= (0,1 N ×176 mg/mmol×1ml)/(2 ekivalen) =8,8 mg
Jadi, 1 ml Na2S2O3 0,1 N ≈ 8,8 mg vitamin C

Kadar vitamin C
Kadar = (m vit C)/(m sampel) ×100%
= (26,14 mg)/(300 mg) ×100%=8,71 %

Pembahasan

Percobaan ini bertujuan untuk menentukan kadar vitamin C dalam sampel untuk mempercepat proses pelarutan vitamin C dalam air, maka sampel tersebut harus digerus sehingga permukaan bidang sentuhnya besar. Adapun air digunakan sebagai pelarut karena vitamin C mudah larut didalamnya, untuk menghindari oksidasi dengan cahaya vitamin C dimasukkan dan dilarutkandalam erlenmeyer tertutup. Hal ini karena vitamin C mudah teroksidasioleh cahaya,namun vitamin C yang terdapat dalam labu tersebut masuh memungkinkan untuk teroksidasi sehingga ditambahkan dengan asam sulfat pekat.Selain itu,asam tersebut juga berfungsiuntuk memberi suasana asam karena proses oksidasi vitamin C pada suasana tersebut dapat maksimal.
Dalam penentuan kadar vitamin C larutan sampel ditambahkan dengan iod oleh karena itu titrasi yang digunakan yaitu titrasi iodometrikarena pad aanalit langsung terdapat iod. Iodium mengoksidasi vitamin C ekivalen dengan jumlah total vitamin C yang terdapatdalam sampel. Reaksinya yaitu:


H2SO4
+ I2 + 2HI


Vitamin C

Vitamin C yang terdapat dalam sampel tersebut habis teroksidasi, sedangkan kelebihan iodium dititrasi dengan Na2S2O3. Untuk mempertajam perubahan warna saat mencapai titik ekivalenmaka ditambahkan dengan indikator amilum.Titrasi dilakukan hingga analit berubah menjadi warna kuning kembali yang menandakan bahwa semua iodium yang bersisa telah habis bereaksi. Reaksinya :
Reduksi : 2e + I2 2 I-
Oksidasi : 2S2O32- S4O62- + 2e
-
I2 + 2S2O32- 2 I- + S4O62-
Reaksi lengkapnya adalah :
I2 + 2 Na2S2O3 2NaI + Na2S4O6
Untuk menentukan konsentrasi I2 total maka digunakan blangko. Blangko memerlukan volume titran yang lebih besar dibandingkan sampel. Hal ini karena pada blangko semua I2 nya tereduksi oleh Na2S2O3 sedangkan pada sampel I2 selain direduksi oleh Na2S2O3 juga direduksi oleh vitamin C (asam askorbat).
Dari analisis data diperoleh massa vitamin C sebesar 26,14 mg sehingga kadarnya 8,71% artinya dalam 100 mg sampel terdapat 8,71 mg vitamin C. Adapun hal yang mempengaruhi apabila kadar tersebut tidak sesuai dengan yang sebenarnya yaitu ketidak akuratan dalam mengamati. Perubahan warna sampel dari coklat menjadi kuning (terjadi titik ekivalen) saat titrasi.selain itu dapat pula disebabkan oleh adanya sebagian vitamin C yang teroksidasi oleh udara saat penggerusan dan penimbangan. Namun, kadar vitamin C yang terkandung dalam sampel tidak akan mencapai 100% . Halini karena pada tablet tersebut juga mengandung zat-zat lain selain vitamin C.


Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan
Kadar vitamin C yang diperoleh pada sampel dalam percobaan ini yaitu 8,71%

Saran
Diharapkan agar proses penggerusan sampel dilakukan secepat mungkin untuk menghindari terjadinya oksidasi vitamin C oleh cahaya.

Daftar Pustaka

Hardjasasmita, Panjita. 1991. Iktisar Biokimia Dasar. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Lehninger. 1982. Dasar-Dasar Biokimia jilid 3. Jakarta : Erlangga.

Poedjiadji, Anna. 2005. Dasar- Dasar Biokimia. Jakarta : UI Press.

Thenawijaya, Meiji. 1982. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta : Erlangga.

Wikipedia. 2010. Vitamin C. http://id.wikipedia.org/wiki/vitamin-C diakses 7 Desember 2010.

Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

» Selengkapnya...

Viskositas Zat Cair

Tujuan Percobaan

Menentukan viskositas zat cair dengan viscometer Oswald

Landasan Teori

Pengertian viskositas fluida (zat cair) adalah gesekan yang ditimbulkan oleh fluida yang bergerak, atau benda padat yang bergerak didalam fluida. Besarnya gesekan ini biasa juga disebut sebagai derajat kekentalan zat cair. Jadi semakin besar viskositas zat cair, maka semakin susah benda padat bergerak didalam zat cair tersebut. Viskositas dalam zat cair, yang berperan adalah gaya kohesi antar partikel zat cair (Anonim, 2009).
Viskositas dapat dinyatakan sebagai tahanan aliaran fluida yang merupakan gesekan antara molekul – molekul cairan satu dengan yang lain. Suatu jenis cairan yang mudah mengalir, dapat dikatakan memiliki viskositas yang rendah, dan sebaliknya bahan-bahan yang sulit mengalir dikatakan memiliki viskositas yang tinggi (Anonim, 2009).
Viskositas suatu fluida adalah sifat yang menunjukkan besar dan kecilnya tahan dalam fluida terhadap gesekan. Fluida yang mempunyai viskositas rendah, misalnya air mempunyai tahanan dalam terhadap gesekan yang lebih kecil dibandingkan dengan fluida yang mempunyai viskositas yang lebih besar (Anonim, 2010).
Gejala ini dapat dianalisis dengan mengintrodusir suatu besaran yang disebut kekentalan atau viskositas (viscosity). Oleh karena itu, viskositas berkaitan dengan gerak relatif antar bagian-bagian fluida, maka besaran ini dapat dipandang sebagai ukuran tingkat kesulitan aliran fluida tersebut. Makin besar kekentalan suatu fluida makin sulit fluida itu mengalir (Anonim, 2010).

Adanya zat terlarut makromolekul akan menaikkan viskositas larutan. Bahkan pada konsentrasi rendahpun, efeknya besar karena molekul besar mempengaruhi aliran fluida pada jarak yang jauh. Viskositas intrinsik [] merupakan analog dari koefisien virial (dan mempunyai dimensi 1/konsentrasi), (Atkins, 1996: 242).
Viskositas suatu cairan murni atau larutan merupakan indeks hambatan alir cairan. Viskositas dapat diukur dengan mengukur laju aliran cairan yang melalui tabung berbentuk silinder. Cara ini merupakan salah satu cara yang paling mudah dan dapat digunakan baik untuk cairan maupun gas (Bird, 1987: 57).
Aliran cairan dapat dikelompokkan ke dalam dua tipe. Yang pertama adalah aliran “laminar” atau aliran kental, yang secara umum menggambarkan laju aliran kecil melalui sebuah pipa dengan garis tengah kecil. Aliran yang lain adalah aliran “turbulen”, yang menggambarkan laju aliran yang besar melalui pipa dengan diameter yang lebih besar (Dogra, 1990: 209).
Koefisien viskositas secara umum diukur dengan dua metode, yaitu viskometer Oswald : waktu yang dibutuhkan untuk mengalirnya sejumlah tertentucairan dicatat, dan  dihitung dengan hubungan
 = (" " (ΔP) R^4 t)/8Vl
Umumnya koefisien viskositas dihitung dengan membandingkan laju cairan dengan laju aliran yang koefisien viskositasnya diketahui. Hubungan itu adalah
_1/_2 = (d_1 t_1)/(d_2 t_2 )
(Dogra, 1990: 211).
Viskositas diukur dengan beberapa cara. Dalam “viskometer Oswald”, waktu yang diperlukan oleh larutan untuk melewati pipa dicatat, dan dibandingkan dengan sampel standar. Metode ini cocok untuk penentuan (), karena perbandingan viskositas larutan dan pelarut murni, sebanding dengan waktu pengaliran t dan t* setelah dikoreksi untuk perbedaan rapatan ρ dan ρ*
/= t/t^* x ρ/ρ^*
(Atkins, 1996: 242).
Dalam menafsirkan pengukuran viskositas, banyak terdapat kerumitan.kebanyakan pengukuran (tidak semuanya) didasarkan pada pengamatan empiris, dan penentuan massa molar biasanya didasarkan pada pembandingan dengan sampel standar (Atkins, 1996: 242).
Salah satu kerumitan dalam pengukuran dalam pengukuran intensitas adalah: dalam beberapa kasus, ternyata fluida itu bersifat non-Newtonian, yaitu viskositasnya berubah saat laju aliran bertambah. Penurunan viskositas dengan bertambahnya laju aliran menunjukkan adanya molekul seperti batang panjang, yang terorientasi oleh aliran itu, sehingga saling meluncur melewati satu sama lain dengan lebih bebas. Dalam beberapa kasus, tekanan yang disebabkan oleh aliran menjadi sangat besar, sehingga molekul panjang terputus-putus. Ini membawa konsekuensi lebih lanjut pada viskositas (Atkins, 1996: 242).
Pada viskometer Oswald, yang diukur adalah waktu yang dibutuhkan oleh sejumlah tertentu cairan untuk mengalir melalui pipa kapiler dengan gaya yang disebabkan oleh berat cairan itu sendiri. Pada percobaan sebenarnya, sejumlah tertentu cairan (misalnya 10 cm3, bergantung pada ukuran viskometer) dipipet ke dalam viskometer. Cairan kemudian diisap melalui labu pengukur dari viskometer sampai permukaan cairan lebih tinggi dari batas “a”. Cairan kemudian dibiarkan turun. Ketika permukaan cairan turun melewati batas “a”, stopwatch mulai dinyalakan dan ketika cairan melewati batas “b”, stopwatch dimatikan. Jadi waktu yang dibutuhkan cairan untuk melalui jarak antara “a” dan “b” dapat ditentukan. Tekanan P merupakan perbedaan tekanan antara kedua ujung pipa U dan besarnya diasumsikan sebanding dengan berat jenis cairan (Bird, 1987: 57).
Menurut Anonim (2010), alat yang dipakai untuk menentukan Viskositas dinamakanViskometer. Ada beberapa jenis viskometer, yaitu :
Viscometer Ostwald
Viscometer Lehman
Viscometer bola jatuh dari Stokes
Nilai viscositas Lehman didasarkan pada waktu kecepatan alir cairan yang akan diuji atau dihitung nilai viscositasnya berbanding terbalik dengan waktu kecepatan alir cairan pembanding, dimana cairan pembanding yang digunakan adalah air (Anonim, 2010).
Menurut Anonim (2010), Viscometer bola jatuh–Stokes. Terhadap sebuah benda yang bergerak jatuh didalam fluida bekerja tiga macam gaya, yaitu :
Gaya gravitasi atau gaya berat (W). gaya inilah yang menyebabkan benda bergerak ke bawah dengan suatu percepatan.
Gaya apung (buoyant force) atau gaya Archimedes (B). arah gaya ini keatas dan besarnya sama dengan berat fluida yang dipindahkan oleh benda itu.
Gaya gesek (Frictional force) Fg, arahnya keatas dan besarnya

Alat dan Bahan


Alat

Piknometer 50 mL 1 buah
Piknometer 100 mL 1 buah
Neraca analitik 1 buah
Eksikator 1 buah
Viskometer Oswald 3 buah
Gelas kimia 250 mL 1 buah
Gelas kimia 1000 mL 1 buah
Thermometer 0-100oC 1 buah
Labu semprot 1 buah
Ball pipet 1 buah
Kaki tiga dan kasa asbes 1 buah
Lampu spiritus 1 buah
Klem kayu 1 buah
Stopwatch 3 buah
Statif dan klem 1 buah
Pipet tetes

Bahan
Aquades
Methanol (CH3OH)
Etanol (C2H5OH)
Es batu
Korek api
Tissue

Cara Kerja

Penentuan massa jenis zat
Mengukur berat piknometer kosong
Memasukkan aquades dengan suhu 20oC ke dalam piknometer
Mengusahakan agar tidak ada gelembung pada piknometer
Mengukur berat piknometer yang telah diisi dengan aquades 20oC
Mengulangi pengukuran dengan aquades 40o dan 60oC, etanol 20o, 40o, dan 60o C, serta methanol 20o, 40o, dan 60o C
 
Pengukuran viskositas
Mengisi viskometer dengan aquades melalui pipa sebelah kanan
Mengusahakan permukaan lebih rendah dari tanda b
Memasukkan viskometer Oswald ke dalam penangas air yang dilengkapi thermometer untuk mengukur suhunya. Suhu air dalam viskometer harus sama dengan suhu percobaan
Menghisap zat cair melalui pipa kiri agar zat cair masuk ke dalam B pada suhu yang ditetapkan dalam percobaan
Membiarkan zat cair mengalir melalui pipa kapiler kembali ke A
Mencatat waktu yang diperlukan untuk mengalir dari tanda a ke tanda b
Melakukan hal yang sama dengan mengganti air dengan etanol dan methanol
Melakukan pengukuran pada suhu 20o, 40o, dan 60o C
Menghitung koefisien zat cair dengan rumus
_1/_2 = (ρ_1 t_1)/(ρ_2 t_2 )

Hasil Pengamatan

Pengukuran massa jenis
Massa piknometer kosong (50 mL) = 28,705 gram (Air dan etanol)
Massa piknometer kosong (100 mL) = 35,101 gram (metanol)
Jenis Zat Massa piknometer + zat
Suhu 20oC Suhu 40oC Suhu 60oC
Aquades 78,996 gram 78,961 gram 78,226 gram
Etanol 69,063 gram 67,965 gram 67,324 gram
Methanol 111,483 gram 111,241 gram 110,298 gram

Pengukuran viskositas
Jenis Zat Waktu (t) dalam viskometer
Suhu 20oC Suhu 40oC Suhu 60oC
Aquades 224 s 201 s 173 s
Etanol 340 s 331 s 301 s
Methanol 181 s 179 s 170 s

Analisis Data

Pengukuran massa jenis
Rumus umum = ((massa piknometer + zat)- (massa piknometer kosong))/(volume piknometer)
Untuk Air
20oC, ρ =(78,996 gram-28,705 gram)/(50 mL)
=(50,291 gram)/(50 mL)
= 1,006 gram/mL
40oC, ρ =(78,961 gram-28,705 gram)/(50 mL)
=(50,256 gram)/(50 mL)
= 1,005 gram/mL
60oC, ρ =(78,226 gram-28,705 gram)/(50 mL)
=(49,521 gram)/(50 mL)
= 0,990 gram/mL
Untuk Etanol
20oC, ρ =(69,063 gram-28,705 gram)/(50 mL)
=(40,358 gram)/(50 mL)
= 0,807 gram/mL
40oC, ρ =(67,956 gram-28,705 gram)/(50 mL)
=(39,260 gram)/(50 mL)
= 0,785 gram/mL
60oC, ρ =(67,324 gram-28,705 gram)/(50 mL)
=(38,619 gram)/(50 mL)
= 0,772 gram/mL
Untuk Metanol
20oC, ρ =(111,483 gram-35,101 gram)/(100 mL)
=(76,382 gram)/(100 mL)
= 0,764 gram/mL
40oC, ρ =(111,241 gram-35,101 gram)/(100 mL)
=(76,140 gram)/(100 mL)
= 0,761 gram/mL
60oC, ρ =(110,298 gram-35,101 gram)/(100 mL)
=(75,197 gram)/(100 mL)
= 0,752 gram/mL

Pengukuran viskositas
Etanol 20oC
Dik : t1 (etanol) = 340 s
t2 (air) = 224 s
ρ_1 (etanol) = 0,807 gram/mL
ρ_2 (air) = 1,006 gram/mL
2 (air) = 1,009 Cp
Dit : 1 (etanol) …..?
Peny : 1 =(_2 ρ_1 t_1)/(ρ_2 t_2 )
=((1,009 Cp)(0,807 gram/mL)(340 s))/((1,006 gram/mL)(224 s))
=(276,849 Cp)/225,334 = 1,228 Cp
Etanol 40oC
Dik : t1 (etanol) = 331 s
t2 (air) = 201 s
ρ_1 (etanol) = 0,785 gram/mL
ρ_2 (air) = 1,005 gram/mL
2 (air) = 0,654 Cp
Dit : 1 (etanol) …..?
Peny : 1 =(_2 ρ_1 t_1)/(ρ_2 t_2 )
=((0,654 Cp)(0,785 gram/mL)(331 s))/((1,005 gram/mL)(201 s))
=(169,932 Cp)/202,005 = 0,841 Cp
Etanol 60oC
Dik : t1 (etanol) = 301 s
t2 (air) = 173 s
ρ_1 (etanol) = 0,772 gram/mL
ρ_2 (air) = 0,990 gram/mL
2 (air) = 0,470 Cp
Dit : 1 (etanol) …..?
Peny : 1 =(_2 ρ_1 t_1)/(ρ_2 t_2 )
=((0,470 Cp)(0,772 gram/mL)(301 s))/((0,990 gram/mL)(173 s))
=(109,215 Cp)/171,270 = 0,638 Cp
Metanol 20oC
Dik : t1 (metanol) = 181 s
t2 (air) = 224 s
ρ_1 (metanol) = 0,764 gram/mL
ρ_2 (air) = 1,006 gram/mL
2 (air) = 1,009 Cp
Dit : 1 (metanol) …..?
Peny : 1 =(_2 ρ_1 t_1)/(ρ_2 t_2 )
=((1,009 Cp)(0,764 gram/mL)(181 s))/((1,006 gram/mL)(224 s))
=(139,528 Cp)/225,334 = 0,619 Cp
Metanol 40oC
Dik : t1 (metanol) = 179 s
t2 (air) = 201 s
ρ_1 (metanol) = 0,761 gram/mL
ρ_2 (air) = 1,005 gram/mL
2 (air) = 0,654 Cp
Dit : 1 (metanol) …..?
Peny : 1 =(_2 ρ_1 t_1)/(ρ_2 t_2 )
=((0,654 Cp)(0,761 gram/mL)(179 s))/((1,005 gram/mL)(201 s))
=(89,087 Cp)/202,005 = 0,441 Cp
Metanol 60oC
Dik : t1 (metanol) = 170 s
t2 (air) = 173 s
ρ_1 (metanol) = 0,752 gram/mL
ρ_2 (air) = 0,990 gram/mL
2 (air) = 0,470 Cp
Dit : 1 (metanol) …..?
Peny : 1 =(_2 ρ_1 t_1)/(ρ_2 t_2 )
=((0,470 Cp)(0,752 gram/mL)(170 s))/((0,990 gram/mL)(173 s))
=(60,085 Cp)/171,270 = 0,351 Cp

Pembahasan

Pada percobaan ini pertama-tama dilakukan pengukuran massa jenismasing-masing zat yang akan dicobakan, yaitu aquades, etanol, dan methanol dengan suhu 20oC, 40oC, dan 60oC.
Percobaan ini dilakukan dengan memanaskan piknometer yang bertujuan untuk menghilangkan air dan zat-zat lain yang mungkin terdapat dalam piknometer. Setelah itu didinginkan dalam eksikator dan ditimbang sebagai berat piknometer kosong. Saat pengisian ke dalam piknometer tidak boleh terdapat gelembung karena akan mempengaruhi hasil penimbangan. Dari hasil percobaan ini diperoleh massa jenis air 20oC sebesar 1,006 g/mL; 40oC sebesar 1,005 g/mL; dan 60oC sebesar 0,990 g/mL. Untuk etanol 20oC sebesar 0,807 g/mL; 40oC sebesar 0,785 g/mL; dan 60oC sebesar 0,772 g/mL. Untuk methanol 20oC sebesar 0,764 g/mL; 40oC sebesar 0,761 g/mL; dan 60oC sebesar 0,752 g/mL.
Dari hasil diketahui bahwa suhu berbanding terbalik dengan massa jenis zat. Semakin tinggi suhu maka semakin kecil massa jenis zat-nya. Hal ini disebabkan karena ketika suhu mengingkat, molekul pada zat cair akan bergerak cepat diakibatkan oleh tumbukan antar molekul, akibatnya molekul dalam zat cair akan meregang dan massa jenis akan semakin kecil.
Pada percobaan selanjutnya, zat cair yang telah ditentukan massa jenisnya dimasukkan ke dalam viskometer dengan mengusahakan agar tidak ada gelembung dalam viskometer. Hal ini bertujuan agar aliran laminar tidak terganggu oleh adanya gelembung yang akan mengakibatkan waktu yang diperoleh tidak sesuai dengan waktu yang seharusnya.
Pada percobaan ini digunakan tiga jenis larutan dengan suhu yang berbeda yaitu aquades 20oC, 40oC, dan 60oC; etanol 20oC, 40oC, dan 60oC; serta methanol 20oC, 40oC, dan 60oC. Hal ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap viskositas zat cair.
Setelah diperoleh waktu pada percobaan, koefisien viskositas dapat dihitung dengan rumus :
_1/_2 = (ρ_1 t_1)/(ρ_2 t_2 )
Dari hasil analisis data diperoleh viskositas etanol 20oC, 40oC, dan 60oC secara berturut-turut adalah 1,228 Cp; 0,841 Cp; dan 0,638 Cp. Sedangkan viskositas methanol 20oC, 40oC, dan 60oC secara berturut-turut adalah 0,619 Cp; 0,441 Cp; dan 0,351 Cp.
Dari hasil analisis di atas, diperoleh bahwa methanol memiliki koefisien viskositas lebih rendah debandingkan etanol. Selain itu dapat pula diketahui bahwa semakin tinggi suhu larutan, maka koefisien viskositas semakin menurun. Hal ini karena pada suhu tinggi, gerakan partikel dalam larutan lebih cepat sehingga viskositasnya menurun.

Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan
Dari hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa suhu berbanding terbalik dengan viskositas
Viskositas etanol lebih tinggi dibandingkan methanol
Koefisien viskositas etanol 20oC, 40oC, dan 60oC secara berturut-turut adalah 1,228 Cp; 0,841 Cp; dan 0,638 Cp
Koefisien viskositas methanol 20oC, 40oC, dan 60oC secara berturut-turut adalah 0,619 Cp; 0,441 Cp; dan 0,351 Cp
Saran
Sebaiknya saat praktikum, lebih teliti memperhatikan ada atau tidaknya gelembung pada viskometer karena dapat mempengaruhi hasil percobaan

Daftar Pustaka

Anonim. 2009. Viscositas. http://www.ccitonline.com/mekanikal/viskositas/ diakses pada 27 November 2010.
Anonim. 2010. Fluida dan Viscositas. http://www.scribd.com/doc/13762740/Viscositas/ diakses pada 27 November 2010.
Atkins, P.W. 1996. Kimia Fisik Jilid II Edisi IV. Jakarta : Erlangga.
Bird, Tony. 1987. Kimia Fisik Untuk Universitas. Jakarta : PT Gramedia.
Dogra. 1990. Kimia Fisik dan Soal-Soal. Malang : Jakarta : UI-Press

» Selengkapnya...

Kromatografi

Tujuan
Percobaan ini bertujuan untuk memisahkan zat terlarut dari campurannya berdasarkan perbedaan kelarutannya.

Teori Singkat

Pada tahun 1944, Consden, Gordon, dan Martin memperkenalkan teknik dengan menggunakan kertas saring sebagai penunjang fase diam dan fase bergerak berupa cairan yang terserap di antara struuktur pori kertas. Sample sebanyak 1Μ didepositkan pada kertas saring dan akan mengalir bersama system pelarut. Teknik ini sekarang dikenal sebagai teknik kromatografi kertas.
Kromatografi kertas merupakan bagian khusus dari kromatografi cairan-cairan di mana cairan stasionernya merupakan lapisan pelarut yang teradsorpsi pada kertas. Kauntungan dari metode ini adalah kasederhanaannya, karena pekerjaan yang perlu dilakukan hanyalah menitikkan sample di dekat tepian kertas , lalu mencelupkan ujung kertas tersebut ka dalam pelarut elusi. Dengan pereaksi yang sensitif, matode ini sesuai untuk memisahkan dan mengidentifikasi senyawaan dalam campuran yang tidak kompleks.

Berbagai macam kertas yang tersedia secara komersial adalah Whatman 1, 2, 31, dan 3 MM. Di dalam percobaan ini sebagai medium berpori dipergunakan kertas saring Whatman 1 yang mempunyai densitas homogen. Sebagai pelarut dipergunakan alkohol yang disebut zat eluasi.
Akibat proses fisik, maka kertas sraing akan menyerap pelarut sehingga akan naik sambil emmbawa komponen yang terdapat di dalam campuran. Pergerakan pelarut selalau lebih cepat dari pergerakan komponenenya. Perbandingan jarak yang ditempuh oleh komponen dengan jarak yang ditempuh oleh pelarut disebut rate of factination atau Rf.

Alat dan Bahan
Alat :                                                   Bahan :
1.Tabung Kroamtografi                         1. Alkohol 96 %
2.Sumbat gabus                                    2. Zat warna
3.Statif                                                 3. Kertas Saring Whatman 1
4.Gelas Ukur

Cara Kerja
1.Kertas saring Whatman 1 diukur sesuai dengan ukuran tabung kromatografi yang dipakai
2.Pada jarak 3 cm dari salah satu ujung kertas ditarik garis lurus dengan pensil
3.Tinta spidol dideposit pada tengah-tengah garis tersebut.
4.Ujung yang lainya dilipat sesuai dengan kebutuhan
5.Kertas digantung pada sumbat dengan cara meletakkan lipatannya pada kawat yang terdapat pada sumbat tersebut, selanjutnya kertas dan sumbatnya dimasukkan ke dalam tabung kromatografi yang sudah diisi alkohol 96 % sebanyak 30 mL
6.Tabung dipasang pada statif memakai penjepit dan usahakan tegak lurus dan biarkan samapi alkoholnya naik mendekati mulut tabung.
7.setalah 60 menit, ketas saring diangkat dan batas alkohol pada ketas saring langsung diberi tanda dengan pensil, selanjutnya kertas dikeringkan.
8.Setalah kering diamati zat warna yang terdapat pada tinta tersebut dan masing-masing komponen dihitung Rf-nya.

Perhitungan :
           Jarak yang ditempuh komponen
Rf (Rate of fractination) = 
      Jarak yang yang ditempuh pelarut (eluen)

Hasil dan Pembahasan

Seperti halnya ekstrasksi, kromatografi meruapakn salah satu metode pemisaha komponen dari campurannya. Secara spesifik kromatografi menurut Keulemans merupakan suatu metode pemisahan fisik, dimana komponen-komponen yang dipisahkan didistribusikan di antara dua fase.
Pada percobaan ini kertas saring Whatman 1 yang sudah dipotong sesuai prosedur kerja dimasukkan ke dalam tabung, alcohol dimasukkan ke dalam tabung terlebih dahulu supaya alcohol memenuhi ruangan pada tabung tersebut. Sederhananya, pada kromatografi kali ini dilakukan pemisahan komponenn warna dari dua spidol, yaitu hitam dan cokelat.
Dari hasil percobaan pada spot hitam diperoleh tiga warna. Yaitu, ungu, biru dan cokelat. Dengan jarak tempuh yang berbeda-beda. Diperoleh :
Jarak batas warna ungu             = 13.8 cm
Jarak batas warna biru = 12.4 cm
Jarak batas warna cokelat         = 7.7 cm
Jarak batas pelarut (alcohol)     = 15 cm
maka diperoleh:
Rf = jarak yang ditempuh komponen/jarak yang ditempuh pelarut (eluen)
Rf ungu             =13.8 cm/15 cm           = 0.920
Rf biru =12.4 cm/15 cm           = 0.826
Rf cokelat         = 7.7 cm/15 cm            = 0.513
Dengan adanya kapilaritas, alcohol 96% membawa spot warna nitam merangkak naik. Pada titik-titik tertentu warna hitam terurai menjadi ketiga warna tersebut.
Pada plot berwarna cokelat, ia terurai menjadi dua warna, yaitu kuning dan merah muda. Seperti halnya pada plot hitam, setelah 60 menit alcohol bergerak sepanjang kertas dengan kecepatan komponen yang berbeda-beda sehingga membentuk warna yang berbeda..diperolah :
Jarak batas warna merah muda             = 12.8 cm
Jarak batas warna kuning                      = 1 cm
Jarak batas pelarut                                = 13.5 cm
maka diperoleh :
Rf kuning          = 1 cm/13.5 cm            = 0.07
Rf merah muda = 12.8 cm/13.5 cm       = 0.95
Dari kedua spot di atas, terurainya menjadi dua warna-warna tertentu meruapakan hasil pemisahan komponen warna dari hitam atau cokelat menjadi ungu, cokelat, dan biru atau kuning dan merah muda berdasarkan perbedaan kelarutannya.
  
Kesimpulan

Teknik pemisahan kromatografi kertas merupakan teknik kromatografi yang paling sederhana dibandingkan teknik-teknik kromatografi lainnya. Pada prisipnya, komponen dipisahkan berdasarkan perbedaan kelarutan dari dua spot—hitam dan cokelat menjadi ungu, biru, cokelat dan kuning, merah muda dengan Rf yang beragam.
Beberapa penerapanya kromatografi secara umumdi bidang biologi adalah unuk menghitung residu pestisida pada buah-buahan dan sayur, mengidentifikasi dan mengklasifikasi bakteri, menentukan jalur metabolisme dan mekanisme kerja obat-obatan, menghitung polusi air dan udara dan lain sebagainya.

» Selengkapnya...

Ekstraksi

Tujuan

Percobaan ini bertujuan untuk memisahkan dan memurnikan asam lemak dari sabun dan menantukan kadarnya dengan cara titrasi asidimetri.

Landasan Teore
 Di antara berbagai metode pemsahan, ekstraksi pelarut atau disebut juga ekstraksi air meruapakn metode pemisahan yang paling baik dan populer. Hal ini didasarkan pada suatu alasan bahwa pemisahan ini dapat dilakukan dengan baik dalam tingkat makro maupun mikro. Seseorang tidak memerlukan peralatan yang khusus atau canggih, kecuali corong pisah.
Ekstraksi adalah metode pemindahan zat terlarut atau solut di antara dua pelarut yang tidak saling bercampur. Prisnsip metode ini didasarkan pada distribusi zat terlarut dengan perbandingan tertentu antara dua pelarut yang tidak saling bercampur, sepeti benzena, karbon tetraklorida, atau kloroform. Batasannya adalah zat terlarut dapat ditrasnfer pada jumlah yang berbeda dalam ke dua fase pelarut.
Dengan ekstraksi dapat dipisahkan dua atau lebih zat berdasarkan perbedaan koifisien distribusinya, sehingga suatu zat dapat dipisahkan dan diambil dari campurannya untuk dibuat kadarnya menajdi lebih tinggi.
Pada percobaan ini bahan yang diekstrak adalah sabun. Sabun merupakan garam asam lemak tinggi dengan alkali terutama Na dan K dengan rumus dasar R-COONa atau R-COOK. Asam lemak yang terbentuk dipisahkan dari air dengan penambahan benzena, kemudian dipisahkan menggunakan corong pisah. Untuk mengetahui kadar asam lemak yang ada, dilakukan titrasi dengan larutan NaOH.


Alat dan Bahan
Alat :                                                               Bahan :
1.Dua buah labu Elenmeyer                               1. Sabun yang telah diiris halus
2.Gelas ukur                                                     2. Laruatan HNO3 4 N
3.Statif                                                            3. Alkohol
4.Buret                                                             4. Akuadestilata
5.Corong Pisah                                                 5. Benzena
6.Gelas piala                                                     6. Larutan NaOH 0,5 N
7.Batang Pengaduk                                           7. Indikator PP
8.Penangas air 

Cara Kerja

1.Sabun yang telah diiris halus ditimbang sebanyak 2 gram dan dimasukkan ke dalam gelas piala
2.Ditambahkan 10 mL akuadestilata, kemudian dipanaskan di atas penangas air sampai larut.
3.Setelah larut ditambahkan 2.5 mL HNO3 4 N, sehingga terbentuk gumpalan berwarna putih kekuningan dari asam lemak.
4.Dinginkan sesaat dan selanjutnya ditambahkan 20 mL alkohol dan diaduk.
5.Setelah dingin dimasukkan ke dalam corong pisah dan diberi larutan benzena sebanyak 10 mL kemudian diekstrak dengan cara mengocoknya.
6.Cairan dibarkan beberapa saat, samapi terbentuk dua lapisan zat cair yang jernih.
7.Kedua lapisan tersebut dipisahakn ke dalam dua wadah yang berbeda. Lapisan bawah dimasukkan ke dalam gelas piala dan lapisan yang atas dimasukkan ke dalam labu Elenmeyer.
8.Selanjutnya cairan pada gelas piala dimasukkan kembali ke corong pisah dan ditambahkan 10 mL benzena dan diekstrak kembali dan dipisahkan seperti perlakuan sebelumnya.
9.Cairan pada lapisan tas dimasukkan ke dalam lebu Elenmeyer yang pertama, sehingga jumlahnya menjadi 20 ml.
10.  Larutan blanko terdiri dari 10 mL akuadestilata 2.5 mL HNO3 4 N, 10 mL alkohol dan 20 mL benzena. Semuanya kemudian dimasukkan ke  dlama corong pisah dan diekstraksi. Larutan benzena dipisahkan dan dijadukan larutan blanko
11.  Hasil ekstraksi dalam 20 mL benzena dan larutan blanko masing-masing dititrasi dengan larutan NaOH 0.5 N dengan indicator PP sampai warna merah muda.
12.  Selisih mL NaOH dari kedua titrasi adalah ekivalen dengan asam lemak yang ada sebagai hasil ekstraksi
Perhitungan :

                              mL NaOH (contoh – blanko) x N NaOH x BE asam lemak x 100
% Asam Lemak =
                                                                        mg sabun

Hasil dan Pembahasan

Sabun merupakan garam dari asam lemak dengan KOH/NaOH. Pada sabun terdapat kandungan asam lemak dengan kadar tertentu. Pada percobaan ini diperoleh kadar asam lemak melalui proses pemisahan komponen dari campurannya dengan cara ekstraksi. Pada percobaan ini, 10 mL akuadestilata yang dimaksukkan ke dalam gelas piala yang berisi sample sabun seberat 2 gram berfungsi untk melarutkan akuadestilata dengan sabun.
Pada prosedur kerja, penambahan 2.5 mL HNO3 4 N ke dalam gelas piala berfungsi untuk membuat gumpalan-gumpalan. Sebelem diekstraksi, ditambahkan 20 mL alcohol dan diaduk sampai tercampur secara sempurna, berfungsi untuk mencegah terjadinya buih. Supaya pada percobaan ini terjadi pemisahan komponen, ditambhakan 10 mL benzena ke semua komponen dan diamsukkan ke dalam corong pisah untuk diekstraksi.
Dari hasil percobaan, benzena dan asam lemak tidak bercampur dengan akudetilta dan bahan pengsisi sabun. Pada kedua campuran tersebut terjadi sifat non-polaritas. Karena pada prispipnya, pemisahan dengan cara ekstraksi memanfaatkan pembagian sebuah zat terlarut di antara dua pelarut yang tidak dapat tercampur (benzena dan akuadestilata) untuk mengambil asam lemak (C17H35COOH) dari suatu pelarut (bahan pengisi sabun) ke pelarut lain.
Kemudian, penentuan kadar asam lemak (C17H35COOH) dilakukan dengan cara asidimetri dengan menggunakan basa kuat NaOH 0,5 N. diperoleh data :
Volume NaOH = 24.8 mL
Volume balnko = 1 mL
N NaOH = 0.5
BE C17H35COOH = 284
m sabun = 2 gram = 2000 mg
maka :
% asam lemak = mL NaOH (contoh-blako) x N NaOH x BE asam lemak x 100/mg sabun
= (24.8-1) x 0.5 x 284 x 100/2000
= 337960/2000 = 168.98 %

Kesimpulan

Percobaan ekstrasksi merupakan proses pemisahan komponen dari campurannya dengan memanfaatkan prisnip dua zat yang tidak dapat bercampur. Pada proses ekstraksi ini diperoleh kadar asam lemak.
Dari percobaan ini dapat disimpulkan bahwa dalam sabun sample (GIV) terdapat kadar asam lemak sebanyak 168.98 % setiap 2 gramnya. Hasil diperoleh berdsarkan sifat tidak tercampurnya asam lemak dengan air dengan menggunakan juga benzena.

» Selengkapnya...

Entri Populer